Monday, June 20, 2016

Kesaksian Jerry Armelli : Pulanglah!


Diterjemahkan oleh Ong Po Han. Tidak sepenuhnya diterjemahkan satu kata per satu kata dan sudah dibuat penyesuaian yang saya anggap perlu.
http://peoplecanchange.com/stories/jerry.php

Jerry A. Armelli, M.Ed., adalah direktur dari kelompok mentor mantan gay dan AIDS yang dikenal sebagai Prodigal Ministries Inc., yang didirikan di Cincinnati, Ohio, pada tahun 1986. Dia dan istrinya, Mia, menikah pada tahun 1994. Jerry sering tampil di radio dan televisi, membagikan keyakinannya bahwa homoseksualitas dapat disembuhkan.

Fabel (dongeng) Aesop "Serigala dan Anggur" adalah perumpamaan yang sempurna tentang kehidupan awal dan perkembangan identitas jenis kelamin. Dalam fabel tersebut, sang rubah terus mencoba untuk memetik buah anggur yang tergantung menggoda di bagian atas pohon anggur. Dia melompat dan terus melompat, namun dia tidak bisa menjangkaunya. Akhirnya dia menyerah dan berkata dengan jijik, "Ah, sepertinya anggurnya asam. Siapa lagi yang mau anggur yang asam? Untuk apa?"

Saya ingin menjadi salah satu dari mereka (orang-orang yang jantan).

Seperti itu tepatnya saya dengan dunia laki-laki. Bagi saya, anggur dalam cerita itu mewakili ikatan, penerimaan dan keterlibatan laki-laki. Anggur mewakili kejantanan yang sangat kudambakan namun tidak pernah bisa memperolehnya. Saya ingin menjadi salah satu dari orang-orang itu, termasuk golongan mereka, memiliki kualitas mereka, karakteristik mereka, tubuh mereka. Kekagumanku berubah menjadi iri hati, dan saya mendambakan apa yang saya anggap mereka miliki tapi saya tidak punya yaitu  kejantanan.

Ketika tidak bisa mendapatkannya, saya menjadi marah dan kesal. Saya berkata, "Ah, mereka hanyalah anak laki-laki dungu. Permainan-permainan mereka bodoh. Mereka terpisah sendiri. Yang mereka tahu hanyalah tentang olahraga – betapa dangkalnya. Mereka tidak menghendaki hubungan. Mereka hanyalah sekelompok orang dungu. Saya benci mereka. "Anggur kejantanan rasanya masam”, saya berkata pada diri sendiri. Saya menolak mereka walau mendambakannya. Kedua perasaan ini saling bertentangan dengan hebat. Membicarakannya akan membingungkan.

Homoseksualitas bukanlah masalah dengan lawan jenis. Ini adalah masalah dengan kaum sejenis.

Lihatlah, homoseksualitas bukanlah masalah dengan lawan jenis. Ini masalah dengan kaum sejenis. Itu hal penting pertama yang harus dipahami. Upaya untuk mengubah homoseksualitas pada  dekade sebelumnya sering gagal karena mereka fokus pada hal yang salah - hubungan laki-laki dengan wanita. Padahal itu bukanlah langkah penyembuhan awal.

Dikotomi antara cinta-benci, takut-iri ini berlangsung selama pertumbuhan saya. Para pria memiliki efek yang sangat menakutkan pada saya. Mereka semua tampak atletis, dengan bangun tubuh yang indah dan kekar, yang membuatnya mudah berhubungan satu dengan lain. Saya jauh lebih kecil dan bertubuh lebih ringan. Olahraga tidak menarik bagi saya. Saya tidak ingin  bersaing atau agresif. Saya orangnya ramah dan suka bergaul. Saya seorang pembawa damai. Saya bersifat sosial dan memiliki kepekaan terhadap perasaan orang lain.

Saya terjun ke bidang teater dan tari. Ayah, saudara laki-laki dan rekan-rekan saya tidak tahu bagaimana berhubungan dengan itu, jadi sekali lagi saya tahu saya berbeda dengan anak laki-laki lainnya. Saya digoda dan diejek karena saya berbeda - cara berjalan, berbicara, tertawa atau hal-hal lain yang saya lakukan, seperti lompat tali. Saya sering menerima tatapan mengejek dari anak laki-laki yang mengatakan saya malu-maluin. Saya melihat tatapan-tatapan itu dan berpikir mereka sedang mengatakan,"Kamu memalukan kaum pria." Saya merasa tidak masuk hitungan. Dari apa saya "terbuat " tidak bisa diterima kaum pria. Saya menyimpulkan, laki-laki sejati memiliki tubuh yang lebih besar dan melakukan hal-hal seperti sepak bola, gulat, berkelahi.... dan saya tidak seperti itu jadi pasti ada yang salah dengan saya.

