Tuesday, June 21, 2016

Kesaksian Richard Cohen : Menjadi Normal Kembali


Diterjemahkan oleh Ong Po Han. Tidak sepenuhnya diterjemahkan satu kata per satu kata dan sudah dibuat penyesuaian yang saya anggap perlu. Kalau ada kesalahan terjemah atau tidak dimengerti, mohon dimaafkan.
http://ex-gaytruth.com/wp-content/uploads/2010/02/richard-cohen.pdf

Dikutip dari buku, "Coming Out Straight”  : Memahami dan Menyembuhkan Homoseksualitas"; oleh Richard Cohen, M.A.

"Dikatakan di mana luka seorang pria berada, di sanalah kegeniusannya akan berada. Di mana pun luka muncul dalam jiwa kita (mungkin dari ayah yang pencandu alkohol, ibu yang memalukan, bapak yang memalukan, ibu yang melenyehkan, apakah itu berasal dari ketertutupan, kecacatan, atau penyakit , justru dari tempat itulah kami akan membagikan hadiah utama kami kepada masyarakat. "

Di masa kecil dan remaja, saya ingat ayah sedang berteriak kepada kami dan ibu menempel pada saya. Saya berjarak cukup jauh dari  ayah dan terlalu dekat dengan ibu. Saat saya berusia lima tahun, seorang teman keluarga datang dan tinggal bersama kami. Saya mempercayainya. Dia merebut hati saya namun kemudian dia melecehkan saya secara seksual. Saya juga seorang yang sangat peka. Kejadian ini sangat membekas dan saya sulit melupakannya. Saya lebih menyukai seni, sedangkan ayah dan kakak saya lebih suka olah raga. Ayah dengan emosional memukul kakak saya,Neal, yang kemudian gantian memukuli saya. Hal inilah yang menjadi salah penyebab saya menyukai seks sejenis.

Saya mencari perlindungan dalam pelukan pria. Saya punya beberapa pacar di perguruan tinggi, dan kemudian seorang kekasih selama tiga tahun. Namun, itu tidak cukup. Saya ingin menikah dan memiliki keluarga. Saya punya pengalaman pertobatan yang membantu saya meninggalkan gaya hidup homoseks. Akhirnya, saya bertemu Jae Sook dan ia menjadi istri saya. Namun hal itu tidak cukup. Saya tertekan dengan ketertarikan sejenis. Saya perlu menyembuhkan luka-luka dan memuaskan kebutuhan-kebutuhan yang selama ini tak terpenuhi. Saya menemukannya melalui terapi, kelompok pendukung, mentor, teman, dan iman saya. Dengan cara ini, saya bisa berubah dan menjadi normal. Saya berbagi cerita tentang apa yang telah saya alami, keberadaan saya, dan pengetahuan bahwa perubahan adalah sesuatu yang mungkin.

Usia Dini dan Remaja

Saya dibesarkan di Lower Merion, pinggiran Philadelphia. Saya adalah anak bungsu dari tiga bersaudara di sebuah keluarga Yahudi. Kakak laki-lakiku, Neal, empat setengah tahun lebih tua, dan kakak perempuanku ,Lydia, dua setengah tahun lebih tua. Kebanyakan, ayah pulang kerja dan berteriak pada kami. Karena sifat sensitif saya, hal itu bagaikan belati yang menusuk jiwa. Ayah dan Neal sangat bertentangan. Terjadi perkelahian terus menerus dan air mata dalam rumah tangga Cohen. Peran sayalah sebagai pembawa damai. Saya akan menghibur dan berusaha mati-matian untuk meredakan ketegangan yang ada.

Saya ingin memeluk dan dipeluk

Sejak sekolah menengah, saya mulai merasakan ketertarikan sesama jenis. Meskipun gadis-gadis memperhatikan saya, hasrat saya terus meningkat dan ingin untuk dekat dengan orang-orang. Dari kelas tujuh, beberapa teman pria ingin melakukan eksperimen seksual. Saya mengikuti mereka, namun yang benar-benar saya inginkan adalah keintiman secara fisik dengan mereka. Saya ingin memeluk dan dipeluk.

