Kesaksian Jerry Armelli : Pulanglah!
Diterjemahkan oleh Ong Po Han. Tidak sepenuhnya diterjemahkan satu kata per
satu kata dan sudah dibuat penyesuaian yang saya anggap perlu.
http://peoplecanchange.com/stories/jerry.php
Jerry
A. Armelli, M.Ed., adalah direktur dari kelompok mentor mantan gay dan AIDS yang dikenal sebagai Prodigal Ministries Inc., yang didirikan di Cincinnati,
Ohio, pada tahun 1986. Dia dan istrinya, Mia, menikah pada tahun 1994. Jerry
sering tampil di radio dan televisi, membagikan keyakinannya bahwa homoseksualitas dapat
disembuhkan.
Fabel (dongeng) Aesop
"Serigala dan Anggur" adalah perumpamaan yang sempurna tentang kehidupan awal dan perkembangan identitas jenis kelamin. Dalam fabel
tersebut, sang rubah terus mencoba untuk memetik buah anggur yang tergantung
menggoda di bagian atas pohon
anggur. Dia melompat dan terus melompat, namun dia tidak
bisa menjangkaunya. Akhirnya dia menyerah dan berkata
dengan jijik, "Ah, sepertinya anggurnya asam. Siapa lagi yang mau anggur yang asam? Untuk apa?"
Saya ingin menjadi salah satu dari mereka (orang-orang yang jantan).
Seperti itu tepatnya saya
dengan dunia laki-laki. Bagi saya, anggur dalam cerita itu mewakili ikatan,
penerimaan dan keterlibatan laki-laki. Anggur mewakili kejantanan
yang sangat kudambakan namun tidak pernah bisa memperolehnya.
Saya ingin menjadi salah satu dari orang-orang itu, termasuk golongan mereka, memiliki kualitas mereka,
karakteristik mereka, tubuh mereka. Kekagumanku berubah menjadi iri hati,
dan saya mendambakan apa yang saya anggap mereka miliki tapi saya tidak punya yaitu kejantanan.
Ketika
tidak bisa mendapatkannya, saya menjadi marah dan kesal. Saya berkata, "Ah, mereka hanyalah anak
laki-laki dungu. Permainan-permainan
mereka bodoh. Mereka terpisah sendiri. Yang mereka tahu hanyalah tentang
olahraga – betapa dangkalnya. Mereka tidak menghendaki hubungan. Mereka hanyalah sekelompok orang
dungu. Saya benci mereka. "Anggur kejantanan rasanya masam”, saya berkata pada diri sendiri. Saya menolak mereka walau mendambakannya. Kedua
perasaan ini saling bertentangan dengan hebat. Membicarakannya
akan membingungkan.
Homoseksualitas bukanlah masalah
dengan lawan jenis. Ini adalah masalah
dengan kaum sejenis.
Lihatlah, homoseksualitas
bukanlah masalah dengan lawan jenis. Ini masalah dengan kaum sejenis. Itu hal
penting pertama yang harus
dipahami. Upaya untuk mengubah homoseksualitas pada dekade sebelumnya sering gagal karena mereka
fokus pada hal yang salah - hubungan laki-laki dengan wanita. Padahal itu bukanlah langkah penyembuhan
awal.
Dikotomi antara cinta-benci,
takut-iri ini berlangsung selama
pertumbuhan saya. Para pria memiliki efek
yang sangat menakutkan pada saya. Mereka semua tampak atletis, dengan bangun tubuh yang indah dan kekar, yang membuatnya mudah berhubungan satu dengan lain. Saya jauh lebih kecil
dan bertubuh lebih ringan. Olahraga tidak menarik bagi saya. Saya tidak ingin bersaing atau
agresif. Saya orangnya ramah dan suka
bergaul. Saya seorang pembawa damai. Saya bersifat sosial dan memiliki kepekaan terhadap
perasaan orang lain.
Saya terjun ke bidang teater
dan tari. Ayah, saudara
laki-laki dan rekan-rekan saya tidak tahu bagaimana
berhubungan dengan itu, jadi sekali lagi saya tahu saya berbeda dengan anak
laki-laki lainnya. Saya digoda dan diejek karena saya berbeda - cara berjalan, berbicara, tertawa atau hal-hal lain yang saya
lakukan, seperti lompat tali. Saya sering menerima tatapan mengejek dari anak
laki-laki yang mengatakan saya malu-maluin. Saya melihat tatapan-tatapan itu dan berpikir mereka sedang mengatakan,"Kamu memalukan kaum pria." Saya
merasa tidak masuk hitungan. Dari apa saya "terbuat " tidak bisa diterima kaum pria. Saya
menyimpulkan, laki-laki sejati
memiliki tubuh yang lebih besar dan melakukan hal-hal seperti sepak
bola, gulat, berkelahi.... dan saya tidak seperti itu – jadi pasti ada yang salah
dengan saya.
