Tim Wilkins Ketaatan Membuat Perbedaan
http://www.oneby1.org/testimony-obedience.cfm
Diterjemahkan oleh Ong Po
Han. Tidak sepenuhnya diterjemahkan satu kata per satu kata dan sudah dibuat
penyesuaian yang saya anggap perlu. Kalau ada kesalahan terjemah atau tidak
dimengerti, mohon dimaafkan.
"Berdiri! Agar saya bisa memukulmu lagi!” Saya berdiri
dengan perasaan ngeri di
tengah lorong berbentuk lingkaran di rumah saat papa meneriakkan kata-kata
itu pada mama yang terbaring di kaki papa. Papa baru saja memukul
mama sehingga terjatuh ke lantai ruang tamu. Pertengkaran mereka membangunkan saya di tengah malam.
Inilah salah satu kenangan
awal saya
yang baru berusia lima atau enam tahun. Saat itu saya tanpa sadar berkata, "Saya - tidak – akan - menjadi – manusia - seperti
- itu " Sehingga
mulailah penolakan terhadap kejantanan dan saya menjadi homoseks.
Kekacauan menghantui tempat
yang kami sebut sebagai 'rumah.' Meja-meja
jungkir balik dan kata-kata tidak senonoh yang membuat trauma
menggema di seantero rumah. Tidak jarang ditemukan banyak pecahan kaca berserakan
di lantai, hasil pertengkaran malam sebelumnya. Pada suatu kesempatan, papa
memukul sisi kepala mama dengan sepatu hingga
memecahkan gendang telinganya. Mama menangis sangat kesakitan!
Malam berikutnya papa bersumpah akan melakukan hal yang sama ke telinga lain jika mama tidak berhenti
menangis.
Teriakan Tanpa Sadar Meminta Pertolongan
Suasananya begitu
menegangkan saat saya mulai berjalan dalam tidur. Karena adanya ikatan dengan mama dan kakak
laki-lakiku, maka sewaktu berjalan ke lorong yang berbentuk lingkaran itu, saya
berlutut di depan kamar orangtua, mencekik tenggorokan sendiri sehingga menimbulkan suara tersedak. Kegiatan
rutin setiap malam itu membuat mama ketakutan. Papa tetap tidur dengan
mengabaikan tangisan tanpa sadar yang saya lakukan untuk minta pertolongan. Orang tua saya tidak mengenali kebutuhan konseling
anak terkecilnya, meskipun mereka mungkin tidak menduga
bahwa kemarahan mereka yang terus
terjadi berperan meningkatkan ketakutan saya.
Saya tahu saya
'berbeda' bahkan kemudian terjadi sesuatu
yang tidak diharapkan.
Walau sudah berlalu beberapa
dekade, kenangan sore hari di musim panas itu belum
terhapus. Saat itu saya bermain sendirian di sebuah
bukit di samping rumah saya, dan saya ingin merasakan pelukan seorang pria. Saya masih seorang anak
kecil. Tanpa perasaan terangsang, hanya keinginan untuk keintiman dan perlindungan seorang pria, Inilah kebutuhan manusia yang diberikan Tuhan namun tidak terpenuhi
selama masa kecil saya.
Kesakitan emosi
Saya jarang memperoleh pengakuan dan kasih dari papa. Mama yang
kebutuhannya tidak terpenuhi, malah
datang kepada saya untuk meminta nasihat dan pertolongan. Saya
menjadi semacam suami pengganti. Dia secara terbuka menyatakan kejijikannya kepada papa dan hubungan seks. Dia
sering marah-marah kepada saya agar saya mau
menjadi menjadi penengah antara mama dan papa. (Penting untuk
dicatat bahwa saya tidak pernah mendengar atau membaca tentang kasus di mana orang
tua secara sadar berusaha membuat anak mereka menjadi gay)
Saya
sangat memahami diri sendiri dan berpenampilan
sangat sederhana. Sebagai seorang anak saya merasa sendirian. Harga diri saya sangat rendah.
Saat mencapai usia puber, saya mulai tertarik kepada orang-orang di sekolah. Dengarkan! Saya tidak memilih secara sadar untuk
tertarik pada sesama jenis; salah satu misteri kehidupan adalah bahwa kita tidak bisa memilih dengan siapa kita
tertarik, tapi saya benar-benar
sadar memilih untuk akhirnya menyerah pada godaan-godaan.