Saya akan menginap di rumah teman saya,Steve. Saya senang meringkuk dengannya. Saya merasa hal itu tidak cukup, tapi Steve merasa sedikit tidak nyaman dengan ajakan untuk berintim secara terus menerus. Hasrat seks sejenis saya semakin kuat setiap tahun. Saya menggali pengalaman seks lebih banyak lagi dengan teman-teman sekolah. Bagi mereka itu adalah hal yang baru, tapi bagi saya itu adalah obsesi yang tumbuh. Pada saat yang sama, saya mencoba menjadi orang "normal," sehingga saya punya pacar gadis. Namun obsesi kepada pria terus berkembang dan menghantui saya.

Pada usia tujuh belas tahun, saya pergi ke klub kesehatan ayah  dan bertemu seorang pria yang mengundang saya ke tempatnya. Jantungku berdebar begitu keras seolah-olah akan meledak keluar dada saya. Saya belum pernah melakukannya selama hidup saya. Saat kami tiba di apartemennya, rayuan pun dimulai. Saya sangat gugup karena ini adalah hal yang sangat baru. Apa yang dia lakukan kepada saya hari itu, tak pernah saya kira bisa dilakukan oleh dua pria. Tubuh dan jiwa terbelah dua. Setelah itu, saya meninggalkan apartemennya dan mengambil kereta bawah tanah untuk pulang. Saat di bawah tanah menunggu kereta, saya berjalan ke sudut gelap dan menangis terisak-isak. Saya merasa begitu hancur dan kecewa. Saya sedang mencari kedekatan yakni tempat aman untuk memeluk dan dipeluk. Namun apa yang saya alami seperti pemerkosaan.

Saya pulang ke rumah dan tidak pernah mengatakan kepada siapa pun tentang apa yang telah terjadi. Menjelang akhir tahun terakhir saya di SMA, saya memberitahukan orang tua saya tentang pergumulan saya dengan ketertarikan sesama jenis. Ibu saya mengatakan bahwa dia sudah tahu, hal ini membuat saya sangat marah. Sejak kecil, saya memiliki hubungan beraroma cinta dan benci dengannya. Saya tidak tahu di mana ia mulai dan saya berakhir. Saya tahu kebingungan atas jenis kelamin saya disebabkan oleh kedekatan kami yang tidak pantas. Saya memalukan ayah saya, yang dibesarkan di sekolah militer dan merupakan pelaut dalam Perang Dunia II. Saya diminta untuk pergi ke psikiater, yang saya lakukan, namun hal itu adalah pengalaman yang sia-sia. Setelah itu kami tidak berhubungan sama sekali.

Kuliah

Pada tahun 1970, saya masuk Universitas Boston untuk belajar musik. Saya mulai menjalani psikoterapi dua kali seminggu dengan psikoanalis penganut Freud tradisional. Ini berlanjut selama tiga tahun ke depan. Itu adalah waktu yang menyiksa dengan sedikit kemajuan. Saya belajar lebih banyak tentang diri saya; Namun, saya tidak belajar tentang asal-usul keinginan saya, saya juga tidak mengalami kesembuhan dari rasa sakit itu.

Selama tahun pertama di perguruan tinggi, saya pergi ke beberapa bar kaum gay, namun saya tidak menyukai suasananya. Rasanya seperti pasar daging, dan saya tidak ingin menjadi barang dagangan yang dipajang di rak. Saya menghadiri beberapa pertemuan di aliansi mahasiswa "gay dan lesbian" universitas saya. Pada tahun pertama kuliah, saya punya beberapa pacar, masing-masing berlangsung beberapa bulan.

Setelah sekali pulang ke rumah, ayah menulis sepucuk surat yang sangat melukai saya. Pada saat yang sama, saya dicekik oleh pacar saya saat ini, Mike. Di samping itu, PR sekolah sangat banyak. Saya pun memutuskan untuk mengambil sebotol Bufferin dan mengakhiri semuanya. Namun, pada dini hari saya terbangun dalam kondisi sangat kesakitan namun masih hidup. Saya pun menelepon kakak saya yang tinggal di dekat saya. Dia datang dan membawa saya ke ruang gawat darurat di rumah sakit tempat mereka memompa perut saya dan menstabilkan kondisi saya.

Saya sembuh, melanjutkan terapi, kembali kuliah, mengakhiri hubungan saya dengan Mike, mengubah jurusan ke teater, dan merasa lebih banyak harapan. Pada tahun kedua kuliah, saya bertemu Tim yang mengambil jurusan seni. Kami menjadi sepasang kekasih selama tiga tahun ke depan.

