Kesaksian Richard Cohen : Menjadi Normal Kembali
Diterjemahkan oleh Ong Po
Han. Tidak sepenuhnya diterjemahkan satu kata per satu kata dan sudah dibuat
penyesuaian yang saya anggap perlu. Kalau ada kesalahan terjemah atau tidak
dimengerti, mohon dimaafkan.
http://ex-gaytruth.com/wp-content/uploads/2010/02/richard-cohen.pdf
http://ex-gaytruth.com/wp-content/uploads/2010/02/richard-cohen.pdf
Dikutip dari buku,
"Coming Out Straight” : Memahami dan Menyembuhkan Homoseksualitas";
oleh Richard Cohen, M.A.
"Dikatakan di mana
luka seorang pria berada, di sanalah kegeniusannya akan berada. Di mana pun luka muncul dalam jiwa kita (mungkin dari
ayah yang pencandu alkohol, ibu yang
memalukan, bapak yang memalukan, ibu yang melenyehkan,
apakah itu berasal dari ketertutupan, kecacatan, atau penyakit , justru dari tempat itulah kami akan membagikan hadiah utama
kami kepada masyarakat. "
Di
masa kecil dan remaja, saya ingat ayah sedang berteriak kepada kami dan ibu menempel pada saya. Saya berjarak cukup
jauh dari ayah dan terlalu dekat
dengan ibu. Saat saya berusia lima tahun, seorang teman keluarga datang dan tinggal
bersama kami. Saya
mempercayainya. Dia merebut hati saya namun kemudian dia melecehkan saya secara
seksual. Saya juga seorang
yang sangat peka. Kejadian ini sangat membekas dan
saya sulit melupakannya. Saya lebih
menyukai seni, sedangkan ayah dan kakak saya lebih suka olah raga.
Ayah dengan emosional memukul
kakak saya,Neal, yang kemudian gantian memukuli saya. Hal inilah yang menjadi salah penyebab
saya menyukai seks sejenis.
Saya
mencari perlindungan dalam pelukan pria. Saya punya beberapa pacar di perguruan
tinggi, dan kemudian seorang
kekasih selama tiga tahun. Namun, itu tidak cukup. Saya
ingin menikah dan memiliki keluarga. Saya punya pengalaman pertobatan yang
membantu saya meninggalkan gaya hidup homoseks. Akhirnya, saya bertemu Jae Sook
dan ia menjadi istri saya. Namun
hal itu tidak cukup. Saya tertekan dengan ketertarikan sejenis. Saya perlu menyembuhkan luka-luka dan memuaskan kebutuhan-kebutuhan yang selama ini tak terpenuhi. Saya menemukannya melalui terapi, kelompok pendukung, mentor,
teman, dan iman saya. Dengan cara ini, saya bisa berubah dan menjadi normal.
Saya berbagi cerita tentang
apa yang telah saya alami, keberadaan saya, dan
pengetahuan bahwa perubahan adalah sesuatu
yang mungkin.
Usia Dini dan Remaja
Saya
dibesarkan di Lower Merion, pinggiran Philadelphia. Saya adalah anak bungsu dari
tiga bersaudara di sebuah keluarga Yahudi. Kakak laki-lakiku, Neal, empat setengah tahun
lebih tua, dan kakak
perempuanku ,Lydia, dua setengah tahun lebih
tua. Kebanyakan, ayah pulang kerja dan berteriak pada kami. Karena sifat sensitif
saya, hal itu bagaikan belati yang menusuk jiwa. Ayah dan Neal sangat bertentangan. Terjadi perkelahian terus menerus dan air mata dalam rumah tangga Cohen. Peran sayalah sebagai pembawa
damai. Saya akan menghibur
dan berusaha mati-matian untuk meredakan ketegangan
yang ada.
Saya ingin memeluk dan dipeluk
Sejak sekolah menengah,
saya mulai merasakan ketertarikan
sesama jenis. Meskipun gadis-gadis memperhatikan saya, hasrat saya terus
meningkat dan ingin untuk dekat dengan orang-orang. Dari kelas tujuh, beberapa teman pria
ingin melakukan eksperimen seksual. Saya mengikuti mereka, namun yang benar-benar saya
inginkan adalah keintiman secara fisik dengan mereka. Saya ingin memeluk dan dipeluk.