Rasa sakit emosional saya
begitu parah sehingga saya menaruh sepotong kertas kecil di bawah rantai
jam tangan
selama bertahun-tahun di mana saya telah menulis dengan kecil sekali, "Tuhan, saya percaya kepadaMu untuk kesembuhan." Meskipun
pada usia sembilan tahun saya telah memberikan hati kepada Yesus, mengetahui Dia mati untuk
dosa saya, gejolak emosi saya terus berlangsung.
Ditinggalkan!
Ketika
pertengkaran orang tua sudah tak tertahankan, papa meninggalkan kami dan pergi ke rumah orang
tuanya selama beberapa bulan. Mama meminta agar saya tidur bersamanya untuk memberi dukungan emosi. Karena iuran
belum dibayar, akhirnya fasilitas listrik dan air dimatikan.
Pada satu kesempatan, papa mampir untuk kunjungan singkat; saat ia meninggalkan
rumah sewaan kami untuk kembali ke orang tuanya, mama memukulnya di belakang
dengan pot bunga.
Suatu kali saat awal
remaja, papa sangat marah dengan saya sehingga saya melarikan diri ke kamar mandi dan
mengunci pintu. Dia menggedor
pintu dan menuntut saya keluar. "Tolong berhenti"
saya menjerit! Ketika saya menolak karena takut dipukuli, papa mulai menendang bagian bawah pintu
sementara mama berdiri di sampingnya memohon saya untuk keluar; "Semuanya
akan baik-baik" katanya. Saya tahu segalanya tidak akan baik-baik! Ketika pintunya hancur karena tendangan yang keras, saya melompat keluar jendela dari lantai dua dan
berlari mencari aman, bersembunyi di sebuah rumah kosong dekat rumah.
Waktu itu saya sudah tertarik pada seks sejenis. Saya sudah berteman dengan seorang pria di sekolah selama bertahun-tahun.
Senyumnya menawan dan ia menyukai saya. Untuk pertama kalinya
dalam hidup , ada seorang laki-laki menyukai saya. Jadi mulailah saya terlibat dalam
kegiatan homoseks secara
sporadis. Segera saya menyadari bahwa homoseks menimbulkan kegembiraan
tapi bukan kepuasan. Bersyukur tetapi tidak pernah puas.
Kehidupan
di rumah tetap seperti di neraka. Mama memanfaatkan
saya untuk menghadapi papa. Ketika saya tidak bekerja sama
dengan keinginannya, mama akan menuduh saya "kamu mencintai papa lebih dari saya, kan?" Saya tidak ingin
memilih di antara mereka. Saya hanya ingin mereka saling mencintai dan berhenti bertengkar.
Pada
kesempatan lain mama dan saya berdebat
atas suatu masalah yang hanya kadang terjadi. Ketika papa
pulang kerja, mama menuntut papa menghukum saya. Warna
keunguan pun muncul secara mencolok di kaki saya. Sehingga
keesokan paginya saya membangunkan mama
sebelum pergi ke sekolah dan memintanya untuk menuliskan alasan agar bisa berpakaian
di luar ketentuan pelajaran olah
raga. Saya merasa malu untuk berpakaian khusus untuk olah raga lari, karena bekas
tanda ikat pinggang akan menarik perhatian.
Ketaatan
Kegiatan homoseks saya
berlanjut hingga awal usia dua puluhan ketika saya memutuskan bahwa meskipun saya benar-benar
tidak tahu bagaimana keluar
dari homoseks, namun saya benar-benar tahu untuk taat.
Meskipun
Alkitab tidak memberikan langkah-langkah yang jelas untuk keluar dari
homoseksualitas, Alkitab penuh dengan prinsip-prinsip yang bisa saya terapkan.
Pemazmur menulis tentang memalingkan
pandangan dari godaan. Saya menolak melihat pornografi
dan mengalihkan pandangan saya dari apa pun yang mungkin menyebabkan saya
tersandung. Saya harus melakukan perubahan besar dalam hidup saya. Untuk fokus pada yang terbaik dari Allah
seperti yang Rasul Paulus
nasehatkan untuk mengatasi jiwa yang sakit, "Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua
yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang
manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut
dipuji, pikirkanlah semuanya itu." (Filipi 4: 8) Saya meminta Roh Kudus
untuk menjadi mentor pribadi dan membimbing saya ke dalam seluruh kebenaran. Terlebih lagi,
saya meminta Roh Kudus untuk mengajar cara yang tepat untuk berhubungan dengan pria lain.
Saya teringat saat membaca
tentang mukjizat Yesus yang pertama yang terjadi pada pernikahan dari seorang pria dan seorang
wanita. Ketika anggur yang baik habis Maria, ibunda Yesus, berkata kepadaNya tentang
masalah ini. Yesus berkata "Waktuku belum tiba."