Namun apa itu? Apa yang
salah denganku sehingga mereka tidak menyukai saya dan saya tidak bisa seperti mereka?
Ketika mereka tidak bisa menerima saya, saya menolak mereka untuk melindungi
diri saya sendiri. ("Buah
anggur kan asam pula") Psikolog menyebut pembelaan diri ini untuk menghilangkan
sumber sakit guna melindungi diri sendiri. Jika sang sumber cinta dipandang menyakitkan, engkau akan
berkata, “Saya tidak akan membiarkan engkau mencintaiku lagi, dan saya tidak akan
mencintaimu.” Saya melakukan hal ini secara umum kepada para pria. Saya menutup diri
terhadap mereka untuk melindungi diri. Saya berkata, “Engkau sangat
menyakitkan saya. Saya hanya akan menutup hubungan dengan semua pria. Mereka
menyakiti saya terlalu banyak dan saya benci dengan kekurangan dan rasa takut yang saya hadapi saat berada di
sekitarmu.
Alih-alih
memenuhi tantangan ini, dan berjuang untuk mendapatkan tempat di
lingkaran para pria, saya cenderung menghindari kegiatan apapun atau tantangan yang disebabkan oleh perasaan kekurangan, menjadi
berbeda, menjadi "kurang dibanding orang lain." Saya akan mencoba dan
menghindari kegiatan yang berhubungan dengan dunia kaum pejantan. Dalam dunia
teater, saya merasa nyaman. Tidak ada olahragawan di sana. Orang-orang di sini peka dan
tertarik untuk menjalin hubungan dan meneguhkan
karunia dan talenta saya dan tidak menolaknya.
Semakin jauh saya menjauhi laki-laki
untuk menghindari perasaan minder
dan penolakan, semakin saya tertarik ke arah perempuan.
Gadis-gadis itu aman dan tidak mengancam. Mereka tidak mengharapkan saya untuk
menjadi kekar dan agresif. Bahkan mereka menyukai saya karena menjadi bersifat sosial
dan teratur, bermain lompat tali dan rumah-rumahan dengan mereka sehingga saya bisa bermain sebagai ayah. Bersama para cewek
tidak memunculkan semua perasaan tidak mampu , rasa
takut dan ancaman. Hal itu sangat aman.
Semakin banyak waktu yang saya habiskan bersama teman-teman perempuan pada periode perkembangan kepribadian,
semakin saya bertindak seperti mereka.
Semakin
banyak waktu yang saya habiskan bersama teman-teman perempuan pada periode perkembangan
kepribadian, semakin saya bertindak seperti mereka.
Saya
menjadi semakin feminim. Hal ini tentu saja hanya membuat saya makin berbeda dari anak
laki-laki dan menyebabkan mereka semakin menolak. Saya dipanggil banci, homo dan
aneh. Jurang yang memisahkan saya dari mereka semakin bertambah lebar dan saya semakin membenci mereka.
Sekarang mereka menyakiti saya dengan lebih terang-terangan.
Kemarahan saya semakin mencuat.
Tidak lagi mencoba untuk memperbaikinya, saya menggunakan kewanita-wanitaan untuk memberontak melawan musuh saya
yakni para teman pria. Saya
menggunakannya sebagai senjata untuk mengejek kejantanan mereka dan
mencoba membuat mereka merasa tidak nyaman. Saya menggunakannya untuk menjatuhkan mereka
dan mencoba untuk menyakiti mereka, karena saya menganggap mereka sedang menyakiti
saya.
Kemudian,
sebagai orang dewasa, saya melihat kepahitan ini malah disambut meriah dalam
kalangan gay yakni ejekan bagi pria, kebencian dan
penghinaan terhadap pria. Saya melihatnya pada parade gay yang tampak kewanita-wanitaan
dan vulgar. Saya percaya,
kekasaran mereka adalah cara untuk menunjukkan
kemarahan mereka terhadap masyarakat kuno. Mereka berkata, "Saya tidak perlu kejantananmu. Bau. Bodoh. Engkau menolak
saya dan sekarang saya akan menolakmu dan kejantananmu." Sakit hati mendalam ini
bahkan dapat menyebabkan menjadi
banci (percaya engkau seorang wanita yang terperangkap dalam tubuh
pria). Tetapi bahkan dalam ejekan terang-terangan mereka terhadap kelelakian,
banyak pria gay yang masih terjebak dalam dikotomi cinta-benci,
mereka tidak merasa mereka memiliki sekaligus takut pada waktu yang sama.
