Wednesday, June 29, 2016

RICH WYLER Perubahan Hati: Dua Tahun Menjalani Terapi Penyembuhan




Diterjemahkan oleh Ong Po Han. Tidak sepenuhnya diterjemahkan satu kata per satu kata dan sudah dibuat penyesuaian yang saya anggap perlu. Kalau ada kesalahan terjemah atau tidak dimengerti, mohon dimaafkan.

Rich Wyler mendirikan organisasi “People Can Change” (Manusia Dapat Berubah) pada bulan September 2000 dan salah satu pendiri dari “Journey into Manhood” (Perjalanan Menjadi Pria Sejati) yang terbit di akhir pekan Januari 2002. Dia bertugas sebagai direktur dari “People Can Change” dan sebagai pelatih untuk menjalani hidup secara professional. Dia adalah ayah dari seorang putri yang sudah beranjak dewasa dan seorang putra yang masih remaja. Menjadi duda pada tahun 2006 dan menikah kembali pada tahun 2010 dan hidup bersama istri dan keluarganya di Virginia. Dia bersedia dihubungi di alamat email : rich@peoplecanchange.com atau rich@higherpathcoaching.com.

Pada bulan Mei 1997, saya mengalami kondisi krisis parah sehingga menjalani terapi penyembuhan. Istri saya Marie telah menangkap kebohongan yang menutupi kehidupan ganda saya. Tentunya kebohongan ini akan menjadi yang terakhir. Kali ini ia pasti akan meninggalkan saya dan tidak pernah kembali, dengan membawa anak-anak dengannya. Saya dilanda kepanikin.

Pertama kali memasuki kantor ahli terapi (terapis) membuat saya tidak nyaman; namun kepanikan yang melanda pernikahan menutup segala kegelisahan yang mungkin saya alami selama menjalani terapi. Saya telah menemui seorang terapis, David, enam minggu sebelumnya melalui kelompok swadaya untuk para pria yang berjuang  mengatasi hasrat homoseksual yang tidak diinginkan. Dialah seorang pria pertama yang saya kenal yang berkata bahwa ia memiliki keinginan homoseksual tetapi telah mengatasinya.

Saya menemukan jalan keluar yang memberi saya kebahagiaan dan kedamaian melalui penyembuhan.

Terapi itu memberi rasa percaya diri yang besar dan harapan. Saya telah membaca pelbagai tulisan dari orang-orang yang membuat pernyataan umum bahwa "Yang lain telah keluar dari kehidupan homoseks, sehingga kamu juga bisa," namun tidak ada yang menyebutkan siapa mantan gay tersebut sebenarnya sehingga selama bertahun-tahun saya telah meragukan kebenarannya. David adalah orang pertama yang nyata dan masih hidup yang pernah saya temui yang mengatakan, "Saya merasa gay, dan berpikir akan menjalani hidup sebagai gay, namun saya menemukan jalan keluar yang memberi saya kebahagiaan dan kedamaian dengan menyembuhkannya daripada membiarkannya." Saya benar-benar tidak tahu apa artinya, tapi saya percaya bahwa ia, lebih dari orang lain yang pernah kutemui, bisa membantu saya menemukan jalan keluar dari lubang dalam tempat saya berada .

Lubangnya sangat dalam. Saya menjalani kehidupan yang sangat munafik. Saya seorang suami dan ayah yang bahagia, rutin ke gereja dan seorang professional sukses, namun diam-diam kecanduan hubungan homoseks. Setelah menjalaninya selama 14 tahun, saya menjadi putus asa dan merasa yakin bahwa saya akan hidup seperti ini selama sisa hidup, entah bagaimana berharap kedua kehidupan tersebut tidak pernah bertabrakan dan menghancurkan saya.

Sekarang, saat masuk  kantor David, kehidupan rahasia saya terkuak. Saya bisa melihat hidup saya akan runtuh. Bunuh diri menjadi pilihan yang semakin menarik.

Penyangkalan APA: Ini tidak akan berhasil dan mungkin menyakitkan

Hal pertama yang saya lakukan pada kunjungan pertama adalah menandatangani formulir dari American Psychological Association (APA) : terapi penyembuhan tidak terbukti. Di formulir tertulis sikap resmi APA : APA tidak percaya adanya kemungkinan untuk mengubah orientasi seksual seseorang; Mencoba melakukannya mungkin akan menimbulkan luka-batin. Ya, benar, pikirku, seolah-olah kehidupan ganda saya tidak menimbulkan luka-batin yang berat.

Saya tidak ingin mengakui diri sebagai gay; Saya ingin diakui sebagai pria sejati.

Saya membenci saran bahwa satu-satunya solusi  yang "benar" secara politis bagi saya adalah meninggalkan istri dan anak-anak serta menceburkan diri ke dalam kehidupan gay. Itu bukan hal yang saya inginkan. Saya punya kesempatan untuk melakukannya sebelum saya bertemu Marie dan memiliki anak dengannya, ketika melangkah lebih jauh - dan saya sadar bukan itu yang saya inginkan. Karena kencan dengan pria, memakai identitas sebagai gay, dan mencempurkan diri ke kehidupan gay awalnya menggembirakan, namun sesudahnya saya merasa semangat saya punah, menjauhkan diri dari tujuan hidup, dari Allah dan keinginan untuk memiliki tujuan yang lebih tinggi. Saya menyadari bahwa saya tidak ingin dicap gay; Saya hanya ingin ditegaskan sebagai seorang pria.

Dalam sesi pertama, saya memuntahkan seluruh cerita apa adanya dan meninggalkan kekhawatiran. Dengan David saya merasa aman menceritakannya. Saya tidak perlu khawatir meminta persetujuannya atau konsekuensi dari membocorkan cerita saya kepadanya. Dia menjawab dengan terus terang: "Hidupmu berantakan." Saya terkejut dengan keterusterangannya, namun saya tahu ia benar. "Saya dapat secepatnya membantumu melalui krisis ini," katanya, "tetapi jika kamu masih terlibat lebih jauh, kamu akan kembali ke sana dan menunda pemulihan bahkan dengan akibat yang lebih buruk di kemudian hari. "

Saya setuju. Hidup saya telah di dasar. Saya siap melakukan apa pun untuk menyelamatkan hidup saya. Selama beberapa minggu berikutnya, saya praktis berlari ke kantor David setiap Selasa malam, menemukan tempat yang aman dan pelipur lara di mana saya bisa mendapatkan bantuan dan bimbingan atas rahasia tergelap dalam hidup saya. Saya berduka bersamanya mengatasi rasa sakit yang saya timbulkan ke Marie , luka dan kemarahannya pada saya. Betapa leganya saya melihat tekad dan dengan harapan dari sumber baru yang saya menemukan. Dia memutuskan untuk tidak meninggalkan saya - setidaknya belum.

Mengungkap Luka-Luka

Dalam terapi, David dan saya menjelajahi seluruh penolakan dari kaum pria. Dalam sesi terapi yang diadakan berurutan, saya menangis dan marah-marah. Herannya David mendorong untuk melampiaskan kemarahan ini. Namun sebaliknya saya membeku, lumpuh ketakutan dan malu. Bukankah marah itu buruk? Saya pikir, Bukankah itu di luar kendali? Anak laki-laki yang baik tidak marah-marah. Dan yang terburuk, mungkinkah mengungkapkan diri dalam kondisi lumpuh? Tapi David mengajari saya bahwa kemarahan dan rasa malu tersembunyi  ibarat saya sedang menyalakan bom bunuh diri dan hal itu membuat saya melampiaskannya secara seksual. Kemarahan perlu diungkapkan dengan benar. Hal ini perlu dihargai.