Namun sesaat kemudian Maria memberitahukan pembantu di rumah itu "Apa pun yang Yesus beritahukan kepadamu untuk dilakukan, lakukanlah." Saya
tidak percaya Maria mengetahui
betapa pentingnya sarannya hari itu; ketika kita
melakukan apa yang Yesus sampaikan, maka keajaiban terjadi. Saya sering bertanya-tanya apakah para pembantu rumah itu ragu-ragu saat membawa tong air ke dalam
rumah. Apakah mungkin mereka takut kepada tuan rumah yang mungkin akan memecat
mereka untuk melakukan tindakan bodoh dengan menawarkan air putih
kepada para tamu? Tapi mereka mengikuti
perintah Yesus dan air pun menjadi anggur.
Transformasi Berlanjut Terus
Pada
usia 22 tahun, saya tahu Tuhan berkata "Tim, kembali ke kampus" dan
saya melakukannya! Selama tahun-tahun itu saya menyadari bahwa Allah memiliki tujuan untuk saya. Tinggal
di asrama laki-laki memiliki efek penyembuhan pada saya. Saya dipaksa untuk
berinteraksi dengan orang lain setiap hari, menjadi rekan mereka, belajar berhubungan yang wajar dengan
mereka. Saya unggul dalam bidang
musik, menerima lima penghargaan dalam bidang musik selama masa kuliah saya.
Selama
kuliah musim panas, saya menjabat sebagai pemusik / penginjil dan
direktur pemuda pada
pertemuan antar denominasi mewakili negara bagian saya. Saya berubah dari seorang yang pemalu,
tertutup, penonton menjadi seorang pria tegas yang berani menyatakan kuasa Firman
Allah. Anak laki-laki yang membenci buku laporan lisan di SMA telah berubah
menjadi seorang pria saleh yang tanpa malu-malu membagikan kisah cintanya kepada Kristus.
Selama
salah satu musim panas itu sementara saya berkhotbah malang melintang di seluruh negara bagian, orang
tua saya berpisah dan bercerai setelah 33 tahun menikah; rumah kami yang indah
dijual. Saya belajar dari semuanya setelah kejadian
ini. Berita itu mengguncang saya, tapi tidak
menghalangi saya.
Selesai kuliah , saya masuk ke Seminari Southwestern untuk belajar Alkitab bukannya musik.
Ketika konduktor paduan suara saya tahu bahwa saya tidak akan mengambil bidang pelayanan
musik, dia menentangnya dan menyampaikannya dalam kata-kata yang menyenangkan tapi tegas. "Tim, kamu luar biasa dalam menggubah lagu,
teori musik, melatih paduan suara. Mengapa kamu tidak belajar musik di seminari?" Hal yang
bisa saya katakan adalah "Hal ini karena kehendak Tuhan
dan itu cukup bagi saya."
Pada
awal seminari saya seperti spons kering dilemparkan ke sebuah danau besar; Saya
menyerap segala sesuatu. Alkitab semakin hidup bagiku. Bukan saja saya
menerima pendidikan teologi untuk masa depan pelayanan yang tidak saya ketahui, saya
menerapkan kebenaran Alkitab untuk kehancuran homoseksual saya.
Ketertarikan sesama jenis
terus berlanjut selama di perguruan tinggi dan seminari, tetapi dalam tingkat yang lebih
rendah. Saya tetap teguh dalam menolak untuk menyerah. Bahkan, saat ini saya
telah memberitahukan Tuhan "Tidak peduli apakah
saya pernah tertarik pada seorang wanita asal saya
mendapatkanMu!" Doa itu merupakan
tonggak sejarah; tidak masalah apakah saya akan tertarik
dengan lawan jenis. Yang penting adalah menjadi pengikut Yesus Kristus.
Apa selanjutnya?
Setelah
lulus saya dipanggil untuk menggembalakan gereja di kota kelahiran
saya. Jadilah saya seorang pria lajang yang tinggal di
sebuah rumah yang memiliki empat kamar tidur. Waktu ini papa pergi karena rumahnya disita , bercerai dengan istri
keduanya, terlibat alkoholisme dan hampir
bunuh diri. Dengan semua tanggung jawab dan beban berat sebagai seorang pendeta lajang muda, saya membawa papa ke pastori yang ia huni sampai saya bisa memasukannya ke fasilitas penyalahgunaan alkohol dan semua ini diketahui
jemaat saya.
