Sunday, June 26, 2016

Tim Wilkins Ketaatan Membuat Perbedaan


http://www.oneby1.org/testimony-obedience.cfm

Diterjemahkan oleh Ong Po Han. Tidak sepenuhnya diterjemahkan satu kata per satu kata dan sudah dibuat penyesuaian yang saya anggap perlu. Kalau ada kesalahan terjemah atau tidak dimengerti, mohon dimaafkan.

"Berdiri! Agar saya bisa memukulmu lagi!” Saya berdiri dengan  perasaan ngeri di tengah  lorong berbentuk lingkaran di rumah saat  papa meneriakkan kata-kata itu pada mama yang terbaring di kaki papa. Papa baru saja memukul mama sehingga terjatuh ke lantai ruang tamu. Pertengkaran mereka membangunkan saya di tengah malam.

Inilah salah satu kenangan awal saya yang baru berusia lima atau enam tahun. Saat itu saya tanpa sadar berkata, "Saya  - tidak – akan - menjadi – manusia - seperti - itu " Sehingga mulailah penolakan terhadap kejantanan dan saya menjadi homoseks.

Kekacauan menghantui tempat yang kami sebut sebagai 'rumah.' Meja-meja jungkir balik dan kata-kata tidak senonoh yang membuat trauma menggema di seantero rumah. Tidak jarang ditemukan banyak pecahan kaca berserakan di lantai, hasil pertengkaran malam sebelumnya. Pada suatu kesempatan, papa memukul sisi kepala mama dengan sepatu hingga memecahkan gendang telinganya. Mama menangis sangat kesakitan! Malam berikutnya papa bersumpah akan melakukan hal yang sama ke telinga lain jika mama tidak berhenti menangis.

Teriakan Tanpa Sadar Meminta Pertolongan

Suasananya begitu menegangkan saat saya mulai berjalan dalam tidur. Karena adanya ikatan dengan mama dan kakak laki-lakiku, maka sewaktu berjalan ke lorong yang berbentuk lingkaran itu, saya berlutut di depan kamar orangtua, mencekik tenggorokan sendiri sehingga menimbulkan suara tersedak. Kegiatan rutin setiap malam itu membuat mama ketakutan. Papa tetap tidur dengan mengabaikan tangisan tanpa sadar yang saya lakukan untuk minta pertolongan. Orang tua saya tidak mengenali kebutuhan konseling anak terkecilnya, meskipun mereka mungkin tidak menduga bahwa kemarahan mereka yang terus terjadi berperan meningkatkan ketakutan saya.

Saya tahu saya 'berbeda' bahkan kemudian terjadi sesuatu yang tidak diharapkan.

Walau sudah berlalu beberapa dekade, kenangan sore hari di musim panas itu belum terhapus. Saat itu saya  bermain sendirian di sebuah bukit di samping rumah saya, dan saya ingin merasakan pelukan seorang pria. Saya masih seorang anak kecil. Tanpa perasaan terangsang, hanya keinginan untuk keintiman dan perlindungan seorang pria, Inilah kebutuhan manusia yang diberikan Tuhan namun tidak terpenuhi selama masa kecil saya.

Kesakitan emosi

Saya jarang memperoleh pengakuan  dan kasih dari papa. Mama yang kebutuhannya tidak terpenuhi, malah datang kepada saya untuk meminta nasihat dan pertolongan. Saya menjadi semacam suami pengganti. Dia secara terbuka menyatakan kejijikannya kepada papa dan hubungan seks. Dia sering marah-marah kepada saya agar saya mau menjadi menjadi penengah antara mama dan papa. (Penting untuk dicatat bahwa saya tidak pernah mendengar atau membaca tentang kasus di mana orang tua secara sadar berusaha membuat anak mereka menjadi gay)

Saya sangat memahami diri sendiri dan berpenampilan sangat sederhana. Sebagai seorang anak saya merasa sendirian. Harga diri saya sangat rendah.

Saat mencapai usia puber, saya mulai tertarik kepada orang-orang di sekolah. Dengarkan! Saya tidak memilih secara sadar untuk tertarik pada sesama jenis; salah satu misteri kehidupan adalah bahwa kita tidak bisa memilih dengan siapa kita tertarik, tapi saya benar-benar sadar memilih untuk akhirnya menyerah pada godaan-godaan.