Sehingga kemarahan saya pun  tumpah keluar: marah pada ayah yang secara emosi memeriksa hidup saya; marah pada Mike Tukang Bully yang terus mengejek saya di SMA; marah pada ibu yang mempermalukan kelaki-lakian saya; sakit hati karena saya telah berputar-putar sepanjang hidup saya dan semuanya itu bisa menyerang saya dari dalam. Dengan pembinaan David, saya membayangkan melawan, mendepak ejekan, rasa malu dan penolakan dari hati saya, dan kemudian menghancurkan mereka. Selama berbulan-bulan kami mengulangi proses ini, sampai akhirnya tidak ada lagi amarah yang berkecamuk dalam diri saya. Akhirnya, setelah mengosongkan kemarahan seumur hidup yang bercokol dalam jiwa yang terluka, saya siap untuk melepaskan dan memaafkan.

Di lain waktu, David bersama saya menangani siklus kecanduan saya. Kami menjelajahi secara mendalam apa yang tampaknya memicu saya melakukannya yaitu stres, marah, takut, hampir semua emosi tidak nyaman mengakibatkan saya mencoba mencari penghiburan. Hal itu ibarat rangsangan narkoba untuk kegiatan seksual terlarang. Saya bertekad untuk kembali ke Sexaholics Anonymous, di mana saya pernah mulai membuat kemajuan dengan menghancurkan siklus kecanduan saya. Ketika melakukannya dan memproses emosi saya secara mendalam dengan David setiap minggu, siklus pertama melambat dan kemudian menciut.

Memasuki Dunia Kaum Pria

David mengajarkan saya tentang melepas pertahanan, dan saya melihat bagaimana menolak para pria untuk melindungi diri agar tidak terluka. Saya meneliti buku oleh Dr Joseph Nicolosi, "Reparative Therapy of Pria Homoseksual Male" (Terapi Penyembuhan bagi Pria Homoseks) dan saya kagum saat menemukan profil psikologis saya yang tepat, tampaknya, pelepasan pertahanan dijelaskan dalam bukunya.

David menolong saya menguak pikiran dan hati saya terhadap kemungkinan menemukan laki-laki sejati yang bisa menolong dan mendukung saya sepanjang minggu. Hal ini menakutkan, namun saya mendekati Martin, seorang pria di gereja saya sekitar delapan tahun lebih tua dari saya, dan memintanya untuk menjadi mentor spiritual saya. Dia langsung setuju. Dia tidak tahu apa pun tentang homoseksualitas, tapi dia tahu tentang Allah, dan ia tahu tentang rasa sakit, dan ia sangat ingin menolong saya. Saya berbicara dengannya setidaknya seminggu sekali, kadang-kadang beberapa kali seminggu, membuka jiwaku. Saya menelepon dia ketika saya tergoda untuk melakukannya. Saya menelepon dia ketika saya tersandung, dan ia membantu mengangkat saya kembali.

Sukacita David melihat persahabatan baru saya sangat kentara. "Saya berharap bisa bertemu dengannya!" dia berkata. "Wah, kalau bisa, saya ingin membuat duplikatnya untuk klien saya yang lain!"

Inilah yang saya sukai tentang David. Ia memberitahukan secara terbuka kesalahan-kesalahan saya dan kekeliruan yang merusak diri sendiri. Saya benar-benar merasa sukacita dengan keberhasilan dan pertumbuhan saya. Saya sungguh-sungguh mencintaiya sebagai saudara dengan cara yang tidak pernah saya lakukan sebelumnya dalam hidup saya.

Namun banyak kali saya membeku ketakutan saat coba menjangkau orang lain dalam persahabatan. Saya yakin bahwa laki-laki heteroseksual tidak memiliki teman - bahkan tidak membutuhkan teman. istri atau pacar seharusnya sudah cukup bagi mereka. Tentu saja, papa saya tidak pernah punya teman, dan tidak pernah pergi ke mana pun untuk keperluan sosial tanpa ibu. Saya hanya bisa mengingat seorang teman dari ketiga saudara lelaki saya. Bagaimana saya bisa mengandalkan laki-laki heteroseksual membantu dan menjadi teman saya, untuk memenuhi kebutuhan saya untuk bersahabat dan mendapat pengakuan  dari laki-laki? Saya selalu percaya satu-satunya orang yang ingin berhubungan dengan laki-laki lain adalah seorang gay.

David menantang saya untuk membuka mata saya, untuk melihat melampaui persepsi saya yang berurat berakar tersebut. "Jiwa Anda menuntut hubungan dengan laki-laki, dan keinginan yang AKAN mengekspresikan dirinya sendiri dalam satu atau lain cara. Hal ini AKAN keluar. Menekan keinginan ini  hanya akan berhasil sementara waktu, dan kemudian penghalangnya akan pecah. Jika kamu tidak mengalami hubungan yang benar dan intim secara platonis (cinta tanpa melibatkan sentuhan fisik, murni hanya mengandalkan kedekatan hati), kebutuhan ini benar-benar akan mendorongmu untuk menemukannya secara seksual. Dengan demikian kebutuhan akan terpenuhi. "

Dengan satu atau lain cara kebutuhan akan terpenuhi.

Kata-kata itu bergema dalam diri saya: “Dengan satu atau lain cara, kebutuhan itu akan terpenuhi. Saya tahu itu benar bagi saya. Saya mendorong diri saya untuk keluar dari tempat persembunyiaan. Saya mulai lebih mengamati laki-laki heteroseksual. Saya mulai melihat para pria keluar untuk makan bersama, pergi ke bioskop bersama-sama, masuk ke dalam kumpulan para pria, memperbaiki mobil bersama-sama. Di pesta-pesta, saya melihat kelompok pria terpisah dari wanita saat mereka tiba. Mereka sama-sama menonton pertandingan di TV saat mereka berbicara, atau berenang, atau kegiatan lainnya.

Saya menemukan dunia pria seolah-olah untuk pertama kalinya. Saya akan datang ke sesi terapi dengan David dan memberitahukan penemuan saya kepadanya dia karena saya berusaha untuk memahami dan mengungkap dunia kaum pria. Kami berbicara tentang hal-hal yang pria lakukan, bagaimana mereka berada di pesta-pesta, bagaimana mereka satu sama lain dan dengan perempuan. Saya mulai memahami mereka, bagaimana mereka bersama sesama pria and wanita- maka sesekali saya merasa tidak begitu berbeda dari mereka.

Salah satu langkah yang paling menakutkan adalah saat meminta seorang pria dari gereja saya, Richard, untuk mengajar saya untuk bermain basket. David tidak menyarankan hal ini kepada saya, tapi rasa takut yang saya memiliki sekitar olahraga tidak berkurang, dan sesuatu dalam diriku menuntut saya untuk menghadapi ketakutan ini. Cukup sulit untuk mendekati Richard dan meminta dia untuk mengajari saya, tapi untuk benar-benar muncul di lapangan basket untuk pelajaran pertama saya bahkan lebih menakutkan. Saya jauh lebih malu karena ketidakahlian saya dalam bidang olahraga daripada masa lalu homoseksual saya. Jadi saya membuat diriku benar-benar rentan terhadap Richard dengan mengungkapkan kepadanya bahwa saya tidak tahu apa-apa tentang bola basket.