Saya
akan menginap di rumah teman saya,Steve. Saya senang meringkuk dengannya. Saya merasa hal itu tidak
cukup, tapi Steve merasa sedikit tidak nyaman dengan ajakan untuk berintim secara terus menerus. Hasrat
seks sejenis saya semakin kuat setiap tahun. Saya menggali pengalaman
seks lebih
banyak lagi dengan teman-teman sekolah. Bagi mereka itu adalah hal yang baru,
tapi bagi saya itu adalah obsesi yang tumbuh. Pada saat yang sama, saya mencoba menjadi orang "normal,"
sehingga saya punya pacar gadis. Namun obsesi kepada pria
terus berkembang dan menghantui saya.
Pada
usia tujuh belas tahun, saya pergi ke klub kesehatan ayah dan bertemu seorang pria yang mengundang saya
ke tempatnya. Jantungku berdebar begitu keras seolah-olah akan meledak keluar dada saya.
Saya belum pernah melakukannya
selama hidup saya. Saat kami tiba di
apartemennya, rayuan pun dimulai. Saya sangat gugup karena ini adalah hal yang sangat baru. Apa
yang dia lakukan kepada saya hari itu, tak
pernah saya kira bisa dilakukan oleh dua pria. Tubuh dan jiwa terbelah dua.
Setelah itu, saya meninggalkan apartemennya dan mengambil kereta bawah tanah untuk pulang. Saat di bawah tanah menunggu kereta, saya berjalan ke sudut gelap dan menangis terisak-isak. Saya merasa
begitu hancur dan kecewa. Saya sedang mencari kedekatan yakni tempat
aman untuk memeluk dan
dipeluk. Namun apa yang saya alami seperti pemerkosaan.
Saya
pulang ke rumah dan tidak pernah mengatakan kepada siapa pun tentang apa yang
telah terjadi. Menjelang akhir tahun terakhir saya di SMA, saya memberitahukan orang tua
saya tentang pergumulan saya dengan ketertarikan
sesama jenis. Ibu saya mengatakan bahwa dia sudah tahu, hal ini membuat
saya sangat marah. Sejak kecil, saya memiliki hubungan beraroma cinta dan benci dengannya. Saya tidak
tahu di mana ia mulai dan saya berakhir. Saya tahu kebingungan atas jenis kelamin
saya disebabkan oleh kedekatan kami yang
tidak pantas. Saya memalukan ayah saya,
yang dibesarkan di sekolah militer dan merupakan pelaut dalam Perang Dunia
II. Saya diminta untuk pergi
ke psikiater, yang saya lakukan, namun hal itu adalah
pengalaman yang sia-sia. Setelah
itu kami tidak berhubungan sama sekali.
Kuliah
Pada
tahun 1970, saya masuk Universitas
Boston untuk belajar musik. Saya mulai menjalani psikoterapi
dua kali seminggu dengan psikoanalis penganut Freud tradisional. Ini
berlanjut selama tiga tahun ke depan. Itu adalah waktu yang menyiksa dengan sedikit kemajuan. Saya
belajar lebih banyak tentang diri saya; Namun, saya tidak belajar tentang
asal-usul keinginan saya, saya
juga tidak mengalami kesembuhan dari rasa sakit itu.
Selama
tahun pertama di perguruan tinggi, saya pergi ke beberapa bar kaum gay, namun saya tidak menyukai suasananya. Rasanya seperti pasar daging, dan saya tidak ingin menjadi barang dagangan yang dipajang di rak. Saya menghadiri beberapa pertemuan di aliansi mahasiswa
"gay dan lesbian" universitas saya. Pada tahun pertama kuliah, saya
punya beberapa pacar, masing-masing berlangsung beberapa bulan.
Setelah
sekali pulang ke rumah, ayah menulis sepucuk surat yang sangat melukai saya. Pada
saat yang sama, saya dicekik oleh pacar saya saat ini, Mike. Di samping itu, PR sekolah sangat banyak.
Saya pun memutuskan untuk mengambil sebotol Bufferin dan mengakhiri semuanya.
Namun, pada dini hari saya terbangun dalam
kondisi sangat kesakitan namun masih hidup. Saya
pun menelepon
kakak saya yang tinggal di dekat saya. Dia datang dan membawa saya ke ruang gawat
darurat di rumah sakit tempat mereka memompa perut saya dan menstabilkan kondisi saya.