Daya Tarik Lawan Jenis
Saya
dapat mengenalinya. Selagi bertumbuh, saya merasa begitu berbeda dari laki-laki lain yang mulai menonjolkan diri di depan lawan jenis. Laki-laki
tidak saya kenal. Sebuah misteri. Saya bertanya-tanya,
siapa mereka? Tentang apa sih
mereka? Saya tidak memahami mereka. Apa yang mereka
rasakan? Tanda tanya, daya tarik dan keingintahuan
tentang apa yang laki-laki biasanya alami terhadap perempuan terutama selama masa remaja dan dewasa muda, dan sebaliknya perempuan
terhadap laki-laki, apa
dorongan yang menimbulkan minat seksual mereka satu sama lain.
Ketertarikan lawan jenis. Tapi hubungan saya terputus dari teman-teman pria karena menimbulkan
tanda tanya. Hal ini terjadi sebelum masa akil balik. Memasuki akil balik, perasaan ini dengan
mudah berubah menjadi perasaan terangsang.
Tempat Penerimaan?
Saat berusia 11 tahun, seorang anak
laki-laki yang saya kagumi dan hormati melecehkan saya secara seksual. Dia menjadi anggota dari
kelompok anak-anak yang saya kagumi sekaligus saya benci. Saya mengaguminya kemampuan fisiknya, ia memiliki piala
di bidang olahraga, ia memiliki status sebagai orang kaya, dan ia memiliki teman
laki-laki yang saya tidak punya. Saya benar-benar ingin berteman dengan dia
dengan cara yang sama anak-anak laki-laki berteman satu sama lain, tapi kami tidak pernah
memiliki hubungan nyata
seperti itu.
Saya
sampai pada kesimpulan, "Ah! Ini adalah tempat penerimaan. Ini adalah
tempat di mana saya merasa cukup, baik, dan
dicintai." Ini adalah masa pra-pubertas saya,
dan itu begitu kuat. Hal ini telah
berlangsung selama beberapa tahun. Tidak terpaksa tapi menggoda.
Saya terjerat pada perilaku
seperti itu. Hubungan seksual menambah kebingungan
saya. Seks dengan pria membuat saya merasa berkurang sebagai pria normal, karena saya tahu orang-orang
yang normal tidak melakukan hal ini! Namun saya merasa dekat dengan laki-laki
lain untuk pertama kalinya dan merasa benar. Saya ingin seks; kami berdua
menginginkannya. Tapi saat
kami tidak "melakukannya," saya mengenyahkannya.
Saya tidak pernah memikirkannya. Saya tidak pernah melihatnya dan tidak berteman dengan dia di lain
waktu. Tidak ada yang pernah tahu itu terjadi. Itu rahasia kami. Akhirnya,
setelah beberapa tahun, saya cukup kuat untuk keluar dari hubungan itu dengan menghilangkan diri darinya.
Saya
telah belajar adanya kaitan erat
antara homoseksualitas dan pengalaman seksual dini
dengan laki-laki yang lebih tua. Sekarang saya mengerti bahwa hati saya
memiliki kebutuhan emosi
terhadap sejenis. Sebenarnya ini kebutuhan sah untuk ikatan sesama lelaki dan
penegasan bahwa semua anak laki-laki mengalaminya. Contoh paling baik diperlihatkan dalam tahap "gadis binal" yang dilalui oleh siswa sekolah dasar, di mana anak perempuan berkutu dan anak
laki-laki pendiam. Itu adalah masa perkembangan diri yang penting karena membangun identitas diri "kita" (laki-laki)
dan "mereka" (perempuan). Saya kehilangan tahap itu dalam perkembangan saya.
Setelah
SMA, saya bergabung dengan sebuah perusahaan tari dan dilatih untuk menjadi seorang penari
balet profesional. Ironisnya, hal ini sangat menegaskan status kejantanan saya
karena latihan fisik untuk
menari yang ketat dan peran yang jelas dari kaum laki-laki dan
perempuan dalam tarian. Untuk menampilkan kekuatan maskulin dan dinamika
laki-laki-perempuan melalui tarian sangat kuat dan menegaskan.
"Apakah kamu homoseks?"
Saat berusia 23 tahun, saya
berada di sebuah pertunjukan dan seorang laki-laki di acara itu memberi banyak perhatian kepadaku. Hal itu membuat saya
merasa gembira. Kemudian seorang temannya menghampiri saya dan berkata,
"Jerry, Joe seorang gay dan dia menyukaimu. Apakah engkau gay?" Terjadilah jeda panjang
dan saya ingat mengatakan, "Saya tidak tahu."