Semua ejekan dari sekolah pengganggu datang bergegas kembali!
Richard melatih saya setiap Sabtu pagi selama beberapa minggu, dan saya melaporkan keberhasilan dan ketakutan saya kembali ke David. Akhirnya, saya bergabung Richard untuk beberapa permainan basket pick-up (mengangkat tangan untuk menghadang bola). Pertama kali melakukannya membuat trauma; semua ejekan dari tukang bully di sekolah terbayang kembali. Namun minggu depan lebih baik, dan seterusnya. Suatu kali, saya mengirim e-mail David dengan bangga: "Saya bisa melakukan tembakan melompat untuk pertama kalinya dalam hidup saya. Saya benar-benar melakukan tembakan melompat!!" Dia mengirim e-mail balasan bahwa ia sangat senang untuk saya, dan dia bisa membayangkannya. Siapa lagi yang bisa memahami pentingnya hal itu bagi seorang pria 36-tahun?

Saya seperti mereka; mereka seperti saya! Saya adalah seorang pria di antara kaum pria.

Saat kami terus bekerja sama, David bercerita tentang organisasi pria yang disebut New Warriors (Laskar Baru) yang melakukan pelatihan pengenalan akhir pekan secara intensif bagi kaum pria di sebuah kamp gunung dua jam lagi. Untuk beberapa waktu saya merasa ragu saat ia menyebutkan hal itu. Namun setelah rasa takut terhadap laki-laki hilang, saya memutuskan untuk pergi. Rasanya seperti terbang ke kantornya setelah sesi pertama saya pada akhir pekan bulan Agustus 1998. "Mengagumkan!" Saya melaporkan. "Saya menemukan PRIA!" Saya seperti mereka; mereka seperti saya! Saya adalah seorang pria di antara kaum pria. Kenyataan ini belum pernah saya alami sebelumnya.

Masih terjadi banyak pasang dan surut, terpeleset dan jatuh, keberanian dan rasa takut, tapi sekarang saya punya banyak sumber kekuatan - David, Martin, Richard, sebuah "kelompok integrasi" prajurit baru mingguan di komunitas saya, Sexaholics Anonymous dan selalu Marie ! Dia berdiri bersama saya, mencintai saya dan mendorong saya ketika melihat perubahan nyata dalam hati saya, bukan hanya perilaku saya.

Kepria-an Saya Sendiri
Dalam beberapa bulan terakhir terapi dengan David, saya merasa bahwa kebutuhan saya untuk terapi profesional akan berakhir, saya mengambil perintah yang lebih besar dari sesi-sesi itu untuk memastikan saya berurusan dengan semua yang memerlukan bantuannya: perasaan ditolak yang perlu saya lepaskan; rasa sakit yang perlu saya maafkan. Semakin banyak, saya datang ke sesi terapi yang menghasilkan sukacita bukan lagi sakit hati, marah atau takut dan berbagi rasa atas identitas dan kekuasaan sebagai seorang pria yang terus meningkat, memberitahukan persahabatan baru yang sedang saya bangun dan risiko baru yang saya ambil untuk menguji kekuatan batin saya yang meningkat.

Saat kami bersiap membagi caranya, suatu kali David meminta saya berbaring di sofa sambil ia memainkan musik lembut. Duduk di belakang saya, dia memeluk kepala dan bahu saya. "Kamu ADALAH seorang pria," saya mendengar suara yang kuat dan meneguhkan. "Kamu kuat. Kamu punya kekuatan. Kamu telah menghancurkan kekuatan yang pernah mengikatmu pada jati diri ibumu. Kamu telah membuktikan diri sebagai seorang laki-laki di antara kaum pria. Para lelaki mengagumimu dan meneguhkanmu. Kamu salah satu dari mereka. Kamu seorang suami dan ayah yang baik dan penuh kasih. Kamu pria seutuhnya. Tidak sempurna, tapi kamu akan baik-baik saja dengan ketidaksempurnaanmu. Kamu pria seutuhnya. "

Air mata mengalir turun ke wajah saya. Saya mempercayainya! Memang benar, dan akhirnya saya mengetahuinya. Saya pria seutuhnya! Saya bukan lagi diinginkan para pria secara seksual. Saya adalah salah satu dari mereka, bukan lawan mereka. Saya tidak membutuhkan pria untuk menyempurnakan jati diri saya. Ironisnya saya merasa lebih terikat dan terhubung dengan para pria dan kedewasaan seorang pria seumur hidup saya. INIlah yang saya cari bertahun-tahun dari para pria itu. INIlah  apa yang saya benar-benar inginkan hubungan yang nyata ini, bukan suatu khayalan semata. Hubungan dengan Tuhan. Hubungan dengan para pria. Keutuhan dalam diri sendiri. Serasa jantungku hampir meledak keluar dari rongga dada dengan sukacita.

Saya melangkah keluar kantor David terakhir kalinya pada 25 Agustus 1999, 27 bulan setelah saya pertama kali melangkah masuk. Saya menjadi orang yang berbeda. Lebih kuat. Bahagia. Lebih membumi. Utuh. Saya sudah menyadari seks saya dan setia kepada istri selama dua tahun - dan telah menemukan kedamaian dan sukacita dalam melakukannya.

Ketika saya meninggalkan sesi terakhir, saya memeluk David erat. "Saya mencintaimu," kataku. "Saya tidak akan pernah melupakan apa yang telah Anda lakukan untuk saya." Dengan air mata di matanya, ia berkata, "Saya juga mencintaimu." Saya akan mengambil hadiah yang diberikan David dalam setiap hubungan dengan yang lainnya mulai dari sekarang. Saya tidak membutuhkan David sebagai terapis lagi, karena sekarang saya sudah berada dalam hubungan yang jujur ​​dengan orang lain. Saya bisa berteman. Saya bisa meminta bantuan. Saya bisa menjadi apa adanya.

Dan lebih dari apa pun, saya bisa mencintai. Saya telah belajar untuk mencintai dan menerima cinta dari para pria lain sebagai saudara, dan mempercayai mereka dengan hati saya. Dalam hal ini, saya benar-benar telah menemukan apa yang saya cari sepanjang hidup saya.

Catatan tambahan

Hubungan pernikahan saya dengan Marie meningkat secara dramatis. Kami berdua jatuh cinta lebih dalam lagi dari sebelumnya. Kami terus mengalami percobaan-percobaan pribadi dan berjuang bersama.  Namun Marie didiagnosa menderita kanker payudara pada tahun 2000 danmeninggal pada akhir tahun 2006, setelah 18 tahun menikah. Saya sangat bersyukur bahwa sepanjang paruh kedua pernikahan kami saya bisa menjadi suami yang setia kepadanya seperti seharusnya. Saya akan selalu berterima kasih kepada wanita ini cantik yang mendampingi, percaya dan mendukung saya, dan dalam banyak hal membantu saya menjadi pria seperti sekarang ini.

- Rich Wyler, 2010

Labels: , , ,

Sunday, June 26, 2016

Tim Wilkins Ketaatan Membuat Perbedaan


http://www.oneby1.org/testimony-obedience.cfm

Diterjemahkan oleh Ong Po Han. Tidak sepenuhnya diterjemahkan satu kata per satu kata dan sudah dibuat penyesuaian yang saya anggap perlu. Kalau ada kesalahan terjemah atau tidak dimengerti, mohon dimaafkan.

"Berdiri! Agar saya bisa memukulmu lagi!” Saya berdiri dengan  perasaan ngeri di tengah  lorong berbentuk lingkaran di rumah saat  papa meneriakkan kata-kata itu pada mama yang terbaring di kaki papa. Papa baru saja memukul mama sehingga terjatuh ke lantai ruang tamu. Pertengkaran mereka membangunkan saya di tengah malam.

Inilah salah satu kenangan awal saya yang baru berusia lima atau enam tahun. Saat itu saya tanpa sadar berkata, "Saya  - tidak – akan - menjadi – manusia - seperti - itu " Sehingga mulailah penolakan terhadap kejantanan dan saya menjadi homoseks.