Namun apa itu? Apa yang salah denganku sehingga mereka tidak menyukai saya dan saya tidak bisa seperti mereka? Ketika mereka tidak bisa menerima saya, saya menolak mereka untuk melindungi diri saya sendiri. ("Buah anggur kan asam pula") Psikolog menyebut pembelaan diri ini untuk menghilangkan sumber sakit guna melindungi diri sendiri. Jika sang sumber cinta dipandang menyakitkan, engkau akan berkata, “Saya tidak akan membiarkan engkau mencintaiku lagi, dan saya tidak akan mencintaimu. Saya melakukan hal ini secara umum kepada para pria. Saya menutup diri terhadap mereka untuk melindungi diri. Saya berkata, “Engkau sangat menyakitkan saya. Saya hanya akan menutup hubungan dengan semua pria. Mereka menyakiti saya terlalu banyak dan saya benci dengan kekurangan dan rasa takut yang saya hadapi saat berada di sekitarmu.

Alih-alih memenuhi tantangan ini, dan berjuang untuk mendapatkan tempat di lingkaran para pria, saya cenderung menghindari kegiatan apapun  atau tantangan yang disebabkan oleh perasaan kekurangan, menjadi berbeda, menjadi "kurang dibanding orang lain." Saya akan mencoba dan menghindari kegiatan yang berhubungan dengan dunia kaum pejantan. Dalam dunia teater, saya merasa nyaman. Tidak ada olahragawan di sana. Orang-orang di sini peka dan tertarik untuk menjalin hubungan dan meneguhkan karunia dan talenta saya dan tidak menolaknya.

Semakin jauh saya menjauhi laki-laki untuk menghindari perasaan minder dan penolakan, semakin saya tertarik ke arah perempuan. Gadis-gadis itu aman dan tidak mengancam. Mereka tidak mengharapkan saya untuk menjadi kekar dan agresif. Bahkan mereka menyukai saya karena menjadi bersifat sosial dan teratur, bermain lompat tali dan rumah-rumahan dengan mereka sehingga saya bisa bermain sebagai ayah. Bersama para cewek tidak memunculkan semua perasaan tidak mampu , rasa takut dan ancaman. Hal itu sangat aman.

Semakin banyak waktu yang saya habiskan bersama teman-teman perempuan pada periode perkembangan kepribadian, semakin saya bertindak seperti mereka.

Semakin banyak waktu yang saya habiskan bersama teman-teman perempuan pada periode perkembangan kepribadian, semakin saya bertindak seperti mereka.
Saya menjadi semakin feminim. Hal ini tentu saja hanya membuat saya makin berbeda dari anak laki-laki dan menyebabkan mereka semakin menolak. Saya dipanggil banci, homo dan aneh. Jurang yang memisahkan saya dari mereka semakin bertambah lebar dan saya  semakin membenci mereka. Sekarang mereka menyakiti saya dengan lebih terang-terangan.

Kemarahan saya semakin mencuat. Tidak lagi mencoba untuk memperbaikinya, saya menggunakan kewanita-wanitaan untuk memberontak melawan musuh saya yakni para teman pria. Saya menggunakannya sebagai senjata untuk mengejek kejantanan mereka dan mencoba membuat mereka merasa tidak nyaman. Saya menggunakannya untuk menjatuhkan mereka dan mencoba untuk menyakiti mereka, karena saya menganggap mereka sedang menyakiti saya.

Kemudian, sebagai orang dewasa, saya melihat kepahitan ini malah disambut meriah dalam kalangan gay yakni ejekan bagi pria, kebencian dan penghinaan terhadap pria. Saya melihatnya pada parade gay yang tampak kewanita-wanitaan dan vulgar. Saya percaya, kekasaran mereka adalah cara untuk menunjukkan kemarahan mereka terhadap masyarakat kuno. Mereka berkata, "Saya tidak perlu kejantananmu. Bau. Bodoh. Engkau menolak saya dan sekarang saya akan menolakmu dan kejantananmu." Sakit hati mendalam ini bahkan dapat menyebabkan menjadi banci (percaya engkau seorang wanita yang terperangkap dalam tubuh pria). Tetapi bahkan dalam ejekan terang-terangan mereka terhadap kelelakian, banyak pria gay yang masih terjebak dalam dikotomi cinta-benci, mereka tidak merasa mereka memiliki sekaligus takut pada waktu yang sama.