Saya tidak pernah menamakan diri sebagai seorang homoseksual.
Saya
tidak tahu! Untuk pertama kalinya saya membiarkan ide keluar dari alam bawah sadar
saya bahwa saya mungkin homoseksual. Percaya atau tidak, dalam semua
kebingungan dan seluruh hubungan seksual jangka panjang saya dengan pria, saya tidak
pernah secara sadar menyebut
saya homoseksual. Saya tahu saya berbeda, tapi saya
tidak menyebut diri sendiri "gay." Mengapa begitu, saya tidak tahu.
Segera
saya berangkat dari dua
pertanyaan. Yang pertama adalah untuk mengetahui apakah
saya benar-benar homoseksual, atau hanya sedang melalui sebuah tahapan. Saya pikir, pertama-tama,
saya akan lebih baik mencari tahu apa yang sedang terjadi dalam diri
saya, sebelum saya melakukan sesuatu yang akan saya sesali seumur
hidup. Saya menemui seorang psikolog, seorang wanita Yahudi, dan saya hanya berbicara. Pada dasarnya saya mengakui pada diri sendiri. Saya akan berbicara, dan dalam seluruh proses,
kesimpulannya tampaknya jelas: "Saya homoseksual" Dia tidak mengucapkan
bahwa saya seorang homoseksual. Saya sampai pada kesimpulan itu saat saya sampaikan ke orang
lain tentang hubungan seksual saya yang panjang dengan pria yang lebih tua dan
perasaan-perasaan saya tentang hal itu.
Saya
pasrah bahwa saya bukan hanya bingung tapi saya benar-benar seorang homoseksual. Sangat menyedihkan kalau berpikir
bahwa saya tidak akan pernah menikah atau memiliki anak. Setelah menyebut diri
sebagai seorang homoseksual, saya menetapkan pertanyaan yang kedua yaitu mencari
tahu apa yang Tuhan ingin saya lakukan tentang hal itu. Saya berkata,
"Tuhan, jika Engkau mengatakan itu OK untuk menjadi "gay", saya akan melakukannya.
Jika tidak, saya tidak akan
melakukannya." Sesederhana itu. Hitam
atau putih.
Saya
dibesarkan sebagai penganut
agama Katolik Roma. Saya pergi ke sekolah Katolik dan
sebuah perguruan tinggi Katolik. Orang tua saya membesarkan saya dengan moral yang
sangat baik dan nilai-nilai tersebut
telah merasuk dan hal itu penting bagi saya. Saya harus tahu bahwa
jalan hidup yang saya pilih itu diterima Allah.
Saya mengaku ke salah
satu teman saya yang gay, dan dia mengajak saya ke bar gay pertama saya dan pesta gay pertama
saya. Menakutkan tapi menarik. Saya mulai berkencan dengan pria. Saya
mengunjungi kumpulan-kumpulan
gay dan berpartisipasi dalam kegiatan mereka, sambil
melanjutkan pencarian saya untuk mengetahui apa yang Tuhan ingin saya kerjakan dengan
homoseksualitas saya. Saya melakukan
pencarian spiritual sekaligus seksual,
emosional atau sosial. Saya ingin menghadapi mereka, saat itu juga, sebelum saya terlibat
secara seksual dengan siapa pun.
Saya
akan bertanya kepada gay dan lesbian : "Apa yang
engkau pikirkan bila tubuh kita tidak benar-benar pergi ke arah yang sama. " Mereka tidak ingin berbicara tentang hal itu. "Bagaimana
dengan Alkitab? Alkitab berbicara tentang hubungan suami dan istri tapi tidak berbicara tentang hubungan suami dengan suami." Mereka tidak ingin berbicara tentang hal itu. Saya
tidak mengerti standar moralitas ganda ini yang mengatakan kesucian dan
monogami baik untuk hubungan heteroseksual tapi promiskuitas (punya banyak pasangan) baik untuk
kaum homoseksual. Dan itulah yang saya lihat di dunia gay. Mereka akan
berbicara tentang cinta , monogami dan kesetiaan, tapi itu tidak terjadi sama sekali dari apa
yang saya lihat di lingkungan
gay.
Dalam
lingkungan gay, saya melihat banyak penghianatan, gosip dan kepahitan. Saya melihat
orang-orang bertingkah seperti perempuan, dan perempuan bertingkah seperti
laki-laki, dan meskipun saya kewanita-wanitaan hal seperti itu tidak tepat. Saya melihat
banyak kebohongan, penipuan dan penolakan. Saya melihat gangguan kepribadian dan
komunikasi. Mereka berpura-pura
hal itu tidak terjadi, sepertinya segala sesuatu hebat dan mereka
lebih sehat dan lebih bahagia karena mereka "gay."