Rasa sakit emosional saya begitu parah sehingga saya menaruh sepotong kertas kecil di bawah rantai jam tangan selama bertahun-tahun di mana saya telah menulis dengan kecil sekali, "Tuhan, saya percaya kepadaMu untuk kesembuhan." Meskipun pada usia sembilan tahun saya telah memberikan hati kepada Yesus, mengetahui Dia mati untuk dosa saya, gejolak emosi saya terus berlangsung.

Ditinggalkan!

Ketika pertengkaran orang tua sudah tak tertahankan, papa meninggalkan kami dan pergi ke rumah orang tuanya selama beberapa bulan. Mama meminta agar saya tidur bersamanya untuk memberi dukungan emosi. Karena iuran belum dibayar, akhirnya fasilitas listrik dan air dimatikan. Pada satu kesempatan, papa mampir untuk kunjungan singkat; saat ia meninggalkan rumah sewaan kami untuk kembali ke orang tuanya, mama memukulnya di belakang dengan pot bunga.

Suatu kali saat awal remaja, papa sangat marah dengan saya sehingga saya melarikan diri ke kamar mandi dan mengunci pintu. Dia menggedor pintu dan menuntut saya keluar. "Tolong berhenti" saya menjerit! Ketika saya menolak karena takut dipukuli, papa mulai menendang bagian bawah pintu sementara mama berdiri di sampingnya memohon saya untuk keluar; "Semuanya akan baik-baik" katanya. Saya tahu segalanya tidak akan baik-baik! Ketika pintunya hancur karena tendangan yang keras, saya melompat keluar jendela dari lantai dua dan berlari mencari aman, bersembunyi di sebuah rumah kosong dekat rumah.

Waktu itu saya sudah tertarik pada seks sejenis. Saya sudah berteman dengan seorang pria di sekolah selama bertahun-tahun. Senyumnya  menawan dan ia menyukai saya. Untuk pertama kalinya dalam hidup , ada seorang laki-laki menyukai saya. Jadi mulailah saya terlibat dalam kegiatan homoseks secara sporadis. Segera saya menyadari bahwa homoseks menimbulkan kegembiraan tapi bukan kepuasan. Bersyukur tetapi tidak pernah puas.

Kehidupan di rumah tetap seperti di neraka. Mama memanfaatkan saya untuk menghadapi papa. Ketika saya tidak bekerja sama dengan keinginannya, mama akan menuduh saya "kamu mencintai papa lebih dari saya, kan?" Saya tidak ingin memilih di antara mereka. Saya hanya ingin mereka saling mencintai dan berhenti bertengkar.

Pada kesempatan lain mama dan saya berdebat atas suatu masalah yang hanya kadang terjadi. Ketika papa pulang kerja, mama menuntut papa menghukum saya. Warna keunguan pun muncul secara mencolok di kaki saya. Sehingga keesokan paginya saya membangunkan mama sebelum pergi ke sekolah dan memintanya untuk menuliskan alasan agar bisa berpakaian di luar ketentuan pelajaran olah raga. Saya merasa malu untuk berpakaian khusus untuk olah raga lari, karena bekas tanda ikat pinggang akan menarik perhatian.

Ketaatan

Kegiatan homoseks saya berlanjut hingga awal usia dua puluhan ketika saya memutuskan bahwa meskipun saya benar-benar tidak tahu bagaimana keluar dari homoseks, namun saya benar-benar tahu untuk taat.

Meskipun Alkitab tidak memberikan langkah-langkah yang jelas untuk keluar dari homoseksualitas, Alkitab penuh dengan prinsip-prinsip yang bisa saya terapkan. Pemazmur menulis tentang memalingkan pandangan dari godaan. Saya menolak melihat pornografi dan mengalihkan pandangan saya dari apa pun yang mungkin menyebabkan saya tersandung. Saya harus melakukan perubahan besar dalam hidup saya. Untuk fokus pada yang terbaik dari Allah seperti yang Rasul Paulus nasehatkan untuk mengatasi jiwa yang sakit, "Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu." (Filipi 4: 8) Saya meminta Roh Kudus untuk menjadi mentor pribadi dan membimbing saya ke dalam seluruh kebenaran. Terlebih lagi, saya meminta Roh Kudus untuk mengajar cara yang tepat untuk berhubungan dengan pria lain.

Saya teringat saat membaca tentang mukjizat Yesus yang pertama yang terjadi  pada pernikahan dari seorang pria dan seorang wanita. Ketika anggur yang baik habis Maria, ibunda Yesus, berkata kepadaNya tentang masalah ini. Yesus berkata "Waktuku belum tiba."