Daya Tarik Lawan Jenis

Saya dapat mengenalinya. Selagi bertumbuh, saya merasa begitu berbeda dari laki-laki lain yang mulai menonjolkan diri di depan lawan jenis. Laki-laki tidak saya kenal. Sebuah misteri. Saya bertanya-tanya, siapa mereka? Tentang apa sih mereka? Saya tidak memahami mereka. Apa yang mereka rasakan? Tanda tanya, daya tarik dan keingintahuan tentang apa yang laki-laki biasanya alami terhadap perempuan terutama selama masa remaja dan dewasa muda, dan sebaliknya perempuan terhadap laki-laki, apa dorongan yang menimbulkan minat seksual mereka satu sama lain. Ketertarikan lawan jenis. Tapi hubungan saya terputus dari teman-teman pria karena menimbulkan tanda tanya. Hal ini terjadi sebelum masa akil balik. Memasuki akil balik, perasaan ini dengan mudah berubah menjadi perasaan terangsang.

Tempat Penerimaan?

Saat berusia 11 tahun, seorang anak laki-laki yang saya kagumi dan hormati melecehkan saya secara seksual. Dia menjadi anggota dari kelompok anak-anak yang saya kagumi sekaligus saya benci. Saya mengaguminya kemampuan fisiknya, ia memiliki piala di bidang olahraga, ia memiliki status sebagai orang kaya, dan ia memiliki teman laki-laki yang saya tidak punya. Saya benar-benar ingin berteman dengan dia dengan cara yang sama anak-anak laki-laki berteman satu sama lain, tapi kami tidak pernah memiliki hubungan nyata seperti itu.

Saya sampai pada kesimpulan, "Ah! Ini adalah tempat penerimaan. Ini adalah tempat di mana saya merasa cukup, baik, dan dicintai." Ini adalah masa pra-pubertas saya, dan itu begitu kuat. Hal ini telah berlangsung selama beberapa tahun. Tidak terpaksa tapi menggoda. Saya terjerat pada perilaku seperti itu. Hubungan seksual menambah kebingungan saya. Seks dengan pria membuat saya merasa berkurang sebagai pria normal, karena saya tahu orang-orang yang normal tidak melakukan hal ini! Namun saya merasa dekat dengan laki-laki lain untuk pertama kalinya dan merasa benar. Saya ingin seks; kami berdua menginginkannya. Tapi saat kami tidak "melakukannya," saya mengenyahkannya. Saya tidak pernah memikirkannya. Saya tidak pernah melihatnya dan tidak berteman dengan dia di lain waktu. Tidak ada yang pernah tahu itu terjadi. Itu rahasia kami. Akhirnya, setelah beberapa tahun, saya cukup kuat untuk keluar dari hubungan itu dengan menghilangkan diri darinya.

Saya telah belajar adanya kaitan erat antara homoseksualitas dan pengalaman seksual dini dengan laki-laki yang lebih tua. Sekarang saya mengerti bahwa hati saya memiliki kebutuhan emosi terhadap sejenis. Sebenarnya ini kebutuhan sah untuk ikatan sesama lelaki dan penegasan bahwa semua anak laki-laki mengalaminya. Contoh paling baik diperlihatkan dalam tahap "gadis binal" yang dilalui oleh siswa sekolah dasar, di mana anak perempuan berkutu dan anak laki-laki pendiam. Itu adalah masa perkembangan diri yang penting karena membangun identitas diri  "kita" (laki-laki) dan "mereka" (perempuan). Saya kehilangan tahap itu dalam perkembangan saya.

Setelah SMA, saya bergabung dengan sebuah perusahaan tari dan dilatih untuk menjadi seorang penari balet profesional. Ironisnya, hal ini sangat menegaskan status kejantanan saya karena latihan fisik untuk menari yang ketat dan peran yang jelas dari kaum laki-laki dan perempuan dalam tarian. Untuk menampilkan kekuatan maskulin dan dinamika laki-laki-perempuan melalui tarian sangat kuat dan menegaskan.

"Apakah kamu homoseks?"

Saat berusia 23 tahun, saya berada di sebuah pertunjukan dan seorang laki-laki di acara itu memberi banyak perhatian kepadaku. Hal itu membuat saya merasa gembira. Kemudian seorang temannya menghampiri saya dan berkata, "Jerry, Joe seorang gay dan dia menyukaimu. Apakah engkau gay?" Terjadilah jeda panjang dan saya ingat mengatakan, "Saya tidak tahu."