Saya sembuh, melanjutkan
terapi, kembali kuliah, mengakhiri hubungan saya dengan Mike, mengubah jurusan ke teater,
dan merasa lebih banyak harapan. Pada tahun kedua kuliah, saya bertemu Tim yang mengambil jurusan seni. Kami menjadi sepasang kekasih selama tiga tahun ke depan.
Sejak
masa kecil,
saya memiliki tiga mimpi. Pertama, saya ingin memiliki sahabat baik, seseorang
dengan siapa saya benar-benar bisa menjadi diriku sendiri, tanpa perlu minta maaf
atau pakai alasan. Kedua, saya ingin tampil di kelompok yang akan melakukan
perjalanan dunia, baik untuk mendidik maupun menghibur orang. Ketiga, saya ingin menikahi seorang wanita cantik
dan menciptakan keluarga yang penuh kasih.
Tim
adalah mimpi pertama saya
yang menjadi kenyataan. Namun, ada harga yang harus
dibayar karena hubungan dengannya
seperti roller-coaster. Saya tipe pengejar sedangkan
ia suka menghindar. Begitulah hubungan kami
terus-menerus selama tiga tahun. Terkadang dekat sekali, dan cinta kami begitu indah. Kami
menjadi teman terbaik. Saya belajar banyak hal dengan melihat hidup melalui kacamata Tim. Dia menyukai alam, dan
saya belajar untuk melihat hal-hal yang belum pernah saya lihat sebelumnya. Dia
pernah dan masih tetap seorang pria yang luar biasa.
Perjalanan spiritual
Kejadian penting lain pernah terjadi dalam hubungan
kami. Tim mengasihi Yesus secara
mendalam. Saya menuntutnya karena keyakinannya itu hingga ia
berkata, "Richard, hentikan! Kamu percaya apa yang mau
kamu percayai dan biarkan saya percaya apa yang saya
percaya." Saya menyadari ia benar, dan saya meminta maaf. Karena saya
mencintai Tim, saya ingin melihat penyebab dia sangat mencintai Yesus ini. Untuk
pertama kalinya dalam hidup, saya mulai membaca Perjanjian Baru. Sebagai bagian
dari pendidikan Yahudi, saya sudah menjalankan upacara pendewasaan orang Yahudi (bar-mitzvah), sudah mendapatkan penguatan dan mempelajari hanya Perjanjian Lama.
Saya
selalu melakukan pencarian rohani dan mencoba menemukan makna dan tujuan hidup. Saya mencoba begitu
banyak agama dan cara seperti
Yudaisme, Buddha dan terapi.
Kemudian saya bertemu dengan Yesus. Dia seorang pribadi yang luar biasa. Bahkan, satu-satunya manusia yang saya ingin
menjadi serupa. Apa yang saya
kagumi dalam diriNya adalah pikiran, perasaan, perkataan, dan perbuatanNya. Dia adalah
seorang yang kongruen yakni sama baik di dalam
maupun di luar. Dia berbicara tentang pengampunan dan
kasih karunia Allah. Ini adalah konsep baru bagi saya. Saya ingin menjadi
seperti Dia. Inilah
permulaan perjalanan saya sebagai seorang Kristen. Saya
bergabung dengan Gereja Episkopal di Roxbury dan mulai mengajar Sekolah Minggu.
Kemudian baik Tim dan saya
tahu bahwa homoseks tidak sesuai dengan Firman Tuhan, jadi kami meniadakan hubungan fisik di antara kami.
Kami berdua bertemu di Gereja Unifikasi tak lama setelah itu. Saya percaya bahwa Tuhan
memanggil saya untuk menumbuhkan
iman percaya, dan pada tahun 1974, saya bergabung.
Selama sembilan tahun, saya tetap
hidup melajang. Saya hidup melayani, berusaha untuk
tidak memikirkan diri sendiri, namun fokus pada Tuhan, Firman-Nya, dan lain-lain. Saat hasrat seks sejenis muncul , saya akan berdoa dan
mengenyahkannya. Saya memohon kepada Tuhan untuk menghilangkannya selama-lamanya.
Saya
memenuhi impian kedua saya dengan tampil di paduan suara gereja, bepergian ke seluruh Amerika
dan Asia, membawa pesan tentang
harapan dan cinta. Sewaktu melakukannya saya bertemu
dengan calon istri saya. Kami bersama-sama melakukannya. Dia berada di rombongan tarian
rakyat Korea. Kami hanya berbicara sedikit, tetapi akan datang untuk saling mengenal lebih
baik di tahun-tahun mendatang.