Kekacauan menghantui tempat yang kami sebut sebagai 'rumah.' Meja-meja jungkir balik dan kata-kata tidak senonoh yang membuat trauma menggema di seantero rumah. Tidak jarang ditemukan banyak pecahan kaca berserakan di lantai, hasil pertengkaran malam sebelumnya. Pada suatu kesempatan, papa memukul sisi kepala mama dengan sepatu hingga memecahkan gendang telinganya. Mama menangis sangat kesakitan! Malam berikutnya papa bersumpah akan melakukan hal yang sama ke telinga lain jika mama tidak berhenti menangis.

Teriakan Tanpa Sadar Meminta Pertolongan

Suasananya begitu menegangkan saat saya mulai berjalan dalam tidur. Karena adanya ikatan dengan mama dan kakak laki-lakiku, maka sewaktu berjalan ke lorong yang berbentuk lingkaran itu, saya berlutut di depan kamar orangtua, mencekik tenggorokan sendiri sehingga menimbulkan suara tersedak. Kegiatan rutin setiap malam itu membuat mama ketakutan. Papa tetap tidur dengan mengabaikan tangisan tanpa sadar yang saya lakukan untuk minta pertolongan. Orang tua saya tidak mengenali kebutuhan konseling anak terkecilnya, meskipun mereka mungkin tidak menduga bahwa kemarahan mereka yang terus terjadi berperan meningkatkan ketakutan saya.

Saya tahu saya 'berbeda' bahkan kemudian terjadi sesuatu yang tidak diharapkan.

Walau sudah berlalu beberapa dekade, kenangan sore hari di musim panas itu belum terhapus. Saat itu saya  bermain sendirian di sebuah bukit di samping rumah saya, dan saya ingin merasakan pelukan seorang pria. Saya masih seorang anak kecil. Tanpa perasaan terangsang, hanya keinginan untuk keintiman dan perlindungan seorang pria, Inilah kebutuhan manusia yang diberikan Tuhan namun tidak terpenuhi selama masa kecil saya.

Kesakitan emosi

Saya jarang memperoleh pengakuan  dan kasih dari papa. Mama yang kebutuhannya tidak terpenuhi, malah datang kepada saya untuk meminta nasihat dan pertolongan. Saya menjadi semacam suami pengganti. Dia secara terbuka menyatakan kejijikannya kepada papa dan hubungan seks. Dia sering marah-marah kepada saya agar saya mau menjadi menjadi penengah antara mama dan papa. (Penting untuk dicatat bahwa saya tidak pernah mendengar atau membaca tentang kasus di mana orang tua secara sadar berusaha membuat anak mereka menjadi gay)

Saya sangat memahami diri sendiri dan berpenampilan sangat sederhana. Sebagai seorang anak saya merasa sendirian. Harga diri saya sangat rendah.

Saat mencapai usia puber, saya mulai tertarik kepada orang-orang di sekolah. Dengarkan! Saya tidak memilih secara sadar untuk tertarik pada sesama jenis; salah satu misteri kehidupan adalah bahwa kita tidak bisa memilih dengan siapa kita tertarik, tapi saya benar-benar sadar memilih untuk akhirnya menyerah pada godaan-godaan.

Rasa sakit emosional saya begitu parah sehingga saya menaruh sepotong kertas kecil di bawah rantai jam tangan selama bertahun-tahun di mana saya telah menulis dengan kecil sekali, "Tuhan, saya percaya kepadaMu untuk kesembuhan." Meskipun pada usia sembilan tahun saya telah memberikan hati kepada Yesus, mengetahui Dia mati untuk dosa saya, gejolak emosi saya terus berlangsung.

Ditinggalkan!

Ketika pertengkaran orang tua sudah tak tertahankan, papa meninggalkan kami dan pergi ke rumah orang tuanya selama beberapa bulan. Mama meminta agar saya tidur bersamanya untuk memberi dukungan emosi. Karena iuran belum dibayar, akhirnya fasilitas listrik dan air dimatikan. Pada satu kesempatan, papa mampir untuk kunjungan singkat; saat ia meninggalkan rumah sewaan kami untuk kembali ke orang tuanya, mama memukulnya di belakang dengan pot bunga.

Suatu kali saat awal remaja, papa sangat marah dengan saya sehingga saya melarikan diri ke kamar mandi dan mengunci pintu. Dia menggedor pintu dan menuntut saya keluar. "Tolong berhenti" saya menjerit! Ketika saya menolak karena takut dipukuli, papa mulai menendang bagian bawah pintu sementara mama berdiri di sampingnya memohon saya untuk keluar; "Semuanya akan baik-baik" katanya. Saya tahu segalanya tidak akan baik-baik! Ketika pintunya hancur karena tendangan yang keras, saya melompat keluar jendela dari lantai dua dan berlari mencari aman, bersembunyi di sebuah rumah kosong dekat rumah.

Waktu itu saya sudah tertarik pada seks sejenis. Saya sudah berteman dengan seorang pria di sekolah selama bertahun-tahun. Senyumnya  menawan dan ia menyukai saya. Untuk pertama kalinya dalam hidup , ada seorang laki-laki menyukai saya. Jadi mulailah saya terlibat dalam kegiatan homoseks secara sporadis. Segera saya menyadari bahwa homoseks menimbulkan kegembiraan tapi bukan kepuasan. Bersyukur tetapi tidak pernah puas.

Kehidupan di rumah tetap seperti di neraka. Mama memanfaatkan saya untuk menghadapi papa. Ketika saya tidak bekerja sama dengan keinginannya, mama akan menuduh saya "kamu mencintai papa lebih dari saya, kan?" Saya tidak ingin memilih di antara mereka. Saya hanya ingin mereka saling mencintai dan berhenti bertengkar.

Pada kesempatan lain mama dan saya berdebat atas suatu masalah yang hanya kadang terjadi. Ketika papa pulang kerja, mama menuntut papa menghukum saya. Warna keunguan pun muncul secara mencolok di kaki saya. Sehingga keesokan paginya saya membangunkan mama sebelum pergi ke sekolah dan memintanya untuk menuliskan alasan agar bisa berpakaian di luar ketentuan pelajaran olah raga. Saya merasa malu untuk berpakaian khusus untuk olah raga lari, karena bekas tanda ikat pinggang akan menarik perhatian.

Ketaatan

Kegiatan homoseks saya berlanjut hingga awal usia dua puluhan ketika saya memutuskan bahwa meskipun saya benar-benar tidak tahu bagaimana keluar dari homoseks, namun saya benar-benar tahu untuk taat.

Meskipun Alkitab tidak memberikan langkah-langkah yang jelas untuk keluar dari homoseksualitas, Alkitab penuh dengan prinsip-prinsip yang bisa saya terapkan. Pemazmur menulis tentang memalingkan pandangan dari godaan. Saya menolak melihat pornografi dan mengalihkan pandangan saya dari apa pun yang mungkin menyebabkan saya tersandung. Saya harus melakukan perubahan besar dalam hidup saya. Untuk fokus pada yang terbaik dari Allah seperti yang Rasul Paulus nasehatkan untuk mengatasi jiwa yang sakit, "Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu." (Filipi 4: 8) Saya meminta Roh Kudus untuk menjadi mentor pribadi dan membimbing saya ke dalam seluruh kebenaran. Terlebih lagi, saya meminta Roh Kudus untuk mengajar cara yang tepat untuk berhubungan dengan pria lain.

Saya teringat saat membaca tentang mukjizat Yesus yang pertama yang terjadi  pada pernikahan dari seorang pria dan seorang wanita. Ketika anggur yang baik habis Maria, ibunda Yesus, berkata kepadaNya tentang masalah ini. Yesus berkata "Waktuku belum tiba."