Saya tidak pernah menamakan diri sebagai seorang homoseksual.

Saya tidak tahu! Untuk pertama kalinya saya membiarkan ide keluar dari alam bawah sadar saya bahwa saya mungkin homoseksual. Percaya atau tidak, dalam semua kebingungan dan seluruh hubungan seksual jangka panjang saya dengan pria, saya tidak pernah secara sadar menyebut saya homoseksual. Saya tahu saya berbeda, tapi saya tidak menyebut diri sendiri "gay." Mengapa begitu, saya tidak tahu.

Segera saya berangkat dari dua pertanyaan. Yang pertama adalah untuk mengetahui apakah saya benar-benar homoseksual, atau hanya sedang melalui sebuah tahapan. Saya pikir, pertama-tama, saya akan lebih baik mencari tahu apa yang sedang terjadi dalam diri saya, sebelum saya melakukan sesuatu yang akan saya sesali seumur hidup. Saya menemui seorang psikolog, seorang wanita Yahudi, dan saya hanya berbicara. Pada dasarnya saya mengakui pada diri sendiri. Saya akan berbicara, dan dalam seluruh proses, kesimpulannya tampaknya jelas: "Saya homoseksual" Dia tidak mengucapkan bahwa saya seorang homoseksual. Saya sampai pada kesimpulan itu saat saya sampaikan ke orang lain tentang hubungan seksual saya yang panjang dengan pria yang lebih tua dan perasaan-perasaan  saya tentang hal itu.

Saya pasrah bahwa saya bukan hanya bingung tapi saya benar-benar seorang homoseksual. Sangat menyedihkan kalau berpikir bahwa saya tidak akan pernah menikah atau memiliki anak. Setelah menyebut diri sebagai seorang homoseksual, saya menetapkan pertanyaan yang kedua yaitu mencari tahu apa yang Tuhan ingin saya lakukan tentang hal itu. Saya berkata, "Tuhan, jika Engkau mengatakan itu OK untuk menjadi "gay", saya akan melakukannya. Jika tidak, saya tidak akan melakukannya." Sesederhana itu. Hitam atau putih.

Saya dibesarkan sebagai penganut agama Katolik Roma. Saya pergi ke sekolah Katolik dan sebuah perguruan tinggi Katolik. Orang tua saya membesarkan saya dengan moral yang sangat baik dan nilai-nilai tersebut telah merasuk dan hal itu penting bagi saya. Saya harus tahu bahwa jalan hidup yang saya pilih itu diterima Allah.

Saya mengaku ke salah satu teman saya yang gay, dan dia mengajak saya ke bar gay pertama saya dan pesta gay pertama saya. Menakutkan tapi menarik. Saya mulai berkencan dengan pria. Saya mengunjungi kumpulan-kumpulan gay dan berpartisipasi dalam kegiatan mereka, sambil melanjutkan pencarian saya untuk mengetahui apa yang Tuhan ingin saya kerjakan dengan homoseksualitas saya. Saya melakukan pencarian spiritual sekaligus seksual, emosional atau sosial. Saya ingin menghadapi mereka, saat itu juga, sebelum saya terlibat secara seksual dengan siapa pun.

Saya akan bertanya kepada gay dan lesbian : "Apa yang engkau pikirkan bila tubuh kita tidak benar-benar pergi ke arah yang sama. " Mereka tidak ingin berbicara tentang hal itu. "Bagaimana dengan Alkitab? Alkitab berbicara tentang hubungan suami dan istri tapi tidak berbicara tentang hubungan suami dengan suami." Mereka tidak ingin berbicara tentang hal itu. Saya tidak mengerti standar moralitas ganda ini yang mengatakan kesucian dan monogami baik untuk hubungan heteroseksual tapi promiskuitas (punya banyak pasangan) baik untuk kaum homoseksual. Dan itulah yang saya lihat di dunia gay. Mereka akan berbicara tentang cinta , monogami dan kesetiaan, tapi itu tidak terjadi sama sekali dari apa yang saya lihat di lingkungan gay.

Dalam lingkungan gay, saya melihat banyak penghianatan, gosip dan kepahitan. Saya melihat orang-orang bertingkah seperti perempuan, dan perempuan bertingkah seperti laki-laki, dan meskipun saya kewanita-wanitaan hal seperti itu tidak tepat. Saya melihat banyak kebohongan, penipuan dan penolakan. Saya melihat gangguan kepribadian dan komunikasi. Mereka berpura-pura hal itu tidak terjadi, sepertinya segala sesuatu hebat dan mereka lebih sehat dan lebih bahagia karena mereka "gay."