Pernikahan dan Terapi
Pada
tahun 1982, Jae Sook dan saya menikah, dan saya sedang dalam perjalanan mewujudkan impian
ketiga. Beberapa bulan pertama pernikahan kami indah. Saya menceritakan tentang masa-masa saya menjadi homoseks. Masalah muncul
kembali. Saya merasa begitu marah
terhadap istri saya. Saya menjadikan Jae Sook sebagai pelampiasan musuh terpendam yang
saya rasakan terhadap ibu saya.
Hal ini mengakibatkan keberantakan
yang mengejutkan,
diperuncing oleh fakta bahwa saya berhasil dalam bisnis saya. Saya seorang
manajer seni pada perusahaan
pengelenggara tour balet dan musisi klasik di seluruh
Asia. Banyak orang mencintai saya dan berpikir saya orang hebat. Di rumah, Dr.
Jekyll berubah menjadi Mr. Hyde, seorang yang mudah marah. Saya telah menjadi apa yang saya telah bersumpah
tidak akan pernah jadi yakni seperti ayah saya. Istri saya segera hamil anak pertama kami. Saya
tahu saya harus mulai terapi lagi. Jadi, pada bulan Mei tahun 1983, ketika
tinggal di kota New York, saya mengunjungi seorang
psikolog terkenal. Selama setahun, saya menghadiri sesi mingguan individu dan kelompok.
Ini adalah awal dari perjalanan saya keluar dari
homoseksualitas.
Suatu
malam, setelah Jae Sook dan saya selesai bercinta, saya berpaling darinya. Dalam
sekejap, rasanya seolah-olah roh saya telah melompat keluar dari tubuh saya!
Saya dipisahkan dari diri fisik saya. Hati saya menjerit. Pada saat itu, saya
menyadari bahwa saya telah mengalami beberapa jenis pelecehan pada usia dini.
Saya
tidak bisa menunggu untuk sesi terapi berikutnya. Terapis saya memperkenalkan saya
ke beberapa teknik bioenergi. Saya memukuli beberapa bantal dengan raket tenis untuk
melepaskan kemarahan dan frustrasi yang terpendam. Saat memukuli bantal tersebut, saya teringat
pelecehan oleh ibu saya. Saya mengalami kilas balik.
Tiba-tiba, saya melihat alat kelamin laki-laki masuk ke mulut saya. Saya menjerit. Saya
merasa terkejut. Saya merasa ngeri. Saya menangis dan air mata mengalir
beberapa tahun ke depan, karena teringat pelecehan seksual yang saya alami ketika berusia
antara lima dan enam tahun. Seorang teman keluarga - kami memanggilnya Paman
Dave - tinggal bersama kami untuk
sementara waktu ia menyelesaikan perceraiannya. Dave seorang laki-laki yang
sangat besar dan kuat. Dia memberikan
saya apa yang tidak diberikan oleh ayah. Dia menghabiskan waktu bersama saya,
mendengarkan saya, memeluk saya. Dia memberi saya perasaan bahwa saya penting
dan bahwa ia peduli. Dialah pria dewasa pertama yang
dekat dengan saya. Kemudian, hal itu dimulai. Dia mulai
bermain dengan alat kelamin saya dan meminta saya melakukan hal yang sama dengan alat kelaminnya. Hal itu
mengejutkan dan mengerikan. Tentu saja, rasanya enak juga. Allah bagaimana pun juga telah merancang tubuh manusia untuk merasakan kenikmatan di area kelamin.
Pelecehan seksual sangat membingungkan bagi seorang
anak. Rasanya menyakitkan dan menyenangkan secara bersamaan.
Inilah salah satu
alasan bahwa pelecehan seksual sangat membingungkan bagi seorang anak. Rasanya
menyakitkan sekaligus menyenangkan. Saya menangis bercucuran air mata di tengah kebingungan dan
kehancuran akibat pengalaman
itu. Saya belajar bahwa syaraf diprogram untuk
menanggapi pria cara seksual. Bagi saya, keintiman dengan seorang pria berarti berhubungan seks. Saya belajar bahwa untuk menjadi dekat dengan seorang pria,
saya harus memberinya tubuh saya. Ini adalah pembelajaran anak yang haus akan cinta
ayahnya. Karena kepekaan yang
hiper dan sifat ayah yang mudah meledak, saya tidak pernah punya
kesempatan untuk dekat dengannya. Paman Dave adalah mentor laki-laki pertama saya.