Namun sesaat kemudian Maria memberitahukan pembantu di rumah itu "Apa pun yang Yesus beritahukan kepadamu untuk dilakukan, lakukanlah." Saya tidak percaya Maria mengetahui betapa pentingnya sarannya hari itu; ketika kita melakukan apa yang Yesus sampaikan, maka keajaiban terjadi. Saya sering bertanya-tanya apakah para pembantu rumah itu ragu-ragu saat membawa tong air ke dalam rumah. Apakah mungkin mereka takut kepada tuan rumah yang mungkin akan memecat mereka untuk melakukan tindakan bodoh dengan menawarkan air putih kepada para tamu? Tapi mereka mengikuti perintah Yesus dan air pun menjadi anggur.

Transformasi Berlanjut Terus

Pada usia 22 tahun, saya tahu Tuhan berkata "Tim, kembali ke kampus" dan saya melakukannya! Selama tahun-tahun itu saya menyadari bahwa Allah memiliki tujuan untuk saya. Tinggal di asrama laki-laki memiliki efek penyembuhan pada saya. Saya dipaksa untuk berinteraksi dengan orang lain setiap hari, menjadi rekan mereka, belajar berhubungan yang wajar dengan mereka. Saya unggul dalam bidang musik, menerima lima penghargaan dalam bidang musik selama masa kuliah saya.

Selama kuliah musim panas, saya menjabat sebagai pemusik / penginjil dan direktur pemuda pada pertemuan antar denominasi mewakili negara bagian saya. Saya berubah dari seorang yang pemalu, tertutup, penonton menjadi seorang pria tegas yang berani menyatakan kuasa Firman Allah. Anak laki-laki yang membenci buku laporan lisan di SMA telah berubah menjadi seorang pria saleh yang tanpa malu-malu membagikan kisah cintanya kepada Kristus.

Selama salah satu musim panas itu sementara saya berkhotbah malang melintang di seluruh negara bagian, orang tua saya berpisah dan bercerai setelah 33 tahun menikah; rumah kami yang indah dijual. Saya belajar dari semuanya setelah kejadian ini. Berita itu mengguncang saya, tapi tidak menghalangi saya.

Selesai kuliah , saya masuk ke Seminari Southwestern  untuk belajar Alkitab bukannya musik. Ketika konduktor paduan suara saya tahu bahwa saya tidak akan mengambil bidang pelayanan musik, dia menentangnya  dan menyampaikannya dalam kata-kata yang menyenangkan tapi tegas. "Tim, kamu luar biasa dalam menggubah lagu, teori musik, melatih paduan suara. Mengapa kamu tidak belajar musik di seminari?" Hal yang bisa saya katakan adalah "Hal ini karena kehendak Tuhan dan itu cukup bagi saya."

Pada awal seminari saya seperti spons kering dilemparkan ke sebuah danau besar; Saya menyerap segala sesuatu. Alkitab semakin hidup bagiku. Bukan saja saya menerima pendidikan teologi untuk masa depan pelayanan yang tidak saya ketahui, saya menerapkan kebenaran Alkitab untuk kehancuran homoseksual saya.

Ketertarikan sesama jenis terus berlanjut selama di perguruan tinggi dan seminari, tetapi dalam tingkat yang lebih rendah. Saya tetap teguh dalam menolak untuk menyerah. Bahkan, saat ini saya telah memberitahukan Tuhan "Tidak peduli apakah saya pernah tertarik pada seorang wanita asal saya mendapatkanMu!" Doa itu merupakan tonggak sejarah; tidak masalah apakah saya akan tertarik dengan lawan jenis. Yang penting adalah menjadi pengikut Yesus Kristus.

Apa selanjutnya?

Setelah lulus saya dipanggil untuk menggembalakan gereja di kota kelahiran saya. Jadilah saya seorang pria lajang yang tinggal di sebuah rumah yang memiliki empat kamar tidur. Waktu ini papa pergi karena rumahnya disita , bercerai dengan istri keduanya, terlibat alkoholisme dan hampir bunuh diri. Dengan semua tanggung jawab dan beban berat sebagai seorang pendeta lajang muda, saya membawa  papa ke pastori yang ia huni sampai saya bisa memasukannya ke fasilitas penyalahgunaan alkohol dan semua ini diketahui jemaat saya.

Saya akhirnya mengundurkan diri dari penggembalaan - kecewa dan tertekan. Saya berseru kepada Tuhan "Apa yang Englau inginkan dari saya? Sekarang saya sudah menjalani hidup selibat selama lebih dari sepuluh tahun. Saya sudah mengikutiMu sedekat yang saya tahu. Apa yang Engkau inginkan dari saya?"

Intervensi Allah yang Dramatis

Saya hendak mencari tahu! Seorang teman wanita dari seminari mengunjungi kotaku. Saya menyukainya saat di seminari, tetapi tidak pernah mengejarnya. Kami menghabiskan beberapa hari bersama. Kami merasa sayang, tidak ada yang lain, tapi itu cukup. Pada bulan November itu untuk pertama kalinya dalam 33 tahun saya tertarik secara dramatis, gembira dan romantis kepada lawan jenis. Apa yang telah Tuhan inginkan dari saya? Iman untuk percaya kepada-Nya tanpa syarat!

Saya ingin memberitahu dunia apa yang telah Tuhan lakukan tapi tidak bisa, karena untuk melakukannya berarti saya harus mengungkapkan homoseksualitas masa lalu saya dan itu secara politis tidak benar.

Wanita cantik ini dan saya tidak menikah; sekarang ini ia telah menikah dengan seorang pria Kristen yang hebat dan mereka tahu ceritanya dan sangat mendukung. (Engkau tahu siapa dirimu.)

Lima tahun kemudian, pada Kamis, September 17, 1992 pk 19:19, Lisa datang ke dalam hidup saya. Kami bertemu di sebuah acara tunggal dan bunga api terbang dengan cara yang terbaik. Lisa adalah segala yang saya rindukan - seorang wanita saleh yang cantik dengan senyum dari Surga. Alkitab adalah benar! " Bergembiralah karena TUHAN; maka Ia akan memberikan kepadamu apa yang diinginkan hatimu." (Maz 37:4).

Sebelum kami tunangan, saya duduk dengan Lisa berbincang-bincang lama. "Lisa" kataku, "Kamu perlu tahu tentang masa lalu saya karena dapat mempengaruhi masa depan kita." Dengan suara tegas kata-kata muncul, "Saya dulu gay!"

Lisa tidak pernah goyah dalam cintanya untuk saya. Tanpa diketahui oleh dua gereja saya yang saya layani sebagai pendeta, saya telah secara khusus mempelajari dan mengkhotbahkan nats Alkitab yang bisa saya terapkan dalam proses penyembuhan saya. Khotbah-khotbah  dan penafsiran-penafsiran tertumpuk di meja kopi agar Lisa dapat melihatnya.

Lisa dan saya menikah tanggal 21 Agustus 1993. Usia saya 38 tahun. Saya bersukacita mengatakan "Meskipun saya tidak lagi gay, saya merasa paling bahagia selama hidup dan saya berutang kepada Yesus Kristus."

Lebih dari satu tahun kemudian ,Lisa dan saya sudah mantap agar saya harus memberi kesaksian ke masyarakat, beberapa teman Kristen menentangnya. Yang satu berkata "Hal itu akan merusak kesaksian hidupmu" dan saya menjawab, "Tapi ini kesaksian saya." Saya diingatkan bahwa setelah Yesus menyembuhkan seorang pria dari Gadara, Yesus mengatakan kepadanya " beritahukanlah kepada mereka segala sesuatu yang telah diperbuat oleh Tuhan atasmu dan bagaimana Ia telah mengasihani engkau!" (Markus 5:19b)  Sejak saat itu, saya telah melakukannya!