Saya mengatakan kepada diri saya sendiri, "Begitu banyak hal yang salah di sini. Mungkinkah hal-hal ini baik-baik saja dengan Allah?" Hal-hal tersebut mencolok saya. Saya merasa seperti ketika saya masuk, saya diberikan hadiah kecil yang cantik dalam kotak yang mengatakan, semuanya dijaga  untukmu. Saya hanya berbicara seperti ini. Engkau hanya perlu melakukan hal-hal seperti ini. Engkau mengunjungi tempat-tempat ini. Engkau tidur dengan pria-pria ini. Saya agak berani, karena saya tidak akan menerima paket yang ditawarkan komunitas gay. Saya berpikir, "Jika hal ini sangat benar, jika engkau percaya hal ini begitu benar, jika memang berlaku demikian, lalu mengapa kita tidak bisa membicarakan hal ini dengan jujur secara menyeluruh?"

Keanehan bahkan di kalangan gay

Dari sisi saya, saya tidak menyangkal hal-hal seperi  ini. Dan saya menghargai orang tua saya untuk moral dan nilai-nilai yang mereka tanamkan dalam diri saya. Saya tidak tidur dengan siapa saja dalam menjalani seluruh proses ini - yang membuat saya terlihat aneh bahkan di kalangan gay. Bahkan, saya diberitahu oleh seorang "gay", "Jangan datang ke sini kalau engkau tidak akan mau ‘mengeluarkan semuanya’". Meskipun dalam masa hubungan seksual saya di masa remaja , saya telah memutuskan bahwa saya tidak akan tidur dengan pria kecuali kami saling mencintai, atau kita membuat komitmen permanen satu sama lain, seperti pernikahan. Mereka hanya tidak bisa memahaminya.

Saya kira karena dengan hidup selibat (tanpa sex), keinginan seksual saya tidak terhalang oleh pencarian spiritual dan membingungkan hati dan pikiran saya. Saya bisa melihat budaya "gay" lebih jelas seperti apa. Dan saya tidak suka melihatnya.

Selanjutnya saya mencari jawaban dari Dignity, kelompok Katolik pro-gay yang melayani pria dan wanita yang menjadi gay. Tapi saya menemukan pesan Dignity itu bukan tentang kemurnian, hidup selibat, maupun tentang iman dan hubungan dengan Tuhan. Itu bahkan bukan tentang agama Katolik. Bagi saya, hal itu hanya tampak seperti sebuah bar "gay", hanya tanpa alkohol. Mengerikan. Saya merasa lebih buruk setelah pergi ke sana daripada saat saya di bar "gay".

Mencari jawaban dari orang lain malah sama-sama membingungkan. Beberapa orang normal mengatakan padaku, "Tidak apa-apa untuk menjadi gay." Itu bukan masalah besar. " Orang lainnya lagi mengatakan, "Itu salah, saya tidak mengerti, tapi itu salah." Adapun orang-orang beragama, juga, beberapa mengatakan tidak apa-apa, ada juga yang mengatakan itu tidak boleh. Psikolog berkata tidak masalah, hanya harus jujur ​​pada diri sendiri. Dan tentu saja "gay" mengatakan padaku itu baik-baik saja. Tapi ada sesuatu dalam diri saya yang mengatakan itu tidak baik dan saya masih belum menemukan jawaban dari Allah.

Saya jatuh ke dalam depresi yang mendalam. Saya berpikir, "Saya homoseksual dan akan menjadi 'gay' seperti itu? Saya tidak ingin kehidupan seperti itu! Itu bukan untuk saya. Tidak ada kehidupan di dalamnya." Saya ingin membalikkan waktu - seperti saya tidak pernah "mengakui ke-gay-an saya," tapi saya tidak bisa. Hal itu sudah terjadi dan saya tidak pernah bisa kembali. Saya merasa putus asa. Saya pikir tidak peduli apa yang saya lakukan, saya tidak akan pernah bahagia. Dan kemudian pikiran mulai datang ke kepala saya. "Bunuhlah dirimu. Jika engkau kembali ke dalam dirimu, engkau tidak akan menjadi bahagia atau jika engkau menjadi 'gay,' engkau juga tidak akan pernah bahagia. Bunuhlah dirimu"

Titik balik : “Pulanglah"

Saya ingat suatu kali saya  berdiri di kamar mandi merasa depresi. Saya merasa diriku seperti mau pingsan. Saya pikir saya akan mengalami gangguan kejiawaan. Namun tiba-tiba saya merasa tangan –tangan spiritual adikodrati yang besar berada di belakang punggung dan kemudian mengangkat saya berdiri. Saya merasakan gelombang kekuatan yang berbisik, "Teruskan" Saya langsung mengenali bahwa itu adalah campur tangan Tuhan, memberikan saya kekuatanNya untuk bersandar ketika saya tidak bisa melakukannya sendiri lagi.