Penyembuhan dan Neraka
Efek dari pelecehan
seksual saat kanak-kanak menimbulkan
malapetaka dalam hidup saya. Kami memiliki sedikit dukungan
emosional dan spiritual saat itu. Ada beberapa organisasi di kota New York yang membantu
orang-orang yang ingin keluar dari homoseksualitas. Saya menghadiri salah satu pertemuan kelompok
Kristen, tetapi mereka menolak saya karena, pada waktu itu, saya masih bagian
dari Gereja Unifikasi. Saya mencoba pelayanan ex-gay lain di negara bagian terdekat,
dan direkturnya mendekati saya untuk mengajak berhubungan seks. Hal ini menimbulkan rasa yang lebih sakit
dan perasaan putus asa.
Saya
tahu perasaan terluka terjadi karena hubungan yang tidak sehat dengan Paman Dave dan pelampiasan emosional
dari ayah. Oleh karena itu, saya tahu bahwa saya perlu berada dekat dengan
laki-laki dalam cara yang sehat untuk sembuh dan bertumbuh. Saya butuh pembinaan, tindakan koreksi dari orang tua untuk mendamaikan apa yang berlangsung salah bertahun-tahun sebelumnya. Saya
mengulurkan tangan kepada pria di gereja saya. Saya rakus akan cinta yang sehat,
tapi saya takut kebanyakan mereka akan menjauh. Saya seperti ancaman bagi mereka
karena kebutuhan saya yang kuat, dan mereka tidak tahu apa yang harus dilakukan. Saya juga
yakin saya telah memicu beberapa masalah dalam diri mereka, karena kebanyakan
laki-laki dalam budaya kita membawa luka mendalam dari ayah (salah satu alasan ketakutan terhadap homoseks).
Akhirnya,
saya saya tidak tahan lagi. Saya butuh sentuhan, dipeluk, dibimbing, dikenalkan ke
dunia pria. Jadi saya mengatakan kepada Tuhan, istri, dan beberapa teman-teman
bahwa jika saya tidak bisa menemukan apa yang saya butuhkan melalui orang-orang
saleh, maka saya akan kembali ke dunia homoseks untuk menemukan seseorang yang
bersedia berada bersama saya.
Hal ini tentunya bukan rencana
A, juga bukan rencana B, tapi saya tahu apa yang saya butuhkan, dan saya tahu saya
tidak akan berhenti sampai saya menemukannya. Kembali ke dunia gay yang menyedihkan yang saya jalani. Saya
merasa seperti seorang munafik yang sempurna, bertentangan dengan semua keyakinan agama saya,
namun kebutuhan akan cinta lebih kuat dari agama. Saya menceritakan segalanya kepada Tuhan.
Melalui perjalanan hidup, saya tahu Dia sedang membimbing saya.
Inilah waktu yang benar-benar aneh. Itulah waktu yang
paling menyakitkan dan sepi bagi
Jae Sook dan anak pertama kami, Jarish. Saya sedang keluar berlari sekitar kota New York
dengan seorang kekasih pria, sedangkan istri di rumah sendirian sedang merawat anak kami,
mengetahui suaminya sedang keluar bersama seorang pria. Saya menangis sekarang, saat saya menulis kata-kata
ini, menyadari lagi rasa sakit yang saya timbulkan kepada istri dan anak-anak.
Saya benar-benar menyesal, dan saya telah bertobat kepada istri, anak-anak, dan
Tuhan atas apa yang saya lakukan.
Saya menyampaikan kepadanya tentang komitmen saya bagi
hubungan kami dan harapan saya kepadanya untuk tidak
menceraikan saya. Saya perlu pemulihan hubungan dengan laki-laki. Saya tidak
tahu bagaimana melakukannya. Saat itu, saya tidak bisa menemukan seseorang untuk
menunjukkan jalan, jadi saya harus melakukan hal terbaik yang saya mampu. Saya berdoa
sepanjang perjalanan melalui jalur yang tidak biasa ini, dari awal hingga akhir.
Saya memang sedang mencari keakraban, bukan
seks.
Membutuhkan banyak tulisan untuk menggambarkan apa yang saya alami melalui dalam dua
setengah tahun berikutnya. Saya belajar bahwa saya memang mencari keakraban, bukan seks.