Allah telah memberkati kami dengan lebih banyak keajaiban -- tiga anak perempuan - Clare, Grace dan Ellie. Seperti lirik lagu yang mengatakan, "Tuhan itu baik, sepanjang waktu! Dan selama-lamanya Tuhan itu baik"

Tambahan : Allah dengan penuh rahmat memberikan penyembuhan kepada keluarga saya. Mama, yang sekarang sudah bersama Tuhan, dan saya merasa kehilangan; "Ya Allah, saya ingin mendengar suara mama lagi." Dan saya akan mendengarnya kelak! Dan sebelum papa meninggal, kami akhirnya menjadi apa yang Allah telah dimaksudkan sejak awal. . . "hubungan papa dan anak.


Labels: , , ,

Thursday, June 23, 2016

Kesaksian Pemulihan Peter Hollow : Mengubah Kelemahan Menjadi Kekuatan



Diterjemahkan oleh Ong Po Han. Tidak sepenuhnya diterjemahkan satu kata per satu kata dan sudah dibuat penyesuaian yang saya anggap perlu. Kalau ada kesalahan terjemah atau tidak dimengerti, mohon dimaafkan.

Saya tak bisa mengingat waktu yang telah saya lalui tanpa berurusan dengan masalah-masalah homoseks. Seorang anggota keluarga dekat (kakak laki-laki) mulai melakukan pelecehan seksual ketika saya berusia tujuh atau delapan tahun. Ia beberapa tahun lebih tua dari saya. Dia meminta saya melakukan seks oral dengan saya secara rutin. Hal ini berlangsung sekitar satu tahun, sampai ia meninggalkan kami.

Dia seorang anggota keluarga dekat, dan saya percaya padanya. Pada awalnya saya tidak menyadari bahwa ada sesuatu yang salah dengan apa yang kami lakukan. Rasanya menyenangkan dan saya menikmati perhatiannya, terutama karena saya tidak mendapatkan banyak perhatian positif dari ayah, yang menjaga jarak, bersikap memusuhi dan sering melakukan kekerasan. Namun saya bertanya-tanya tentang rahasia ini : Saya dimintanya untuk tidak memberitahu siapa pun atau dia akan menghukum saya. Jadi saya merasa diinginkan sekaligus diancam. Saya sangat, sangat bingung dengan cinta, terutama cinta "persaudaraan" antar pria.

Saya bingung dengan apa yang dimaksudkan dengan menjadi laki-laki.

Lebih-lebih lagi, saya bingung dengan apa dimaksudkan dengan menjadi laki-laki. Saya tidak bisa menghubungkan antara dunia anak laki-laki dengan dunia  pria dewasa. Saya punya masalah kemampuan motorik, jadi saya tidak pandai di bidang olahraga. Di sekolah, pada awalnya saya menghabiskan waktu bersama para siswa laki-laki. Namun kemudian ternyata lebih menyenangkan bersama murid-murid perempuan. Di hari-hari awal sekolah saya merasa lebih nyaman berada dengan para siswi. Di rumah, saya orangnya pendiman dan tunduk kepada ibu yang terpisah secara  emosional. Saya selalu berusaha untuk menjadi anak baik dan rajin membantu.

Landasan Iman

Selama masa kanak-kanak saya memiliki minat yang mendalam dalam hal kerohanian dan keagamaan dan merasa bahwa Allah sedang mengawasi saya dan jika bukan karena dasar iman, saya yakin tidak akan mampu berjuang mengatasi ketertarikan sesama jenis.

Ketika berusia 12 tahun, saya berteman dengan seorang anak laki-laki di sekolah yang ayahnya telah meninggal. Seperti saya, dia belum matang untuk usianya. Saya mulai mengikuti program pemuda di gerejanya. Dari hari pertama hadir saya tahu bahwa saya ingin menjadi anggota gerejanya. Saya sangat tertarik dengan hal-hal rohani khususnya dengan aspek rasional dari agama. Itulah ruang di mana saya bisa merasa santai dan nyaman - tidak seperti rumah saya dan sekolah. Saya merasa bahwa kebenaran rohani yang saya dengar terasa akrab dan saya ingin terlibat, sehingga saya pun segera dibaptis.

Tidak lama kemudian, saat bermalam di rumah teman, ia mengajak saya berhubungan seks dan saya menerimanya. Sejak saat itu kami aktif dalam kegiatan seks homo, termasuk onani bersama, sex oral dan sex anal. Tentu saja saya merasa senang dan lepas, tapi secara emosional saya tidak merasa apa-apa. Teman saya ingin mencium dan memeluk, tapi entah bagaimana saya tahu bahwa laki-laki tidak memperlakukan satu sama lain seperti kekasih sehingga saya menolaknya. Saya tidak mengaitkan rasa sayang dengan seks.

Kecanduan dan Terpikat, namun Salah.

Terlintas dalam pikiran saya bahwa apa yang kami lakukan mungkin salah, namun karena ada seorang anggota keluarga dekat telah melakukan hal serupa, saya ingin meneruskan pengalaman ini. Seiring waktu, saya mulai menyadari bahwa praktek-praktek seksual kami hanya mengikuti kata hati dan kosong. Saya bisa merasakan bahwa seks itu secara rohani melemahkan dan dangkal, dan mengakibatkan perasaan rendah diri dan perilaku merusak diri sendiri. Membuat kecanduan dan memikat, namun saya merasa bersalah.

Saya beranggapan bahwa kami lebih dari sekedar teman, namun sifat pemarahnya sulit diatasi. Hubungan dengannya berlanjut sampai sekitar delapan belas bulan dan berakhir karena saya merasa tidak sanggup lagi. Saya merasa lega sudah lepas darinya, namun kami masih tetap berhubungan. Setelah itu, saya merasakan kekosongan yang tidak bisa saya atasi. Saya bertemu dengannya lagi beberapa tahun kemudian dan waktu itu ia telah menikah dan kemudian bercerai. Dia memberi isyarat seksual , namun saya tidak menanggapinya. Lalu dia menikah lagi dan memiliki anak-anak dan lebih bahagia walaupun ia tidak lagi bergabung dengan gereja kami.

Takut kepada Pria

Mengingat keterlibatan seksual awal saya dengan seorang anggota keluarga dan kemudian dengan teman saya, keterasingan dari ayah dan saya terlalu bergantung pada ibu, tidak mengherankan saya menjadi agak kewanitaan. Saat SMA, para siswa pria menggoda dan mengejek saya gara-gara hal ini dan karena saya enggan olahraga. Seorang pria tinggi dan bertubuh tegap datang menolong dan membela saya. Lebih dari sekali dia melindungi saya dari pemukulan. Saya menghargainya karena dialah salah satu dari sedikit pria yang memperlakukan saya sebagai seorang pribadi yang utuh dan membela saya terhadap pengganggu (tukang bully). Tampaknya dia mengerti.

Secara emosional hal ini sulit bagi saya. Saya mencoba segala cara untuk menghindari kelas pendidikan jasmani, yang juga tidak bisa memperbaiki reputasi saya. Saya terus waspada dan berbeda dari khususnya para siswa lainnya  di sekolah. Saya sering menarik diri dan diam-diam mendengarkan mereka namun tidak bisa bergaul dalam bahasa mereka. Saya tidak pernah berhubungan atau merasa menjadi bagian dari mereka. Masalah seksual telah membuat saya lebih menjauhi mereka.