Saya mengatakan
kepada diri saya sendiri, "Begitu banyak hal yang salah di sini.
Mungkinkah hal-hal ini baik-baik saja dengan Allah?" Hal-hal tersebut mencolok saya. Saya
merasa seperti ketika saya masuk, saya diberikan
hadiah kecil yang cantik dalam kotak yang mengatakan,
semuanya dijaga untukmu. Saya hanya berbicara seperti ini. Engkau hanya perlu melakukan
hal-hal seperti ini. Engkau
mengunjungi tempat-tempat ini. Engkau tidur dengan pria-pria ini.
Saya agak berani, karena saya tidak akan menerima paket yang ditawarkan komunitas
gay. Saya berpikir, "Jika hal ini sangat benar, jika engkau percaya hal ini begitu
benar, jika memang berlaku demikian, lalu mengapa kita tidak bisa membicarakan hal ini dengan jujur secara menyeluruh?"
Keanehan
bahkan di kalangan gay
Dari sisi saya, saya tidak
menyangkal hal-hal seperi ini. Dan saya menghargai
orang tua saya untuk moral dan nilai-nilai yang mereka tanamkan dalam
diri saya. Saya tidak tidur dengan siapa saja dalam menjalani seluruh
proses ini - yang membuat saya terlihat aneh bahkan di kalangan gay. Bahkan, saya
diberitahu oleh seorang "gay", "Jangan datang ke sini kalau engkau tidak
akan mau ‘mengeluarkan
semuanya’". Meskipun dalam masa hubungan seksual saya di masa remaja ,
saya telah memutuskan bahwa saya tidak akan tidur dengan pria kecuali kami saling mencintai,
atau kita membuat komitmen permanen satu sama lain, seperti pernikahan. Mereka
hanya tidak bisa memahaminya.
Saya kira karena dengan hidup selibat
(tanpa sex), keinginan seksual saya tidak terhalang oleh pencarian
spiritual dan membingungkan hati dan pikiran saya. Saya bisa melihat budaya "gay"
lebih jelas seperti apa. Dan saya tidak suka melihatnya.
Selanjutnya saya mencari
jawaban dari Dignity, kelompok Katolik pro-gay yang melayani pria dan wanita yang menjadi gay.
Tapi saya menemukan pesan Dignity
itu bukan tentang kemurnian, hidup selibat, maupun
tentang iman dan hubungan dengan Tuhan. Itu bahkan bukan tentang agama Katolik. Bagi saya, hal itu
hanya tampak seperti sebuah bar "gay", hanya tanpa alkohol. Mengerikan. Saya
merasa lebih buruk setelah pergi ke sana daripada saat saya di bar "gay".
Mencari
jawaban dari orang lain malah
sama-sama membingungkan. Beberapa orang normal mengatakan
padaku, "Tidak apa-apa untuk menjadi gay." Itu bukan masalah besar.
" Orang lainnya lagi
mengatakan, "Itu salah, saya tidak
mengerti, tapi itu salah." Adapun orang-orang beragama, juga, beberapa
mengatakan tidak apa-apa, ada juga yang mengatakan itu tidak boleh. Psikolog berkata tidak masalah,
hanya harus jujur pada diri sendiri. Dan tentu saja "gay" mengatakan
padaku itu baik-baik saja. Tapi ada sesuatu dalam diri saya yang mengatakan itu
tidak baik dan saya masih belum menemukan jawaban dari Allah.
Saya
jatuh ke dalam depresi yang mendalam. Saya berpikir, "Saya homoseksual dan
akan menjadi 'gay' seperti itu? Saya tidak ingin kehidupan seperti itu! Itu bukan untuk saya.
Tidak ada kehidupan di dalamnya." Saya ingin membalikkan waktu - seperti saya
tidak pernah "mengakui
ke-gay-an saya," tapi saya tidak bisa. Hal itu sudah terjadi dan saya
tidak pernah bisa kembali. Saya merasa putus asa. Saya pikir tidak peduli apa
yang saya lakukan, saya tidak akan pernah bahagia. Dan kemudian pikiran mulai
datang ke kepala saya. "Bunuhlah dirimu. Jika
engkau kembali ke dalam dirimu, engkau tidak akan menjadi bahagia atau jika engkau menjadi 'gay,'
engkau juga tidak akan pernah bahagia. Bunuhlah dirimu"
Titik balik : “Pulanglah"
Saya
ingat suatu kali saya berdiri di kamar mandi merasa depresi. Saya
merasa diriku seperti mau
pingsan. Saya pikir saya akan mengalami gangguan kejiawaan. Namun tiba-tiba saya
merasa tangan –tangan spiritual adikodrati
yang besar berada di belakang punggung dan kemudian mengangkat
saya berdiri. Saya merasakan gelombang kekuatan yang berbisik, "Teruskan" Saya
langsung mengenali bahwa itu adalah campur
tangan Tuhan, memberikan saya kekuatanNya untuk
bersandar ketika saya tidak bisa melakukannya sendiri lagi.