Namun sesaat kemudian Maria memberitahukan pembantu di rumah itu "Apa pun yang Yesus beritahukan kepadamu untuk dilakukan, lakukanlah." Saya tidak percaya Maria mengetahui betapa pentingnya sarannya hari itu; ketika kita melakukan apa yang Yesus sampaikan, maka keajaiban terjadi. Saya sering bertanya-tanya apakah para pembantu rumah itu ragu-ragu saat membawa tong air ke dalam rumah. Apakah mungkin mereka takut kepada tuan rumah yang mungkin akan memecat mereka untuk melakukan tindakan bodoh dengan menawarkan air putih kepada para tamu? Tapi mereka mengikuti perintah Yesus dan air pun menjadi anggur.

Transformasi Berlanjut Terus

Pada usia 22 tahun, saya tahu Tuhan berkata "Tim, kembali ke kampus" dan saya melakukannya! Selama tahun-tahun itu saya menyadari bahwa Allah memiliki tujuan untuk saya. Tinggal di asrama laki-laki memiliki efek penyembuhan pada saya. Saya dipaksa untuk berinteraksi dengan orang lain setiap hari, menjadi rekan mereka, belajar berhubungan yang wajar dengan mereka. Saya unggul dalam bidang musik, menerima lima penghargaan dalam bidang musik selama masa kuliah saya.

Selama kuliah musim panas, saya menjabat sebagai pemusik / penginjil dan direktur pemuda pada pertemuan antar denominasi mewakili negara bagian saya. Saya berubah dari seorang yang pemalu, tertutup, penonton menjadi seorang pria tegas yang berani menyatakan kuasa Firman Allah. Anak laki-laki yang membenci buku laporan lisan di SMA telah berubah menjadi seorang pria saleh yang tanpa malu-malu membagikan kisah cintanya kepada Kristus.

Selama salah satu musim panas itu sementara saya berkhotbah malang melintang di seluruh negara bagian, orang tua saya berpisah dan bercerai setelah 33 tahun menikah; rumah kami yang indah dijual. Saya belajar dari semuanya setelah kejadian ini. Berita itu mengguncang saya, tapi tidak menghalangi saya.

Selesai kuliah , saya masuk ke Seminari Southwestern  untuk belajar Alkitab bukannya musik. Ketika konduktor paduan suara saya tahu bahwa saya tidak akan mengambil bidang pelayanan musik, dia menentangnya  dan menyampaikannya dalam kata-kata yang menyenangkan tapi tegas. "Tim, kamu luar biasa dalam menggubah lagu, teori musik, melatih paduan suara. Mengapa kamu tidak belajar musik di seminari?" Hal yang bisa saya katakan adalah "Hal ini karena kehendak Tuhan dan itu cukup bagi saya."

Pada awal seminari saya seperti spons kering dilemparkan ke sebuah danau besar; Saya menyerap segala sesuatu. Alkitab semakin hidup bagiku. Bukan saja saya menerima pendidikan teologi untuk masa depan pelayanan yang tidak saya ketahui, saya menerapkan kebenaran Alkitab untuk kehancuran homoseksual saya.

Ketertarikan sesama jenis terus berlanjut selama di perguruan tinggi dan seminari, tetapi dalam tingkat yang lebih rendah. Saya tetap teguh dalam menolak untuk menyerah. Bahkan, saat ini saya telah memberitahukan Tuhan "Tidak peduli apakah saya pernah tertarik pada seorang wanita asal saya mendapatkanMu!" Doa itu merupakan tonggak sejarah; tidak masalah apakah saya akan tertarik dengan lawan jenis. Yang penting adalah menjadi pengikut Yesus Kristus.

Apa selanjutnya?

Setelah lulus saya dipanggil untuk menggembalakan gereja di kota kelahiran saya. Jadilah saya seorang pria lajang yang tinggal di sebuah rumah yang memiliki empat kamar tidur. Waktu ini papa pergi karena rumahnya disita , bercerai dengan istri keduanya, terlibat alkoholisme dan hampir bunuh diri. Dengan semua tanggung jawab dan beban berat sebagai seorang pendeta lajang muda, saya membawa  papa ke pastori yang ia huni sampai saya bisa memasukannya ke fasilitas penyalahgunaan alkohol dan semua ini diketahui jemaat saya.