Sejak masa kecil, saya memiliki tiga mimpi. Pertama, saya ingin memiliki sahabat baik, seseorang dengan siapa saya benar-benar bisa menjadi diriku sendiri, tanpa perlu minta maaf atau pakai alasan. Kedua, saya ingin tampil di kelompok yang akan melakukan perjalanan dunia, baik untuk mendidik maupun menghibur orang. Ketiga, saya ingin menikahi seorang wanita cantik dan menciptakan keluarga yang penuh kasih.

Tim adalah mimpi pertama saya yang menjadi kenyataan. Namun, ada harga yang harus dibayar karena hubungan dengannya seperti  roller-coaster. Saya tipe pengejar sedangkan ia suka menghindar. Begitulah hubungan kami terus-menerus selama tiga tahun. Terkadang dekat sekali, dan cinta kami begitu indah. Kami menjadi teman terbaik. Saya belajar banyak hal dengan melihat hidup melalui kacamata Tim. Dia menyukai alam, dan saya belajar untuk melihat hal-hal yang belum pernah saya lihat sebelumnya. Dia pernah dan masih tetap seorang pria yang luar biasa.

Perjalanan spiritual

Kejadian penting lain pernah terjadi dalam hubungan kami. Tim mengasihi Yesus secara mendalam. Saya menuntutnya karena keyakinannya itu hingga ia berkata, "Richard, hentikan! Kamu percaya apa yang mau kamu percayai dan biarkan saya percaya apa yang saya percaya." Saya menyadari ia benar, dan saya meminta maaf. Karena saya mencintai Tim, saya ingin melihat penyebab dia sangat mencintai Yesus ini. Untuk pertama kalinya dalam hidup, saya mulai membaca Perjanjian Baru. Sebagai bagian dari pendidikan Yahudi, saya sudah menjalankan upacara pendewasaan orang Yahudi (bar-mitzvah),  sudah mendapatkan penguatan dan mempelajari hanya Perjanjian Lama.

Saya selalu melakukan pencarian rohani dan mencoba menemukan makna dan tujuan hidup. Saya mencoba begitu banyak agama dan cara seperti  Yudaisme, Buddha dan terapi. Kemudian saya bertemu dengan Yesus. Dia seorang pribadi yang luar biasa. Bahkan, satu-satunya manusia yang saya ingin menjadi serupa. Apa yang saya kagumi dalam diriNya adalah pikiran, perasaan, perkataan, dan perbuatanNya. Dia adalah seorang yang kongruen yakni sama baik di dalam maupun di luar. Dia berbicara tentang pengampunan dan kasih karunia Allah. Ini adalah konsep baru bagi saya. Saya ingin menjadi seperti Dia. Inilah permulaan perjalanan saya sebagai seorang Kristen. Saya bergabung dengan Gereja Episkopal di Roxbury dan mulai mengajar Sekolah Minggu.

Kemudian baik Tim dan saya tahu bahwa homoseks tidak sesuai dengan Firman Tuhan, jadi kami meniadakan hubungan fisik di antara kami. Kami berdua bertemu di Gereja Unifikasi tak lama setelah itu. Saya percaya bahwa Tuhan memanggil saya untuk menumbuhkan iman percaya, dan pada tahun 1974, saya bergabung. Selama sembilan tahun, saya tetap hidup melajang. Saya hidup melayani, berusaha untuk tidak memikirkan diri sendiri, namun fokus pada Tuhan, Firman-Nya, dan lain-lain. Saat hasrat seks sejenis muncul , saya akan berdoa dan mengenyahkannya. Saya memohon kepada Tuhan untuk menghilangkannya selama-lamanya.

Saya memenuhi impian kedua saya dengan tampil di paduan suara gereja, bepergian ke seluruh Amerika dan Asia, membawa pesan tentang harapan dan cinta. Sewaktu melakukannya saya bertemu dengan calon istri saya. Kami bersama-sama melakukannya. Dia berada di rombongan tarian rakyat Korea. Kami hanya berbicara sedikit, tetapi akan datang untuk saling mengenal lebih baik di tahun-tahun mendatang.