Di usia 16 tahun, saya putus sekolah dan menjalani magang selama empat tahun sebagai montir listrik, di mana saya menunjukkan keahlian. Tujuan saya  berhenti sekolah adalah untuk melarikan diri dari ancaman (bully) siswa SMA, namun sekarang saya malah terlempar ke kumpulan laki-laki bermulut busuk dan kasar. Selama masa pembangunan gedung, banyak beredar pornografi (yang merangsang saya), dan para pria selalu berbicara tentang hubungan seks dengan wanita dan perselingkuhan mereka. Saya benar-benar terasing dari mereka. Mereka meremehkan dan mengkritik saya. Suatu kali sekumpulan pria mengeroyok dan menanggalkan semua pakaian saya. Lalu saya ditinggalkan di sebuah ruangan kecil yang belum selesai dibangun di salah satu lantai atas dari gedung bertingkat yang sedang kami kerjakan. Jika bukan karena kebaikan hati  seorang pria yang mengambilkan pakaian, saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan.

Ketika seorang mekanik mengajak saya berhubungan seksual, saya menerimanya walau dengan enggan. Diam-diam kami melakukan hubungan homoseks di tempat kerja. Inilah pengalaman seksual saya dengan pria sejak berakhirnya hubungan saya dengan teman di sekolah, dan berlangsung sampai ia dipindahkan ke bangunan lain. Ketika saya bertemu dengannya lagi kemudian, saya tidak lagi menanggapi ajakannya. Kali ini komitmen rohani saya memiliki dampak kuat untuk mengambil keputusan.

Saya mencoba menghindari pria sebisanya, walau saya menginginkan mereka.

Tugas saya berikutnya di toko listrik perusahaan. Saya merasa senang karena tidak ada banyak pria. Sehingga , saya bisa merasa kuat tanpa rasa takut dan berjaga-jaga. Saya akan menghindari para pria sebisanya, walaupun saya tertarik kepada mereka. Saya tidak pernah menghabiskan waktu dengan para pria walau nantinya saya menghabiskan waktu dengan pria heteroseksual di gereja saya.

Menemukan Pria Sejati.

Karena hubungan non-seksual saya dengan salah seorang pemuda membuat saya lebih aktif terlibat dengan gereja dan memiliki pencerahan kerohanian yang memberikan saya kekuatan internal awal yang lebih besar.

Untuk mengecilkan kecurigaan terhadap identitas seks dan karena saya suka berada bersama cewek dan merasa aman dengan mereka, maka saya mengencani beberapa gadis gereja selama masa remaja. Namun secara seksual, saya tertarik dengan laki-laki di gereja. Saya berusaha bermalam di rumah mereka, dan kemudian malam-malam saat mereka tidur, saya memainkan dan membangunkan alat kelamin mereka tanpa membuat mereka terjaga. Karena waspada, beberapa dari mereka melaporkan hal ini kepada para penatua jemaat (majelis). Saya sangat malu, namun para penatua dan jemaat dengan baik hati menanggapinya. Mereka membantu saya mengenali perilaku saya sebagai penyerang dan membantu saya mengatasinya. seorang pria tersebut kemudian terus menjadi teman sejati, memberi kepercayaan dan menjadi mentor saya.

Pada awal umur 20-an, saya pindah dari Australia ke Amerika Serikat selama satu setengah tahun untuk memisahkan hasrat homoseksual dengan perasaan rohani saya dan keinginan saya untuk berkeluarga. Sebagian dari diri saya ingin melayani Tuhan sebagai misionaris penuh-waktu. Sebagian dari diriku ingin menikahi seorang wanita dan punya anak. Sebagian lagi ingin mencari kekasih pria dan menikmati semua fantasi homoseks saya. Konflik dalam diri saya begitu mengerikan, dan seluruh masa depan saya tergantung seperti itu. Saya merasa terhilang namun mengikuti  arahan spiritual menjadi pilihan terbaik walaupun saya terus terbelah.

Berpaling kepada Allah

Sebuah kecelakaan sepeda motor mengerikan membawa hasrat terdalam hidup saya untuk benar-benar fokus. Kaki saya patah dalam kecelakaan itu, dan saya masuk rumah sakit selama sebulan penuh ditambah enam bulan terapi pemulihan. Karena khawatir tidak pernah bisa berjalan lagi, saya pun memohon Tuhan untuk menyelamatkan saya - secara fisik dan rohani. Saya berjanji kepada Tuhan bahwa jika Dia menyembuhkan kaki saya, saya akan mengubah hidup saya, berhenti mencari kepuasan seks dengan laki-laki, dan melayani misi penuh-waktu (jika Tuhan menghendaki saya sebagai seorang misionaris).

Setelah kembali ke Australia, saya memenuhi janji saya kepada Allah, dan Dia menolong saya untuk berjalan lagi. Saat saya membenamkan diri dalam Kitab Suci, saya menerima kesaksian rohani yang paling kuat dari kebenarannya, terutama saat saya dengan iman menyerahkan kelemahan saya kepada Tuhan agar anugerah Allah mengubah kelemahan saya menjadi kekuatan. (Di masa mendatang saya banyak belajar bahwa prinsip alkitabiah ini diterapkan pada Dua Belas Langkah Alcoholics Anonymous dan Sexaholics Anonymous (kelompok untuk mendukung orang yang kecanduan minuman keras dan masalah seks). Ini menghasilkan pencerahan rohani lain; entah bagaimana saya tahu bahwa Tuhan bisa membantu saya, dan dia akan memberi saya kekuatan untuk berkembang dalam pelayanan kepadaNya.

Pada tahun 1983 saat berusia 26 tahun, saya menerima telepon dari gereja saya untuk melayani sebagai misionaris penuh waktu selama dua tahun di negara asal saya Australia. Perasaan dan kenangan homosek tidak bisa hilang dengan cara apapun, tapi saya menemukan saat saya bertekun dalam pelayanan kepada Tuhan maka hal itu akan terpendam.

Ketika saya menyelesaikan misi dan pulang ke rumah, saya segera menemukan bahwa ketika saya tidak lagi melayani Tuhan penuh waktu, hasrat homoseksual itu muncul kembali. Tapi sejak tahun 1983 saya tidak pernah lagi menyerah pada godaan untuk melakukan hubungan seks dengan laki-laki. Saya terlambat masuk universitas, namun akhirnya memperoleh gelar sarjana dalam bidang ilmu sosial dengan fokus pada pengembangan masyarakat. Saya mulai lagi berkencan dengan wanita, dan menikah pada usia 30.

Saya tidak pernah mengatakan kepada istri saya tentang sejarah masalah homoseksual saya sampai setelah sekitar lima tahun pernikahan kami. Ketika akhirnya saya katakan padanya, itu bukanlah kejutan besar baginya walau awalnya menciptakan keretakan serius dalam hubungan kami. Akhirnya dia mendukung, percaya bahwa perilaku, setidaknya perasaan itu adalah masa lalu saya.

Kecelakaan emosional ini membangunkan saya pada kenyataan bahwa hidup saya tidak berhasil.

Meskipun saya tidak aktif secara homoseksual, namun emosi homoseks menjauhkan rasa sayang saya kepada istri seperti yang seharusnya. Akhirnya, kami mulai saling menarik diri secara emosional. Setelah 10 tahun menikah dan memiliki tiga anak, saya dan istri berpisah. Seperti kecelakaan sepeda motor bertahun-tahun sebelumnya, kecelakaan emosional ini menyadarkan saya atas fakta bahwa saya tidak berhasil. Menjauhi perilaku homoseksual dan melayani Tuhan (sepenting pertumbuhan dan perkembangan manusia) hampir tidak cukup bagi saya untuk menjalani pernikahan heteroseksual yang benar-benar sehat jika saya masih diam-diam bernafsu mengejar pria.