Saya akhirnya mengundurkan diri dari penggembalaan - kecewa dan tertekan. Saya berseru kepada Tuhan "Apa yang Englau inginkan dari saya? Sekarang saya sudah menjalani hidup selibat selama lebih dari sepuluh tahun. Saya sudah mengikutiMu sedekat yang saya tahu. Apa yang Engkau inginkan dari saya?"

Intervensi Allah yang Dramatis

Saya hendak mencari tahu! Seorang teman wanita dari seminari mengunjungi kotaku. Saya menyukainya saat di seminari, tetapi tidak pernah mengejarnya. Kami menghabiskan beberapa hari bersama. Kami merasa sayang, tidak ada yang lain, tapi itu cukup. Pada bulan November itu untuk pertama kalinya dalam 33 tahun saya tertarik secara dramatis, gembira dan romantis kepada lawan jenis. Apa yang telah Tuhan inginkan dari saya? Iman untuk percaya kepada-Nya tanpa syarat!

Saya ingin memberitahu dunia apa yang telah Tuhan lakukan tapi tidak bisa, karena untuk melakukannya berarti saya harus mengungkapkan homoseksualitas masa lalu saya dan itu secara politis tidak benar.

Wanita cantik ini dan saya tidak menikah; sekarang ini ia telah menikah dengan seorang pria Kristen yang hebat dan mereka tahu ceritanya dan sangat mendukung. (Engkau tahu siapa dirimu.)

Lima tahun kemudian, pada Kamis, September 17, 1992 pk 19:19, Lisa datang ke dalam hidup saya. Kami bertemu di sebuah acara tunggal dan bunga api terbang dengan cara yang terbaik. Lisa adalah segala yang saya rindukan - seorang wanita saleh yang cantik dengan senyum dari Surga. Alkitab adalah benar! " Bergembiralah karena TUHAN; maka Ia akan memberikan kepadamu apa yang diinginkan hatimu." (Maz 37:4).

Sebelum kami tunangan, saya duduk dengan Lisa berbincang-bincang lama. "Lisa" kataku, "Kamu perlu tahu tentang masa lalu saya karena dapat mempengaruhi masa depan kita." Dengan suara tegas kata-kata muncul, "Saya dulu gay!"

Lisa tidak pernah goyah dalam cintanya untuk saya. Tanpa diketahui oleh dua gereja saya yang saya layani sebagai pendeta, saya telah secara khusus mempelajari dan mengkhotbahkan nats Alkitab yang bisa saya terapkan dalam proses penyembuhan saya. Khotbah-khotbah  dan penafsiran-penafsiran tertumpuk di meja kopi agar Lisa dapat melihatnya.

Lisa dan saya menikah tanggal 21 Agustus 1993. Usia saya 38 tahun. Saya bersukacita mengatakan "Meskipun saya tidak lagi gay, saya merasa paling bahagia selama hidup dan saya berutang kepada Yesus Kristus."

Lebih dari satu tahun kemudian ,Lisa dan saya sudah mantap agar saya harus memberi kesaksian ke masyarakat, beberapa teman Kristen menentangnya. Yang satu berkata "Hal itu akan merusak kesaksian hidupmu" dan saya menjawab, "Tapi ini kesaksian saya." Saya diingatkan bahwa setelah Yesus menyembuhkan seorang pria dari Gadara, Yesus mengatakan kepadanya " beritahukanlah kepada mereka segala sesuatu yang telah diperbuat oleh Tuhan atasmu dan bagaimana Ia telah mengasihani engkau!" (Markus 5:19b)  Sejak saat itu, saya telah melakukannya!

Allah telah memberkati kami dengan lebih banyak keajaiban -- tiga anak perempuan - Clare, Grace dan Ellie. Seperti lirik lagu yang mengatakan, "Tuhan itu baik, sepanjang waktu! Dan selama-lamanya Tuhan itu baik"

Tambahan : Allah dengan penuh rahmat memberikan penyembuhan kepada keluarga saya. Mama, yang sekarang sudah bersama Tuhan, dan saya merasa kehilangan; "Ya Allah, saya ingin mendengar suara mama lagi." Dan saya akan mendengarnya kelak! Dan sebelum papa meninggal, kami akhirnya menjadi apa yang Allah telah dimaksudkan sejak awal. . . "hubungan papa dan anak.


Labels: , , ,

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home