Yang saya butuhkan untuk menebus semua waktu yang tidak pernah saya bagikan dengan ayah -
hanya berada bersama-sama, melakukan hal-hal bersama, berbicara tentang
kehidupan, dan belajar darinya. Hal ini saya jalani bersama
seorang pria yang luar biasa. Saya sangat jujur
dengan dia dari awal tentang pernikahan dan ingin menyembuhkan hasrat sesama
jenis ini. Tidak ada kepura-puraan dengannya, istri saya, atau Tuhan.
Perlahan-lahan,
hati saya mulai sembuh dari
kesedihan yang timbul akibat efek pelecehan seksual dalam
terapi dan saya menghabiskan waktu dengan teman saya. Namun, masih ada luka
dalam di lubang jiwaku. Kami telah memiliki anak kedua. Jessica adalah seorang
gadis cantik.
Semakin
lama saya dan istri menjauh dalam hubungan kami dengan Gereja
Unifikasi. Kami berjuang secara
emosional, mental, dan spiritual. Dalam tahun-tahun
mendatang, kami akhirnya akan mengundurkan diri dan bergabung dengan gereja yang menjadi akar kami. (Sekarang kami menghadiri sebuah gereja yang indah dalam masyarakat kami. Di sana kami
menemukan persekutuan, dukungan dan cinta.)
Terobosan
Oleh
kasih karunia Allah, saya menemukan seorang teman Kristen yang bersedia
membantu saya menyembuhkan luka emosi-homo masa lalu saya. Dia sendiri cukup stabil
dan nyaman dalam kejantanannya. Saya tidak bisa menjelaskan segala sesuatu yang terjadi antara
David dan saya. Ya, namanya David. Allah itu adil. Orang yang bernama Dave lah yang telah melecehkan
saya pada usia 5 tahun, dan sekarang David lain yang menolong saya menyembuhkannya di usia tiga puluh lima!
Saya bebas dari hasrat seks sejenis
Bersama-sama,
dengan bimbingan Allah, kami berjalan kembali ke ruang saat saya dilecehkan, dan di sana saya menghadapi
setan yaitu diri sendiri terbesar saya, Sang Pendakwa saya. "Itu semua salahku!"
Inilah yang saya rasakan. Inilah yang saya pikirkan! "Itu semua salahku!" David membantu ‘anak’ dalam diriku
melihat bahwa saya tidak menyebabkan pelecehan, bahwa itu bukanlah kesalahan saya. Pada saat itu,
hubungan antara Paman Dave dan saya terputus, dan saya menjadi bebas untuk pertama
kalinya dalam hidup saya. Dalam
kebebasan, saya menangis selama sekitar satu jam di
lengan David. Saya merasa lepas
dan lega saat mengetahui bahwa saya tidak bertanggung jawab
atas apa yang telah terjadi dan bahwa Allah telah mengampuni saya. Di saat-saat
pembebasan, saya menemukan kebebasan dari hasrat seks sejenis. Penghapusan hubungan
neurologis dengan keinginan seksual ini membebaskan saya dari tiga puluh tahun rasa
sakit terus-menerus dan tanpa henti dalam
mengejar laki-laki.
Setelah
itu, saya perlu melakukan pemeliharaan untuk memastikan bahwa saya menerima cinta yang sehat,
cinta tanpa hubungan seks dari pria lain. Beberapa orang bersedia menjadi mentor saya. Ini adalah bagian penting lain
dari penyembuhan saya. Secara
bertahap saya harus belajar banyak pelajaran yang hilang saat anak-anak, remaja, dan
pemuda.
Teman-teman saya Phillip, Russell, Pdt. Hillendahl, Steve, Gordon, dan Pdt Schuppe menuangkan pelajaran tentang cinta dan terus melakukannya
ke dalam
jiwaku, memberikan keberanian bagi saya untuk memasuki dunia
kaum pria.