Pernikahan dan Terapi

Pada tahun 1982, Jae Sook dan saya menikah, dan saya sedang dalam perjalanan mewujudkan impian ketiga. Beberapa bulan pertama pernikahan kami indah. Saya menceritakan tentang masa-masa saya menjadi  homoseks. Masalah muncul kembali. Saya merasa begitu marah terhadap istri saya. Saya menjadikan Jae Sook sebagai pelampiasan musuh terpendam yang saya rasakan terhadap ibu saya.

Hal ini mengakibatkan keberantakan yang mengejutkan, diperuncing oleh fakta bahwa saya berhasil dalam bisnis saya. Saya seorang manajer seni pada perusahaan pengelenggara tour balet dan musisi klasik di seluruh Asia. Banyak orang mencintai saya dan berpikir saya orang hebat. Di rumah, Dr. Jekyll berubah menjadi Mr. Hyde, seorang yang mudah marah. Saya telah menjadi apa yang saya telah bersumpah tidak akan pernah jadi yakni seperti ayah saya. Istri saya segera hamil anak pertama kami. Saya tahu saya harus mulai terapi lagi. Jadi, pada bulan Mei tahun 1983, ketika tinggal di  kota New York, saya mengunjungi seorang psikolog terkenal. Selama setahun, saya menghadiri sesi mingguan individu dan kelompok.

Ini adalah awal dari perjalanan saya keluar dari homoseksualitas.

Suatu malam, setelah Jae Sook dan saya selesai bercinta, saya berpaling darinya. Dalam sekejap, rasanya seolah-olah roh saya telah melompat keluar dari tubuh saya! Saya dipisahkan dari diri fisik saya. Hati saya menjerit. Pada saat itu, saya menyadari bahwa saya telah mengalami beberapa jenis pelecehan pada usia dini.

Saya tidak bisa menunggu untuk sesi terapi berikutnya. Terapis saya memperkenalkan saya ke beberapa teknik bioenergi. Saya memukuli beberapa bantal dengan raket tenis untuk melepaskan kemarahan dan frustrasi yang terpendam. Saat memukuli bantal tersebut, saya teringat pelecehan oleh ibu saya. Saya mengalami kilas balik. Tiba-tiba, saya melihat alat kelamin laki-laki masuk ke mulut saya. Saya menjerit. Saya merasa terkejut. Saya merasa ngeri. Saya menangis dan air mata mengalir beberapa tahun ke depan, karena teringat pelecehan seksual yang saya alami ketika berusia antara lima dan enam tahun. Seorang teman keluarga - kami memanggilnya Paman Dave - tinggal bersama kami untuk sementara waktu ia menyelesaikan perceraiannya. Dave seorang laki-laki yang sangat besar dan kuat. Dia memberikan saya apa yang tidak diberikan oleh ayah. Dia menghabiskan waktu bersama saya, mendengarkan saya, memeluk saya. Dia memberi saya perasaan bahwa saya penting dan bahwa ia peduli. Dialah pria dewasa pertama yang dekat dengan saya. Kemudian, hal itu dimulai. Dia mulai bermain dengan alat kelamin saya dan meminta saya melakukan hal yang sama dengan alat kelaminnya. Hal itu mengejutkan dan mengerikan. Tentu saja, rasanya enak juga. Allah bagaimana pun juga telah merancang tubuh manusia untuk merasakan kenikmatan di area kelamin.

Pelecehan seksual sangat membingungkan bagi seorang anak. Rasanya menyakitkan dan menyenangkan secara bersamaan.

Inilah salah satu alasan bahwa pelecehan seksual sangat membingungkan bagi seorang anak. Rasanya menyakitkan sekaligus menyenangkan. Saya menangis bercucuran air mata di tengah kebingungan dan kehancuran akibat pengalaman itu. Saya belajar bahwa syaraf diprogram untuk menanggapi pria cara seksual. Bagi saya, keintiman dengan seorang pria berarti berhubungan seks. Saya belajar bahwa untuk menjadi dekat dengan seorang pria, saya harus memberinya tubuh saya. Ini adalah pembelajaran anak yang haus akan cinta ayahnya. Karena kepekaan yang hiper dan sifat ayah yang mudah meledak, saya tidak pernah punya kesempatan untuk dekat dengannya. Paman Dave adalah mentor laki-laki pertama saya.