"Pulanglah. Perang
telah berakhir, dan engkau akhirnya
pulang."
Jadi
saya meneruskan pencarian saya. Saya berbicara dengan pendeta di sekolah SMA saya,
dan dia mengundang saya untuk hadir mengikuti sebuah kelompok doa Katolik karismatik. Saya
berkata, "Ya, saya akan mencoba segalanya." Ketika saya berjalan melewati sermbi gereja dan melalui pintu ruang kudus utama,
saya merasakan ada suara yang kecil berbicara seolah-olah dari dalam diriku yang mengatakan,
"Pulanglah kamu. Perang telah berakhir, dan engkau akhirnya pulang . " Rasanya seperti
paku yang telah menempel di punggung saya, menancap begitu lama,
tiba-tiba saya dibebaskan saat melangkahkan kaki ke ruang kudus.
Dalam kelompok saya menemukan Yesus
sebagai pribadi yang nyata, aktif, peduli. Selama beberapa minggu berikutnya, saya mengakui Yesus sebagai Juruselamat
saya. Saya tidak mengundangNya masuk dalam hidup saya untuk menyelamatkan saya dari homoseksualitas
secara khusus; bukan, saya tahu bahwa saya adalah pendosa dan bahwa saya memerlukanNya
untuk menebus dosa-dosa saya dan saya membutuhkan kekuatan dariNya, bimbingan dan selalu cinta kepada saya. Saya secara bertahap menjadikanNya sebagai Tuhan dalam hidup saya - dan
hidup saya mulai berbalik. Saya memutuskan untuk mengikuti prinsip-prinsip dan arahan dari
Alkitab, yang begitu menarik.
Cinta
dalam lingkaran doa bersifat nyata. Selama satu doa yang sangat berkuasa, saya mendengar
kata-kata, dari dalam diriku, berbicara lembut tetapi dengan keyakinan:.
"Homoseksualitas adalah salah, Jerry. Melakukan
homoseksual itu salah, dan kondisinya bukanlah apa yang saya
miliki untukmu. Ikuti Saya, Jerry, dalam hubungan yang erat, saya akan mengubah hidupmu. " Dan saya
berkata, "Tuhan saya akan menjadikanMu sebagai gembala hidupku. Engkaulah manusia pertama
yang pernah saya percayai
yang tidak akan menyakiti saya. Jadi, saya akan mempersilahkanMu
mencintaiku."
Sungguh luar biasa penyembuhan
batin saya yang terluka. Akhirnya, saya mengundang sang sumber cinta masuk dalam hati saya, dan
itu benar-benar jantan, kejantanan ilahi, bukan kesadisan
dari generasi yang rusak. Akhirnya saya memiliki model seorang
pria sejati untuk untuk menegaskan kejantanan saya yang unik.
Dengan
keterbukaan hati saya terhadap
cinta kejantanan dan keberanian baru dalam menghadapi
hubungan dengan orang-orang yang pernah saya anggap sebagai musuh saya yakni pria-pria lainnya saya belajar untuk
memaafkan. Saya datang untuk mengampuni orang-orang yang saya anggap telah
berdosa terhadap saya atas
penghinaan dan kepahitan saya. Saya berjanji untuk
taat kepada Allah, tidak peduli apapun yang saya rasakan. Iman baru saya mengajarkan
untuk mendapatkan keluar dari diri
sendiri dan membangun hubungan yang sehat dengan
laki-laki, perempuan, dan keluarga.
Saya pun mengejar
mimpi dan tujuan saya serta berhenti memusatkan
seluruh hidupku pada satu aspek yakni seksualitas. Saya
menemukan penyembuhan yang luar biasa. Pikiran dan perasaan tentang diri dan identitas
saya mulai berubah.