Penyembuhan Lebih Lanjut
Jae
Sook dan saya menghadiri sebuah konferensi Exodus pada tahun 1987, setelah saya
mengalami terobosan bersama David. (Pada saat itu Exodus adalah sebuah organisasi yang memayungi pelayanan
Kristen ex-gay di seluruh dunia.) Di sana saya berdoa kepada Tuhan untuk
menunjukkan kepada kita langkah apa selanjutnya yang harus dilakukan dan ke mana
harus pergi. Setiap hari di konferensi, saya berdoa memohon bimbingan Allah, namun tidak ada
yang datang. Akhirnya, konferensi berakhir. Saya berjalan ke sebuah danau di
dekatnya. Saya berlutut dan berdoa, "Baiklah Tuhan, konferensi sudah berakhir! Saya tidak akan pindah dari tempat ini sampai Engkau memberitahu
saya apa yang harus dilakukan dan ke mana harus pergi. Bahkan jika saya mati
duduk di sini, jadilah begitu. Saya menantikan
bimbinganMu. " Maka datanglah arahan dengan jelas:
"Pindah ke Seattle, menerima pertolongan untuk pernikahanmu, bersekolahlah, dan
kemudian bantulah orang lain." Dengan heran saya bertanya, "Tolong ulangi
sekali lagi?" Kata-kata itu datang sekali lagi, persis seperti yang telah saya dengar
sebelumnya.
Saya
mengatakan kepada Jae Sook apa yang telah saya terima. Kami berdua berdoa
tentang hal ini selama beberapa minggu sampai kami yakin bahwa ini adalah kehendak Allah bagi kami. Ketika
menjadi jelas bahwa ini yang seharusnya terjadi, saya keluar dari pekerjaan. Kami mengemas milik kami dalam truk
berukuran delapan belas kaki, mengucapkan selamat tinggal kepada teman-teman kami di kota New York, dan
berangkat ke Seattle. Di sana
kami memulai hidup baru, tanpa mengetahui apa yang
Allah sediakan untuk kami.
Kemudian
kami mendengar tentang sebuah komunitas penyembuhan Kristen di Vashon, sebuah
pulau kecil di luar Seattle. Kami pergi pada hari Sabtu sore yang dingin di bulan
Desember 1987. Di sana kami bertemu dengan Pendeta dan Ibu Lou Hillendahl, para
pendeta Komunitas Kristen Wesleyan. Dalam waktu satu jam, saya tahu inilah alasan Allah membawa kami ke Seattle.
Pada
tanggal 1 Januari 1988, kami pindah ke komunitas penyembuhan ini. Kami tinggal
bersama mereka selama enam bulan menjalani terapi secara intensif dan menerima konseling dan dukungan
dari mereka selama dua setengah tahun berikutnya. Mereka mengajarkan kami banyak
keterampilan. Saya belajar tentang mentoring dari mereka. Saya belajar
bagaimana menjadi suami yang lebih baik dan menjadi seorang ayah. Kami
berterima kasih untuk cinta, waktu, dan investasi yang mereka berikan kepada
keluarga kami. Kami telah mampu memberikan begitu banyak kepada orang lain
karena apa yang mereka berikan kepada kami.
"[Ayah] meskipun engkau berusia tujuh puluh dan saya tiga puluh enam, saya ingin engkau memelukku sekarang." Saya duduk di pangkuannya dan mulai menangis.
Saya mengalami terobosan
lain.
Pada musim panas tahun 1988, orang tua saya datang berkunjung. Kami semua bertemu
dengan konselor saya dari Komunitas itu. Saya berbagi tentang pelecehan masa lalu dengan
Paman Dave dan bagaimana saya masuk ke dunia homoseksual, selalu mencari cinta
ayah di pelukan pria lain. Malam itu, kami mengantarkan orang tua
saya kembali ke kamar hotel mereka. Saya meminta semua orang untuk meninggalkan
ayah dan saya sendirian untuk sementara waktu. Saya berkata kepada Ayah, "Engkau tidak pernah memelukku saat saya masih kecil, setidaknya itu
yang ada dalam ingatan saya. Jadi, meskipun engkau telah berusia tujuh
puluh dan saya tiga puluh enam, saya ingin engkau memelukku
sekarang."
Saya
ingat dengan baik ruangan dan kursi tempat dia memelukku. Saya duduk di
pangkuannya dan mulai menangis. Dia menjadi sangat gugup, karena ia tidak nyaman dengan
air mata. Saya berkata kepadanya, "Ayah, tolong biarkan saya menangis. Ini baik. Saya
hanya perlu melepaskan semua kehilangan dalam hidup saya, semua waktu kebersamaan kami yang hilang saat saya bertumbuh dewasa. Peluklah
saja saat saya berduka. " Dengan begitu, saya
melepaskan tahun-tahun kesakitan dan kekecewaan. Ini adalah saat yang indah untuk kami berdua.
Akhirnya, kami memiliki ikatan sebagai ayah dan anak.