Penyembuhan dan Neraka

Efek dari pelecehan seksual saat kanak-kanak menimbulkan malapetaka dalam hidup saya. Kami memiliki sedikit dukungan emosional dan spiritual saat itu. Ada beberapa organisasi di kota New York yang membantu orang-orang yang ingin keluar dari homoseksualitas. Saya menghadiri salah satu pertemuan kelompok Kristen, tetapi mereka menolak saya karena, pada waktu itu, saya masih bagian dari Gereja Unifikasi. Saya mencoba pelayanan ex-gay lain di negara bagian terdekat, dan direkturnya mendekati saya untuk mengajak berhubungan seks. Hal ini menimbulkan rasa yang lebih sakit dan perasaan putus asa.

Saya tahu perasaan terluka terjadi karena hubungan yang tidak sehat dengan Paman Dave dan pelampiasan emosional dari ayah. Oleh karena itu, saya tahu bahwa saya perlu berada dekat dengan laki-laki dalam cara yang sehat untuk sembuh dan bertumbuh. Saya butuh pembinaan, tindakan koreksi dari orang tua untuk mendamaikan apa yang berlangsung salah bertahun-tahun sebelumnya. Saya mengulurkan tangan kepada pria di gereja saya. Saya rakus akan cinta yang sehat, tapi saya takut kebanyakan mereka akan menjauh. Saya seperti ancaman bagi mereka karena kebutuhan saya yang kuat, dan mereka tidak tahu apa yang harus dilakukan. Saya juga yakin saya telah memicu beberapa masalah dalam diri mereka, karena kebanyakan laki-laki dalam budaya kita membawa luka mendalam dari ayah (salah satu alasan ketakutan terhadap homoseks).

Akhirnya, saya saya tidak tahan lagi. Saya butuh sentuhan, dipeluk, dibimbing, dikenalkan ke dunia pria. Jadi saya mengatakan kepada Tuhan, istri, dan beberapa teman-teman bahwa jika saya tidak bisa menemukan apa yang saya butuhkan melalui orang-orang saleh, maka saya akan kembali ke dunia homoseks untuk menemukan seseorang yang bersedia berada bersama saya.

Hal ini tentunya bukan rencana A, juga bukan rencana B, tapi saya tahu apa yang saya butuhkan, dan saya tahu saya tidak akan berhenti sampai saya menemukannya. Kembali ke dunia gay yang menyedihkan yang saya jalani. Saya merasa seperti seorang munafik yang sempurna, bertentangan dengan semua keyakinan agama saya, namun kebutuhan akan cinta lebih kuat dari agama. Saya menceritakan segalanya kepada Tuhan. Melalui perjalanan hidup, saya tahu Dia sedang membimbing saya.

Inilah  waktu yang benar-benar aneh. Itulah waktu yang paling menyakitkan dan sepi bagi Jae Sook dan anak pertama kami, Jarish. Saya sedang keluar berlari sekitar kota New York dengan seorang kekasih pria, sedangkan istri di rumah sendirian sedang merawat anak kami, mengetahui suaminya sedang keluar bersama seorang pria. Saya menangis sekarang, saat saya menulis kata-kata ini, menyadari lagi rasa sakit yang saya timbulkan kepada istri dan anak-anak. Saya benar-benar menyesal, dan saya telah bertobat kepada istri, anak-anak, dan Tuhan atas apa yang saya lakukan.

Saya menyampaikan kepadanya tentang komitmen saya bagi hubungan kami dan harapan saya kepadanya untuk tidak menceraikan saya. Saya perlu pemulihan hubungan dengan laki-laki. Saya tidak tahu bagaimana melakukannya. Saat itu, saya tidak bisa menemukan seseorang untuk menunjukkan jalan, jadi saya harus melakukan hal terbaik yang saya mampu. Saya berdoa sepanjang perjalanan melalui jalur yang tidak biasa ini, dari awal hingga akhir.

Saya memang sedang mencari keakraban, bukan seks.