Pada
satu titik, saya merenungkan kisah Abraham dan Ishak, dan fakta bahwa Abraham
rela mengorbankan anaknya sendiri karena ketaatan. Saya sadar bahwa saya harus
bersedia melakukannya sejauh itu, mengorbankan hubungan seks dan romantis, jika Allah memintanya. Pikiran untuk tidak pernah
mencintai seseorang, baik pria maupun wanita, sepenuhnya seperti yang saya
diinginkan ternyata sangat menyakitiku. Saya menangis. Tapi saya bertekad untuk melakukan seperti yang
dilakukan Abraham dan mengorbankan keinginan terbesar saya. Dan seperti yang Ia
lakukan dengan Abraham, Allah campur tangan dan menghargai keinginan saya
untuk berkorban. Dia tahu maksud hati saya. Dan sebagai jawaban, dia
mengisi hidup saya dengan sukacita. Menggantikan tahun kekacauan, kesedihan dan kedukaan saya , ia
membawa sukacita ke dalam hidup dan hati saya.
Saya merasa sukacita dalam
hubungan saya dengan Yesus menjadi pernyataan untuk kemudian berkata, "Kau tahu,
jika Dia mencintai saya dan menerima saya, maka saya tidak punya alasan
untuk takut pria lain, atau merasa terancam oleh laki-laki." Jadi saya bisa mulai
mengambil risiko dan berada dalam hubungan dengan pria lain. Akhirnya, saya
bisa membiarkan orang lain masuk
ke dalam hati. Sebelumnya, saya telah membuat mereka
keluar karena mereka menyakitkan. Tapi sekarang saya mulai berkata, "Mereka tidak bisa menyakiti saya karena
hubungan saya dengan Yesus telah mengambil kekuasaan dari mereka. Mereka tidak
memegang kunci untuk hidup saya. Saya tidak membutuhkan mereka untuk setuju. "
Menerima Saya sebagai Pria
Salah
satu rintangan sulit dalam hal ini mengatasi keinginan saya untuk dikagumi dan diterima oleh orang-orang,
terutama oleh saudara-saudara saya. Ketika saya diterima di perusahaan balet
profesional pertama dan harus
memimpin, saya berpikir, "Akhirnya saudara-saudara
saya akan melihat betapa atletisnya saya sebagai penari. Tentu saya tidak memiliki piala olahraga
yang mereka miliki, tapi apa yang saya
capai adalah lebih baik. Saya seorang penari profesional - seorang atlet professional. Mereka akan memberitahu
betapa hebatnya saya seperti dulu mereka diberitahu tentang prestasi mereka "
Tapi
saudara-saudara laki-laki saya tidak menanggapinya sesuai dengan cara yang saya ingin mereka lakukan, dan saya merasa patah hati.
Saya sakit hati dan marah. Tapi saat saya berdoa, kedamaian melingkupiku saat menyadari,
"Jerry, engkau
membutuhkan persetujuan saudara-saudara lelakimu ' namun engkau tidak
membutuhkannya. Kristus telah memberikan semua persetujuan yang engkau butuhkan."
Sejak
hari itu, saya belajar bahwa saya bisa berperasaan sebaik dan seperti kaum pria, unik
namun juga sama! Saya mulai menemukan, "Saya benar-benar
seperti mereka, dan mereka benar-benar seperti saya." Perasaan mengasingkan diri dari pria mulai menjauh. Saya tidak
lagi merasakan buah anggur yang asam atau tak terjangkau. Saya
menjadi bebas.
Kelelakian dan Kejantanan Saya Bertumbuh
Dengan segera saya bertemu
dengan beberapa teman kristiani
baru yang memuridkan saya. Khususnya seorang pria
yang sudah menikah bernama Michael yang dulunya juga seorang penari. Dia mengayomi saya sebagai
sesama pria. Dia mengasihiku
tanpa syarat. Dia membimbing saya sebagai seorang pria dan orang percaya. Saya
mulai merasakan bahwa kebutuhan saya untuk persahabatan dan identitas pria yang sehat
terpenuhi. Meskipun mengetahui
sejarah, ketergantungan dan kewanita-wanitaan saya, ia tetap berhubungan dengan
saya. Kepriaan dan kejantanan
saya bertumbuh.
Tidak ada rasa malu mengakui homoseksualitas – seharusnya hal itu
disambut!
Saat saya dibaptis dalam
iman Kristen di mana saya merasa lebih disambut dan didukung untuk bertumbuh lebih lanjut ke arah heteroseksualitas.
Ketika bangkit untuk dibaptis, saya berdiri di depan mikrofon dan berkata dengan
berani, "Setan mencoba membohongi
saya untuk menjadi homo, namun Yesus memanggil dan menyelamatkan
saya," Orang-orang bangkit berdiri dan bertepuk tangan dengan sangat bergemuruh.