"Pulanglah. Perang telah berakhir, dan engkau akhirnya pulang."

Jadi saya meneruskan pencarian saya. Saya berbicara dengan pendeta di sekolah SMA saya, dan dia mengundang saya untuk hadir mengikuti  sebuah kelompok doa Katolik karismatik. Saya berkata, "Ya, saya akan mencoba segalanya." Ketika saya berjalan melewati sermbi gereja dan melalui pintu ruang kudus utama, saya merasakan ada suara yang kecil berbicara seolah-olah dari dalam diriku yang mengatakan, "Pulanglah kamu. Perang telah berakhir, dan engkau akhirnya pulang . " Rasanya seperti paku yang telah menempel di punggung saya, menancap begitu lama, tiba-tiba saya dibebaskan saat melangkahkan kaki ke ruang kudus.

Dalam kelompok saya menemukan Yesus sebagai pribadi yang nyata, aktif, peduli. Selama beberapa minggu berikutnya, saya mengakui Yesus sebagai Juruselamat saya. Saya tidak mengundangNya masuk dalam hidup saya untuk menyelamatkan saya dari homoseksualitas secara khusus; bukan, saya tahu bahwa saya adalah pendosa dan bahwa saya memerlukanNya untuk menebus dosa-dosa saya dan saya membutuhkan kekuatan dariNya, bimbingan dan selalu cinta kepada saya. Saya secara bertahap menjadikanNya sebagai Tuhan dalam hidup saya - dan hidup saya mulai berbalik. Saya memutuskan untuk mengikuti prinsip-prinsip dan arahan dari Alkitab, yang begitu menarik.

Cinta dalam lingkaran doa bersifat nyata. Selama satu doa yang sangat berkuasa, saya mendengar kata-kata, dari dalam diriku, berbicara lembut tetapi dengan keyakinan:. "Homoseksualitas adalah salah, Jerry. Melakukan homoseksual itu salah, dan kondisinya bukanlah apa yang saya miliki untukmu. Ikuti Saya, Jerry, dalam hubungan yang erat, saya akan mengubah hidupmu. " Dan saya berkata, "Tuhan saya akan menjadikanMu sebagai gembala hidupku. Engkaulah manusia pertama yang pernah saya percayai yang tidak akan menyakiti saya. Jadi, saya akan mempersilahkanMu mencintaiku."

Sungguh luar biasa penyembuhan batin saya yang terluka. Akhirnya, saya mengundang sang sumber cinta masuk dalam hati saya, dan itu benar-benar jantan, kejantanan ilahi, bukan kesadisan dari generasi yang rusak. Akhirnya saya memiliki model seorang pria sejati untuk untuk menegaskan kejantanan saya yang unik.

Dengan keterbukaan hati saya terhadap cinta kejantanan dan keberanian baru dalam menghadapi hubungan dengan orang-orang yang pernah saya anggap sebagai musuh saya yakni pria-pria lainnya saya belajar untuk memaafkan. Saya datang untuk mengampuni orang-orang yang saya anggap telah berdosa terhadap saya atas penghinaan dan kepahitan saya. Saya berjanji untuk taat kepada Allah, tidak peduli apapun yang saya rasakan. Iman baru saya mengajarkan untuk mendapatkan keluar dari diri sendiri dan membangun hubungan yang sehat dengan laki-laki, perempuan, dan keluarga.

Saya pun mengejar mimpi dan tujuan saya serta berhenti memusatkan seluruh hidupku pada satu aspek yakni seksualitas. Saya menemukan penyembuhan yang luar biasa. Pikiran dan perasaan tentang diri dan identitas saya mulai berubah.