Membutuhkan banyak tulisan untuk menggambarkan apa yang saya alami melalui dalam dua setengah tahun berikutnya. Saya belajar bahwa saya memang mencari keakraban, bukan seks. Yang saya butuhkan untuk menebus semua waktu yang tidak pernah saya bagikan dengan ayah - hanya berada bersama-sama, melakukan hal-hal bersama, berbicara tentang kehidupan, dan belajar darinya. Hal ini saya jalani bersama seorang pria yang luar biasa. Saya sangat jujur ​​dengan dia dari awal tentang pernikahan dan ingin menyembuhkan hasrat sesama jenis ini. Tidak ada kepura-puraan dengannya, istri saya, atau Tuhan.

Perlahan-lahan, hati saya mulai sembuh dari kesedihan yang timbul akibat efek pelecehan seksual dalam terapi dan saya menghabiskan waktu dengan teman saya. Namun, masih ada luka dalam di lubang jiwaku. Kami telah memiliki anak kedua. Jessica adalah seorang gadis cantik.

Semakin lama  saya dan istri menjauh dalam hubungan kami dengan Gereja Unifikasi. Kami berjuang secara emosional, mental, dan spiritual. Dalam tahun-tahun mendatang, kami akhirnya akan mengundurkan diri dan bergabung dengan gereja yang menjadi akar kami. (Sekarang kami menghadiri sebuah gereja yang indah dalam masyarakat kami. Di sana kami menemukan persekutuan, dukungan dan cinta.)

Terobosan

Oleh kasih karunia Allah, saya menemukan seorang teman Kristen yang bersedia membantu saya menyembuhkan luka emosi-homo masa lalu saya. Dia sendiri cukup stabil dan nyaman dalam kejantanannya. Saya tidak bisa menjelaskan segala sesuatu yang terjadi antara David dan saya. Ya, namanya David. Allah itu adil. Orang yang bernama Dave lah yang telah melecehkan saya pada usia 5 tahun, dan sekarang David lain yang menolong saya menyembuhkannya di usia tiga puluh lima!

Saya bebas dari hasrat seks sejenis

Bersama-sama, dengan bimbingan Allah, kami berjalan kembali ke ruang saat saya dilecehkan, dan di sana saya menghadapi setan yaitu diri sendiri terbesar saya, Sang Pendakwa saya. "Itu semua salahku!" Inilah yang saya rasakan. Inilah yang saya pikirkan! "Itu semua salahku!" David membantu anak dalam diriku melihat bahwa saya tidak menyebabkan pelecehan, bahwa itu bukanlah kesalahan saya. Pada saat itu, hubungan antara Paman Dave dan saya terputus, dan saya menjadi bebas untuk pertama kalinya dalam hidup saya. Dalam kebebasan, saya menangis selama sekitar satu jam di lengan David. Saya merasa lepas dan lega saat mengetahui bahwa saya tidak bertanggung jawab atas apa yang telah terjadi dan bahwa Allah telah mengampuni saya. Di saat-saat pembebasan, saya menemukan kebebasan dari hasrat seks sejenis. Penghapusan hubungan neurologis dengan keinginan seksual ini membebaskan saya dari tiga puluh tahun rasa sakit terus-menerus dan tanpa henti dalam mengejar laki-laki.

Setelah itu, saya perlu melakukan pemeliharaan untuk memastikan bahwa saya menerima cinta yang sehat, cinta tanpa hubungan seks dari pria lain. Beberapa orang bersedia menjadi mentor saya. Ini adalah bagian penting lain dari penyembuhan saya. Secara bertahap saya harus belajar banyak pelajaran yang hilang saat anak-anak, remaja, dan pemuda. Teman-teman saya Phillip, Russell, Pdt. Hillendahl, Steve, Gordon, dan Pdt Schuppe menuangkan pelajaran tentang cinta dan terus melakukannya ke dalam jiwaku, memberikan keberanian bagi saya untuk memasuki dunia kaum pria.