Pengakuan itu keluar. Saya tidak lagi bersembunyi. Saya tidak malu mengakui masa lalu saya, dan saya ingin membagikan pesan untuk tidak malu mengakui masa lalu. Tidak ada rasa malu mengakui homoseksualitas – seharusnya hal itu disambut!
Lima
tahun selama masa penyembuhan
benar-benar menjadi berkat. Michael membantu saya
memahami, dan Roh menegaskan, bahwa saya akan mencerminkan kejantanan unik yang Tuhan
ingin saya ungkap, segi kejantanan unik yang diberikan Allah kepada saya.
Saya tidak akan mengikuti atau menginginkan kejantanan orang lain dan tidak ada yang bisa membuat saya malu karena
Allah telah memberikan kejantanan
itu kepada saya.
Kemudian,
saya pindah dan tinggal bersama dua teman sekamar yang tahu masa lalu saya, tapi itu tidak
masalah bagi mereka - saya hanyalah salah satu dari mantan homo!
Akhirnya, saya berada di tempat yang secara emosional saya bisa berhubungan dengan
mereka sebagai sesama pria.
Berbagi kegembiraan.
Karena saya membagikan kisah saya,
seseorang berkata kepada saya, “Apakah engkau telah bertemu Bob? Apakah engkau telah bertemu Joseph? Mereka telah
mengakui homo juga. Saya berkata,”Wah, ada orang lain yang mengakui homo?
Segera kami bertemu dan saling
berbagi cerita. Kami merasa Tuhan ingin kita berbuat
lebih banyak dengan membagi pengalaman kami. Kami tahu bahwa ada ratusan ribu pria dan wanita di
luar sana yang percaya tidak ada harapan untuk berubah menjadi normal,
yang akan menuju pada
kebinasaan , yang hidup tertekan tanpa harapan.
Apa yang Tuhan ingin agar kita lakukan tentang hal itu?
Jawabannya
datang: Bukalah saluran telepon dan memulai suatu kelompok pendukung. Kami melakukannya pada tahun 1986, dan kemudian menjadi bagian dari Exodus
International - Amerika Utara. Saya memperoleh gelar sarjana saya. Saya kemudian meneruskan ke sekolah pascasarjana dan mendapat gelas master dalam bidang konseling.
Saya kemudian dipekerjakan di sebuah agen konseling profesional lokal, di mana
saya dibimbing dan merasa sepenuhnya
didukung oleh direkturnya. Saya kemudian pindah
untuk bekerja penuh waktu di Prodigal Ministries (pelayanan si anak hilang).
Dalam “Pelayanan Si Anak Hilang”, saya memiliki
seorang teman baru, seorang musisi yang mengundang saya
untuk menata tarian dan menari dalam karyanya
yang disebut sebagai "Penebusan." Saya merasa
terhormat untuk melakukannya. Pasangan tari saya merupakan adiknya, Mia, yang juga merupakan seorang
penari profesional.
Saya
segera merasa tertarik pada Mia dalam cara yang berbeda
dengan ketertarikan pada wanita sebelumnya. Kami mulai
berkencan, tapi dia mengingatkan
saya bahwa dia tidak tertarik menjalin hubungan karena
dia baru saja putus secara
buruk dari hubungan dengan seorang pria yang telah terjalin selama lima tahun. Tidak masalah dengan saya. Saya lebih dari senang untuk sedikit terlambat dengan menjadikannya sebagai
teman terlebih dahulu, kemudian secara
bertahap menjadikannya hubungan asmara nantinya. Dua tahun
setelah kencan pertama kami, saya memintanya untuk menikah. Kami menikah enam
bulan kemudian. Sekarang kami
telah memiliki seorang putri yang cantik.
Saat ini saya berada pada titik
di mana homoseksualitas tidak lagi menjadi pergumulan. Saya harus melalui banyak rintangan psikologis,
spiritual dan emosional - untuk sampai ke titik menghadapi apapun godaannya. Saya merasa sangat puas
dalam hidup saya. Saya tidak lagi ingin menjadi homoseks. Saya tidak lagi membutuhkannya.
Hari ini, saya melihat laki-laki heteroseksual sebagai teman-teman saya, saudara-saudara
saya dan rekan-rekan saya. Saya jatuh cinta kepada istri saya. Saya senang menjadi seorang
suami dan ayah. Dan yang
paling utama, saya mengasihi Bapa Surgawi
yang mengulurkan tangan dan menunjukkan kepada anak yang hilang ini jalan pulang, dan kemudian
menyambutnya dengan tangan terbuka.
-
Jerry Armelli, 2000
Labels: gay, homoseks, kesaksian, pertobatan
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home