Pada satu titik, saya merenungkan kisah Abraham dan Ishak, dan fakta bahwa Abraham rela mengorbankan anaknya sendiri karena ketaatan. Saya sadar bahwa saya harus bersedia melakukannya sejauh itu, mengorbankan hubungan seks dan romantis, jika Allah memintanya. Pikiran untuk tidak pernah mencintai seseorang, baik pria maupun wanita, sepenuhnya seperti yang saya diinginkan ternyata sangat menyakitiku. Saya menangis. Tapi saya bertekad untuk melakukan seperti yang dilakukan Abraham dan mengorbankan keinginan terbesar saya. Dan seperti yang Ia lakukan dengan Abraham, Allah campur tangan dan menghargai keinginan saya untuk berkorban. Dia tahu maksud hati saya. Dan sebagai jawaban, dia mengisi hidup saya dengan sukacita. Menggantikan tahun kekacauan, kesedihan dan kedukaan saya , ia membawa sukacita ke dalam hidup dan hati saya.

Saya merasa sukacita dalam hubungan saya dengan Yesus menjadi pernyataan untuk kemudian berkata, "Kau tahu, jika Dia mencintai saya dan menerima saya, maka saya tidak punya alasan untuk takut pria lain, atau merasa terancam oleh laki-laki." Jadi saya bisa mulai mengambil risiko dan berada dalam hubungan dengan pria lain. Akhirnya, saya bisa membiarkan orang lain masuk ke dalam hati. Sebelumnya, saya telah membuat mereka keluar karena mereka menyakitkan. Tapi sekarang saya mulai berkata, "Mereka tidak bisa menyakiti saya karena hubungan saya dengan Yesus telah mengambil kekuasaan dari mereka. Mereka tidak memegang kunci untuk hidup saya. Saya tidak membutuhkan mereka untuk setuju. "

Menerima Saya sebagai Pria

Salah satu rintangan sulit dalam hal ini mengatasi keinginan saya untuk dikagumi dan diterima oleh orang-orang, terutama oleh saudara-saudara saya. Ketika saya diterima di perusahaan balet profesional pertama dan harus memimpin, saya berpikir, "Akhirnya saudara-saudara saya akan melihat betapa atletisnya saya sebagai penari. Tentu saya  tidak memiliki piala olahraga yang mereka miliki,  tapi apa yang saya capai adalah lebih baik. Saya seorang penari profesional - seorang atlet professional. Mereka akan memberitahu betapa hebatnya saya seperti dulu mereka diberitahu tentang prestasi mereka "

Tapi saudara-saudara laki-laki saya tidak menanggapinya sesuai dengan  cara yang saya ingin mereka lakukan, dan saya merasa patah hati. Saya sakit hati dan marah. Tapi saat saya berdoa, kedamaian melingkupiku saat menyadari, "Jerry, engkau membutuhkan persetujuan saudara-saudara lelakimu ' namun engkau tidak membutuhkannya. Kristus telah memberikan semua persetujuan yang engkau butuhkan."

Sejak hari itu, saya belajar bahwa saya bisa berperasaan sebaik dan seperti kaum pria, unik namun juga sama! Saya mulai menemukan, "Saya benar-benar seperti mereka, dan mereka benar-benar seperti saya." Perasaan mengasingkan diri dari pria mulai menjauh. Saya tidak lagi merasakan buah anggur yang asam atau tak terjangkau. Saya menjadi bebas.

Kelelakian dan Kejantanan Saya Bertumbuh

Dengan segera saya bertemu dengan beberapa teman kristiani baru yang memuridkan saya. Khususnya seorang pria yang sudah menikah bernama Michael yang dulunya juga seorang penari. Dia mengayomi saya sebagai sesama pria. Dia mengasihiku tanpa syarat. Dia membimbing saya sebagai seorang pria dan orang percaya. Saya mulai merasakan bahwa kebutuhan saya untuk persahabatan dan identitas pria yang sehat terpenuhi. Meskipun mengetahui sejarah, ketergantungan dan kewanita-wanitaan saya, ia tetap berhubungan dengan saya. Kepriaan dan kejantanan saya bertumbuh.

Tidak ada rasa malu mengakui homoseksualitas – seharusnya hal itu disambut!

Saat saya dibaptis dalam iman Kristen di mana saya merasa lebih disambut dan didukung untuk bertumbuh lebih lanjut ke arah heteroseksualitas. Ketika bangkit untuk dibaptis, saya berdiri di depan mikrofon dan berkata dengan berani, "Setan mencoba membohongi saya untuk menjadi homo, namun Yesus memanggil dan menyelamatkan saya," Orang-orang bangkit berdiri dan bertepuk tangan dengan sangat bergemuruh. Pengakuan itu keluar. Saya tidak lagi bersembunyi. Saya tidak malu mengakui masa lalu saya, dan saya ingin membagikan pesan untuk tidak malu mengakui masa lalu. Tidak ada rasa malu mengakui homoseksualitas – seharusnya hal itu disambut!