Penyembuhan Lebih Lanjut

Jae Sook dan saya menghadiri sebuah konferensi Exodus pada tahun 1987, setelah saya mengalami terobosan bersama David. (Pada saat itu Exodus adalah sebuah organisasi yang memayungi pelayanan Kristen ex-gay di seluruh dunia.) Di sana saya berdoa kepada Tuhan untuk menunjukkan kepada kita langkah apa selanjutnya yang harus dilakukan dan ke mana harus pergi. Setiap hari di konferensi, saya berdoa memohon bimbingan Allah, namun tidak ada yang datang. Akhirnya, konferensi berakhir. Saya berjalan ke sebuah danau di dekatnya. Saya berlutut dan berdoa, "Baiklah Tuhan, konferensi sudah berakhir! Saya tidak akan pindah dari tempat ini sampai Engkau memberitahu saya apa yang harus dilakukan dan ke mana harus pergi. Bahkan jika saya mati duduk di sini, jadilah begitu. Saya menantikan bimbinganMu. " Maka datanglah arahan dengan jelas: "Pindah ke Seattle, menerima pertolongan untuk pernikahanmu, bersekolahlah, dan kemudian bantulah orang lain." Dengan heran saya bertanya, "Tolong ulangi sekali lagi?" Kata-kata itu datang sekali lagi, persis seperti yang telah saya dengar sebelumnya.

Saya mengatakan kepada Jae Sook apa yang telah saya terima. Kami berdua berdoa tentang hal ini selama beberapa minggu sampai kami yakin bahwa ini adalah kehendak Allah bagi kami. Ketika menjadi jelas bahwa ini  yang seharusnya terjadi, saya keluar dari pekerjaan. Kami mengemas milik kami dalam truk berukuran delapan belas kaki, mengucapkan selamat tinggal kepada teman-teman kami di kota New York, dan berangkat ke Seattle. Di sana kami memulai hidup baru, tanpa mengetahui apa yang Allah sediakan untuk kami.

Kemudian kami mendengar tentang sebuah komunitas penyembuhan Kristen di Vashon, sebuah pulau kecil di luar Seattle. Kami pergi pada hari Sabtu sore yang dingin di bulan Desember 1987. Di sana kami bertemu dengan Pendeta dan Ibu Lou Hillendahl, para pendeta Komunitas Kristen Wesleyan. Dalam waktu satu jam, saya tahu inilah  alasan Allah membawa kami ke Seattle.

Pada tanggal 1 Januari 1988, kami pindah ke komunitas penyembuhan ini. Kami tinggal bersama mereka selama enam bulan menjalani  terapi secara intensif dan menerima konseling dan dukungan dari mereka selama dua setengah tahun berikutnya. Mereka mengajarkan kami banyak keterampilan. Saya belajar tentang mentoring dari mereka. Saya belajar bagaimana menjadi suami yang lebih baik dan menjadi seorang ayah. Kami berterima kasih untuk cinta, waktu, dan investasi yang mereka berikan kepada keluarga kami. Kami telah mampu memberikan begitu banyak kepada orang lain karena apa yang mereka berikan kepada kami.

"[Ayah] meskipun engkau berusia tujuh puluh dan saya tiga puluh enam, saya ingin engkau memelukku sekarang." Saya duduk di pangkuannya dan mulai menangis.

Saya mengalami terobosan lain. Pada musim panas tahun 1988, orang tua saya datang berkunjung. Kami semua bertemu dengan konselor saya dari Komunitas itu. Saya berbagi tentang pelecehan masa lalu dengan Paman Dave dan bagaimana saya masuk ke dunia homoseksual, selalu mencari cinta ayah di pelukan pria lain. Malam itu, kami mengantarkan orang tua saya kembali ke kamar hotel mereka. Saya meminta semua orang untuk meninggalkan ayah dan saya sendirian untuk sementara waktu. Saya berkata kepada Ayah, "Engkau tidak pernah memelukku saat saya masih kecil, setidaknya itu yang ada dalam ingatan saya. Jadi, meskipun engkau telah berusia tujuh puluh dan saya tiga puluh enam, saya ingin engkau memelukku sekarang."

Saya ingat dengan baik ruangan dan kursi tempat dia memelukku. Saya duduk di pangkuannya dan mulai menangis. Dia menjadi sangat gugup, karena ia tidak nyaman dengan air mata. Saya berkata kepadanya, "Ayah, tolong biarkan saya menangis. Ini baik. Saya hanya perlu melepaskan semua kehilangan dalam hidup saya, semua waktu kebersamaan kami yang hilang saat saya bertumbuh dewasa. Peluklah saja saat saya berduka. " Dengan begitu, saya melepaskan tahun-tahun kesakitan dan kekecewaan. Ini adalah saat yang indah untuk kami berdua. Akhirnya, kami memiliki ikatan sebagai ayah dan anak.