Menjadi Seorang Penyembuh Luka
Saya
tahu bahwa pada akhirnya kami
akan membantu orang lain menyembuhkan diri dari
homoseks. Pertama-tama saya memutuskan bahwa, saya harus melayani mereka dalam komunitas
homoseks tanpa berusaha untuk membujuk orang ke cara saya berpikir.
Selama tiga tahun, saya menjadi
relawan, bekerja dengan orang-orang yang menderita AIDS.
Itu adalah hak istimewa dan kehormatan untuk bersama laki-laki dan
perempuan ini. Saya merasa terharu dan berterima kasih untuk setiap hubungan
dan pengalaman yang didapat. Saya bisa melihat keindahan dan keinginan mereka hanya untuk
dicintai.
Pada
saat yang sama, saya mulai melanjutkan
sekolah pascasarjana untuk mendapatkan gelar master di
bidang psikologi konseling. Setelah lulus, melalui bimbingan Allah, saya
mendirikan International Healing Foundation. Visi saya adalah untuk mendirikan
pusat penyembuhan di seluruh dunia untuk membantu pria, wanita, dan anak-anak agar mereka mengalami
nilai sebagai anak-anak Allah. Ini masih visi saya, karena kami akan melanjutkan
perjalanan kami.
Saya
bekerja untuk Palang Merah Amerika sebagai pendidik terkait HIV / AIDS selama
tiga tahun. Saya bekerja untuk Pelayanan Masyarakat Katolik
dalam Pelayanan Pemulihan Keluarga dan Perawatan
Penyalahgunaan Anak. Saya juga telah
melakukan praktek pribadi, membantu pria dan wanita
menyembuhkan diri dari homoseksualitas.
Saya
mulai memberikan presentasi publik tentang proses transisi dari homoseksualitas
ke heteroseksual. Saya berpikir bahwa, karena hati saya terhadap komunitas
homoseksual, mereka akan melihat bahwa saya bukan musuh mereka, tapi hanya
menyajikan kemungkinan lain bagi mereka yang ingin berubah. Saya naif. Kami
menerima ancaman kematian di rumah kami dan di kantor saya! Kami menerima
panggilan telepon cabul di rumah yang marah-marah, kata-kata berbisa penuh ancaman dan tuduhan.
Gugus Tugas Gay dan Lesbian dari kantor walikota di Seattle meminta agar Palang
Merah Amerika memecat saya dari posisi saya sebagai seorang pendidik HIV /
AIDS. Banyak di komunitas homoseksl telah merasa terancam oleh pekerjaan saya.
Saya memahami ketakutan dan rasa sakit mereka.
Selama
dua belas tahun terakhir, saya terus bepergian ke seluruh Amerika, melakukan presentasi
tentang penyembuhan homoseksualitas di kampus perguruan tinggi dan universitas, di
gereja-gereja, di lembaga-lembaga kesehatan mental, di konferensi-konferensi
terapi, di TV dan radio.
Berkat lain terjadi lima
tahun yang lalu. Allah memberi kami anak yang berharga, Alfie. Dia hadir di atas dasar
pertempuran dan kemenangan (Allah) kami. Sekarang, Jae Sook, saya dan ketiga anak saling mencintai lebih dalam.
Saya
mengasihi Allah dengan sepenuh hati, pikiran, dan jiwa. Saya hidup untuk
mengakhiri penderitaan dan rasa sakit-Nya. Saya berdoa agar pemahaman rasa tertarik sesama jenis dan rencana pemulihan yang akan saya bagikan menjadi berkat
bagimu dan bagi mereka yang hidupnya akan engkau sentuh. Saya telah belajar selama dua belas
tahun terakhir dengan
melakukan konseling terhadap ratusan pria,
wanita, dan remaja, dan bekerja sama dengan ribuan orang dalam seminar penyembuhan
di seluruh dunia. Tidak peduli apa pun
masalah yang kami hadapi dalam hidup kami, luka-luka kami semua
berasal dari sumber yang sama. Sebab, seperti dikatakan Leanne Payne,
"Untuk menulis tentang penyembuhan homoseks adalah menulis tentang
penyembuhan semua pria dan wanita." Kita semua telah jatuh dan kehilangan rencana awal kita untuk menjadi
hebat. Ketika kita menyembuhkan diri kita sendiri, demikian juga dengan dunia. Ketika kita membantu orang lain sembuh, penyembuhan kita sendiri dalam proses.
-
Richard Cohen, 2000
Labels: gay, homoseks, kesaksian, pertobatan
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home