Mengungkap dan Menyembuhkan Luka yang terkubur.

Dengan kerawanan  pernikahan dan keutuhan keluarga, saya pergi ke terapi, dan untuk pertama kalinya ditangani langsung terhadap pelecehan seksual dari kakak laki-laki saya. Terapi menyadarkan saya atas asal-usul sebenarnya dari identitas dan kebingungan seksual. Saya mengakui bahwa saya perlu mengubah cara saya melihat diri saya sendiri dan dunia tempat saya tinggal - terutama dunia laki-laki.

Saya mulai menjalani terapi buku yakni dengan membenamkan diri dalam buku-buku tentang bagaimana mengatasi homoseksualitas, untuk membantu saya memahami bagaimana pelecehan seksual menyebabkan prilaku homoseks. Joseph Nicolosi dalam bukunya "Terapi Penyembuhan untuk Homoseks" membuka pikiran dan hati saya untuk memahami seksualitas dan diri saya. Saya memperoleh pemahaman baru bahwa kalau masa lalu saya pulih, maka saya akan menyembuhkan masa kini. Saya tidak ditakdirkan untuk menjadi homoseks selamanya! Saya menghadapi anggota keluarga yang telah melecehkan saya dan mengetahui bahwa ia juga telah dilecehkan, meskipun oleh seseorang yang bukan keluarga.

Saya menghadapi ayah yang membuat saya merasa terasing begitu lama, dan ia membuka dirinya atas pergumulan hidupnya yang membuatnya menjadi pribadi yang tertutup. Saya baru memahami kekurangan kasihnya bukan karena saya tapi karena dirinya sendiri yang merasakan sakit secara emosional sejak kecil khususnya dengan kematian kedua orang tuanya. Ibunya meninggal seminggu setelah kelahirannya dan ayahnya yang dia tidak pernah bertemu meninggal saat dia berusia sembilan tahun. Selain itu ia memendam pengalaman perang traumatis yang membuatnya marah dan terluka.

Menghadapi luka masa lalu saya - dengan menghadapi anggota keluarga dan ayah dan kemudian memahami mereka - adalah awal dari pemulihan perasaan homoseksl dan awal saya bertumbuh sebagai seorang pria.

Dengan wawasan baru yang masuk ke dalam diri sendiri dan keinginan nyata untuk hidup saya, saya berdamai dengan istri setelah berpisah selama tiga bulan. Kami bertekad untuk menempatkan keluarga kami di atas segalanya, dan saya berjanji untuk mengatasi masalah-masalah mendasar yang menyebabkan berawalnya perasaan homoseks. Semakin banyak saya menyelami, semakin saya menemukan bahwa pikiran dan perasaan homoseksual saya menjadi kurang menarik dan lebih mudah untuk menghilangkannya. Mereka tidak lagi sama bagi saya.

Secara khusus, buku yang berjudul "Kemauan Saja Tidak Cukup" oleh Dean Byrd dan Mark Chamberlain menolong saya lebih lanjut untuk melepaskan fantasi homoseksual dan minat dalam pornografi internet dengan berfokus bukan pada pengendalian perilaku manusia akan tetapi dengan mengubah keinginan melalui penyerahan kepada Allah. Saya kembali menghadapi orang yang melecehkan saya karena saya merasa dia masih memperlakukan saya sebagai seorang anak kecil. Untuk pertama kalinya saya bertemu dengannya dalam kedudukan yang sederajat yang membantu saya menjadi pria yang lebih kuat dan dewasa.

Semakin kuat saya merasa sebagai pria, semakin berkurang hasrat seksual saya terhadap kedewasaan pria lainnya.

Saya telah belajar untuk mencintai dan bahkan menghormati ayah saya. Dia meninggal pada Mei 2003 dan saya menghabiskan waktu bersamanya di jam-jam terakhir hidupnya. Hal itu membantu saya mengenali persamaan di antara kami dalam banyak hal. Saya memberi pidato saat pemakamannya dan hal itu juga membantu penyembuhan diri saya. Semua hal ini telah mengajarkan bahwa makin saya merasa kuat sebagai pria, semakin berkurang hasrat seksual saya terhadap kedewasaan pria lainnya.

Pria yang Menolong Pria Lain dalam Menemukan Kedewasaan

Bersama perjalanan menuju kedewasaan yang terlambat, saya menemukan orang-orang yang membimbing saya secara informal seperti saat saya diperlukan waktu menghadapi luka ayah sebagai seorang pria, sifat rentan takut secara emosional seumur hidup dan banyak hal lain yang berkaitan dengan kebingungan saya menuju kedewasaan. Pembimbingan ini secara khusus telah banyak memberi efek penyembuhan. Saya dapat melihat sekarang bahwa hanya laki-laki lain dapat memberikan penegasan kejantanan dan pembinaan,  bahwa setiap anak laki-laki perlu menuntaskan perjalanannya menuju kedewasaan seorang pria. Inilah harapan saya bahwa saya bisa melakukan hal ini untuk kedua anak saya juga.

Dengan mendengarkan dan memberi dukungan, saya menemukan kepuasan besar untuk berada di sana bagi laki-laki lain. Para pria lainnya memiliki pergumulan, meskipun belum tentu serupa saya, namun secara mengejutkan sama dan penting untuk mendukung. Saya masih bisa berbicara secara dalam dengan pria lain, saling memberikan dukungan dengan cara yang berbeda (namun dalam beberapa hal serupa), upaya untuk mencapai potensi penuh kami. Setelah berlalunya tahun-tahun pelecehan seksual yang saya alami, saya menemukan sukacita besar dengan saling memberi, hubungan platonis (cinta tanpa harus memiliki) dengan laki-laki lain yang tidak mengingini apapun dari saya selain persahabatan sejati ​​dan penuh perhatian.

Pernikahan saya sekarang lebih baik dari sebelumnya. Saya sekarang berusia 47 dan seksualitas saya berubah karena saya mengenali gairah seks saya tidak sama seperti dulu. Saya dan istri saya telah meningkatkan komitmen dan pemahaman saat hubungan kami menjadi hubungan persahabatan yang lebih dalam. Saya menemukan sukacita sebagai pria yang lebih besar dalam peran saya sebagai suami dan ayah. Saya menikmati pergaulan dengan anak-anak saya dan menemani mereka.

Seorang teman telah mendorong saya untuk meningkatkan kemampuan saya. Sekarang saya menjalankan perusahaan saya sendiri yang telah membantu banyak orang untuk menggunakan komputer di rumah atau kantor mereka. Saya telah memutuskan untuk menghabiskan sisa hidup saya bekerja dengan para pria secara profesional untuk menolong mereka menemukan potensi mereka seutuhnya - apa pun itu. Telah menjadi sebuah perjalanan panjang di ulang tahun ke-48 saya, untuk menyadari pentingnya seorang pria membantu pria lainnya untuk tumbuh sebagai laki-laki. Saya pernah merasakan sangat terasing dari laki-laki dan karena takut, melakukan segala upaya untuk menghindari mereka. Akibatnya, kebutuhan bawaan saya untuk berhubungan dengan laki-laki hanya bisa dipenuhi secara seksual. Setiap kali bisa, saya membantu para pria untuk menemukan penyembuhan rohani dan emosional dan cinta saya untuk laki-laki sebagai saudara kandung menghalangi hasrat seksual saya kepada mereka.

Saya terus berpartisipasi dalam gereja sebagai pemimpin sekelompok pria, laki-laki dewasa, dan seperti yang dijanjikan Allah kepada saya bertahun-tahun yang lalu, kelemahan saya dalam kenyataannya telah menjadi kekuatan saya.

--Peter Hollow, Updated November 2013

Labels: , , ,