Lima tahun selama masa penyembuhan benar-benar menjadi berkat. Michael membantu saya memahami, dan Roh menegaskan, bahwa saya akan mencerminkan kejantanan unik yang Tuhan ingin saya ungkap, segi kejantanan unik yang diberikan Allah kepada saya. Saya tidak akan mengikuti atau menginginkan kejantanan orang lain dan tidak ada yang bisa membuat saya malu karena Allah telah memberikan kejantanan itu kepada saya.

Kemudian, saya pindah dan tinggal bersama dua teman sekamar yang tahu masa lalu saya, tapi itu tidak masalah bagi mereka - saya hanyalah salah satu dari mantan homo! Akhirnya, saya berada di tempat yang secara emosional saya bisa berhubungan dengan mereka sebagai sesama pria.

Berbagi kegembiraan.

Karena saya membagikan kisah saya, seseorang berkata kepada saya, “Apakah engkau telah bertemu Bob? Apakah engkau telah bertemu Joseph? Mereka telah mengakui homo juga. Saya berkata,”Wah, ada orang lain yang mengakui homo? Segera kami bertemu dan saling berbagi cerita. Kami merasa Tuhan ingin kita berbuat lebih banyak dengan membagi pengalaman kami. Kami tahu bahwa ada ratusan ribu pria dan wanita di luar sana yang percaya tidak ada harapan untuk berubah menjadi normal, yang akan menuju pada kebinasaan , yang hidup tertekan tanpa harapan. Apa yang Tuhan ingin agar kita lakukan tentang hal itu?

Jawabannya datang: Bukalah saluran telepon dan memulai suatu kelompok pendukung. Kami melakukannya pada tahun 1986, dan kemudian menjadi bagian dari Exodus International - Amerika Utara. Saya memperoleh gelar sarjana saya. Saya kemudian meneruskan ke sekolah pascasarjana dan mendapat gelas master dalam bidang konseling. Saya kemudian dipekerjakan di sebuah agen konseling profesional lokal, di mana saya dibimbing dan merasa sepenuhnya didukung oleh direkturnya. Saya kemudian pindah untuk bekerja penuh waktu di Prodigal Ministries (pelayanan si anak hilang).

Dalam “Pelayanan Si Anak Hilang”, saya memiliki seorang teman baru, seorang musisi yang mengundang saya untuk menata tarian dan menari dalam karyanya yang disebut sebagai "Penebusan." Saya merasa terhormat untuk melakukannya. Pasangan tari saya merupakan adiknya, Mia, yang juga merupakan seorang penari profesional.

Saya segera merasa tertarik pada Mia dalam cara yang berbeda dengan ketertarikan pada wanita sebelumnya. Kami mulai berkencan, tapi dia mengingatkan saya bahwa dia tidak tertarik menjalin hubungan karena dia baru saja putus secara buruk dari hubungan dengan seorang pria yang telah terjalin selama lima tahun. Tidak masalah dengan saya. Saya lebih dari senang untuk sedikit terlambat dengan menjadikannya sebagai teman terlebih dahulu, kemudian secara bertahap menjadikannya hubungan asmara nantinya. Dua tahun setelah kencan pertama kami, saya memintanya untuk menikah. Kami menikah enam bulan kemudian. Sekarang kami telah memiliki seorang putri yang cantik.

Saat ini saya berada pada titik di mana homoseksualitas tidak lagi menjadi pergumulan. Saya harus melalui banyak rintangan psikologis, spiritual dan emosional - untuk sampai ke titik menghadapi apapun godaannya. Saya merasa sangat puas dalam hidup saya. Saya tidak lagi ingin menjadi homoseks. Saya tidak lagi membutuhkannya. Hari ini, saya melihat laki-laki heteroseksual sebagai teman-teman saya, saudara-saudara saya dan rekan-rekan saya. Saya jatuh cinta kepada istri saya. Saya senang menjadi seorang suami dan ayah. Dan yang paling utama, saya mengasihi Bapa Surgawi yang mengulurkan tangan dan menunjukkan kepada anak yang hilang ini jalan pulang, dan kemudian menyambutnya dengan tangan terbuka.

- Jerry Armelli, 2000

Labels: , , ,

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home