Saya
akhirnya mengundurkan diri dari penggembalaan - kecewa dan tertekan. Saya
berseru kepada Tuhan "Apa yang Englau inginkan dari saya? Sekarang saya sudah menjalani hidup selibat selama
lebih dari sepuluh tahun. Saya sudah mengikutiMu sedekat yang saya tahu.
Apa yang Engkau inginkan dari saya?"
Intervensi Allah yang Dramatis
Saya
hendak mencari tahu! Seorang teman wanita dari seminari mengunjungi kotaku. Saya menyukainya saat di
seminari, tetapi tidak pernah mengejarnya. Kami menghabiskan beberapa hari
bersama. Kami merasa sayang, tidak ada yang lain, tapi itu cukup. Pada bulan November itu untuk pertama
kalinya dalam 33 tahun saya tertarik secara dramatis, gembira dan romantis kepada lawan jenis. Apa
yang telah Tuhan inginkan dari saya? Iman untuk percaya kepada-Nya tanpa syarat!
Saya
ingin memberitahu dunia apa yang telah Tuhan lakukan tapi tidak bisa, karena
untuk melakukannya berarti saya harus mengungkapkan homoseksualitas masa lalu
saya dan itu secara politis tidak benar.
Wanita cantik ini dan saya
tidak menikah; sekarang ini ia telah menikah dengan seorang pria Kristen yang hebat dan mereka tahu
ceritanya dan sangat mendukung. (Engkau tahu siapa dirimu.)
Lima
tahun kemudian, pada Kamis, September 17, 1992 pk 19:19, Lisa datang ke
dalam hidup saya. Kami bertemu di sebuah acara tunggal dan bunga api terbang dengan
cara yang terbaik. Lisa adalah segala yang saya rindukan - seorang wanita saleh yang cantik dengan
senyum dari Surga. Alkitab adalah benar! "
Bergembiralah karena
TUHAN; maka Ia akan memberikan kepadamu apa yang diinginkan hatimu."
(Maz 37:4).
Sebelum
kami tunangan, saya duduk dengan Lisa berbincang-bincang lama. "Lisa" kataku,
"Kamu perlu tahu tentang masa lalu saya karena dapat mempengaruhi masa
depan kita." Dengan suara tegas kata-kata muncul, "Saya dulu
gay!"
Lisa
tidak pernah goyah dalam cintanya untuk saya. Tanpa diketahui oleh dua gereja
saya yang saya layani sebagai pendeta, saya telah secara khusus mempelajari dan mengkhotbahkan nats Alkitab yang bisa
saya terapkan dalam proses penyembuhan saya. Khotbah-khotbah dan penafsiran-penafsiran tertumpuk di meja
kopi agar Lisa dapat
melihatnya.
Lisa
dan saya menikah tanggal 21 Agustus 1993. Usia
saya 38 tahun. Saya bersukacita mengatakan "Meskipun saya
tidak lagi gay, saya merasa paling bahagia selama
hidup dan saya berutang kepada Yesus
Kristus."
Lebih
dari satu tahun kemudian ,Lisa dan saya sudah
mantap agar saya harus memberi kesaksian ke masyarakat,
beberapa teman Kristen menentangnya. Yang satu berkata "Hal itu akan merusak kesaksian hidupmu" dan saya menjawab, "Tapi ini
kesaksian saya." Saya diingatkan bahwa setelah Yesus menyembuhkan seorang
pria dari Gadara, Yesus mengatakan kepadanya " beritahukanlah kepada mereka segala sesuatu yang telah diperbuat
oleh Tuhan atasmu dan bagaimana Ia telah mengasihani engkau!" (Markus
5:19b) Sejak saat itu, saya
telah melakukannya!
Allah
telah memberkati kami dengan lebih banyak
keajaiban -- tiga anak perempuan - Clare, Grace dan Ellie. Seperti lirik lagu
yang mengatakan,
"Tuhan itu baik, sepanjang waktu! Dan selama-lamanya Tuhan itu
baik"
Tambahan : Allah dengan penuh rahmat memberikan penyembuhan kepada keluarga
saya. Mama, yang sekarang sudah bersama Tuhan, dan saya merasa kehilangan; "Ya Allah, saya ingin mendengar suara mama
lagi." Dan saya akan
mendengarnya kelak!
Dan sebelum papa
meninggal,
kami akhirnya menjadi apa yang Allah telah dimaksudkan sejak awal. . . "hubungan papa dan anak”.
Labels: gay, homoseks, kesaksian, pertobatan
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home