Menjadi Seorang Penyembuh Luka

Saya tahu bahwa pada akhirnya kami akan membantu orang lain menyembuhkan diri dari homoseks. Pertama-tama saya memutuskan bahwa, saya harus melayani mereka dalam komunitas homoseks tanpa berusaha untuk membujuk orang ke cara saya berpikir. Selama tiga tahun, saya menjadi relawan, bekerja dengan orang-orang yang menderita AIDS. Itu adalah hak istimewa dan kehormatan untuk bersama laki-laki dan perempuan ini. Saya merasa terharu dan berterima kasih untuk setiap hubungan dan pengalaman yang didapat. Saya bisa melihat keindahan dan keinginan mereka hanya untuk dicintai.

Pada saat yang sama, saya mulai melanjutkan sekolah pascasarjana untuk mendapatkan gelar master di bidang psikologi konseling. Setelah lulus, melalui bimbingan Allah, saya mendirikan International Healing Foundation. Visi saya adalah untuk mendirikan pusat penyembuhan di seluruh dunia untuk membantu pria, wanita, dan anak-anak agar mereka mengalami nilai sebagai anak-anak Allah. Ini masih visi saya, karena kami akan melanjutkan perjalanan kami.

Saya bekerja untuk Palang Merah Amerika sebagai pendidik terkait HIV / AIDS selama tiga tahun. Saya bekerja untuk Pelayanan Masyarakat Katolik  dalam Pelayanan Pemulihan Keluarga dan Perawatan Penyalahgunaan Anak. Saya juga telah melakukan praktek pribadi, membantu pria dan wanita menyembuhkan diri dari homoseksualitas.

Saya mulai memberikan presentasi publik tentang proses transisi dari homoseksualitas ke heteroseksual. Saya berpikir bahwa, karena hati saya terhadap komunitas homoseksual, mereka akan melihat bahwa saya bukan musuh mereka, tapi hanya menyajikan kemungkinan lain bagi mereka yang ingin berubah. Saya naif. Kami menerima ancaman kematian di rumah kami dan di kantor saya! Kami menerima panggilan telepon cabul di rumah yang marah-marah, kata-kata berbisa penuh ancaman dan tuduhan. Gugus Tugas Gay dan Lesbian dari kantor walikota di Seattle meminta agar Palang Merah Amerika memecat saya dari posisi saya sebagai seorang pendidik HIV / AIDS. Banyak di komunitas homoseksl telah merasa terancam oleh pekerjaan saya. Saya memahami ketakutan dan rasa sakit mereka.

Selama dua belas tahun terakhir, saya terus bepergian ke seluruh Amerika, melakukan presentasi tentang penyembuhan homoseksualitas di kampus perguruan tinggi dan universitas, di gereja-gereja, di lembaga-lembaga kesehatan mental, di konferensi-konferensi terapi, di TV dan radio.

Berkat lain terjadi lima tahun yang lalu. Allah memberi kami anak yang berharga, Alfie. Dia hadir di atas dasar pertempuran dan kemenangan (Allah) kami. Sekarang, Jae Sook, saya dan ketiga anak saling mencintai lebih dalam.

Saya mengasihi Allah dengan sepenuh hati, pikiran, dan jiwa. Saya hidup untuk mengakhiri penderitaan dan rasa sakit-Nya. Saya berdoa agar pemahaman rasa tertarik sesama jenis dan rencana pemulihan yang akan saya bagikan menjadi berkat bagimu dan bagi mereka yang hidupnya akan engkau sentuh. Saya telah belajar selama dua belas tahun terakhir dengan melakukan konseling terhadap ratusan pria, wanita, dan remaja, dan bekerja sama dengan ribuan orang dalam seminar penyembuhan di seluruh dunia. Tidak peduli apa pun masalah yang kami hadapi dalam hidup kami, luka-luka kami semua berasal dari sumber yang sama. Sebab, seperti dikatakan Leanne Payne, "Untuk menulis tentang penyembuhan homoseks adalah menulis tentang penyembuhan semua pria dan wanita."  Kita semua telah jatuh dan kehilangan rencana awal kita untuk menjadi hebat. Ketika kita menyembuhkan diri kita sendiri, demikian juga dengan dunia. Ketika kita membantu orang lain sembuh, penyembuhan kita sendiri dalam proses.

- Richard Cohen, 2000

Labels: , , ,

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home