Monday, November 12, 2012

Isu-Isu PERNIKAHAN SEJENIS








 http://www.gky.or.id/buletin/detail/292.htm

Janganlah engkau tidur dengan laki-laki……karena itu suatu kekejian" (Imamat 18 : 22)

"Perusahaan tidak mendiskriminasikan dan memecat Andrew Beckett karena dia mengidap AIDS ataupun karena selera seksualnya, melainkan karena kecerobohan kerjanya," Charles Wheeler, seorang pimpinan kantor pengacara terkenal di Philadelphia, menjawab singkat sebagai saksi di pengadilan. Tiba-tiba pengacara berkulit hitam, Joe Miller, memborbardirnya dengan serangkaian pertanyaan spekulatif, "Apakah anda gay?".Charles Wheeler terkejut."Apa?" tanyanya. "Apakah Anda punya kencan sejenis? Apakah orientasi seks anda adalah homoseksual?" pengacara Miller mengulangi. "What?! Apa-apaan ini! Saya bukan gay!!" teriak Charles Wheeler. Wajahnya merah padam karena emosi.

Sepotong dialog di atas adalah cuplikan adegan film Philadelphia yang meraih Oscar 1993. Andrew Beckett (Tom Hanks), seorang pengacara yang sedang menanjak karirnya, mendadak diberhentikan begitu saja dengan alasan kecerobohan kerja. Memang ada yang dengan sengaja menghapus file hasil kerjanya dari komputer kantor.

Dialog di atas merupakan gambaran sikap orang Amerika terhadap kaum homoseksual. Baik Kristen maupun non-Kristen, banyak orang yang terjebak dalam dualisme ini. Di satu pihak mereka harus menerima keberadaan kaum homoseksual karena Undang-Undang Pelanggaran Seksual tahun 1967 menyatakan bahwa ‘perbuatan homoseksual yang berlangsung atas dasar suka sama suka antara 2 orang dewasa di atas usia 21 thn dalam ruang pribadi, mereka tidak lagi merupakan pelanggaran kriminal." Homoseksual lebih dianggap sebagai gaya hidup (lifestyle) atau selera seksual (orientasi seksual). Di pihak lain banyak yang tidak menerima mereka, Kristen atau non-Kristen. Tahun 1983, di Amerika sudah ada yang namanya Gerakan Gay Kristiani, yang mengkampanyekan kesetaraan perkawinan homoseksual dan heteroseksual, karena keduanya mengasumsikan kelembutan, kematangan, dan kesetiaan yang sama. Tidak ada salahnya jika kita mengetahui sedikit perkembangan mengenai masalah ini di Amerika.

HOMO

Berikut adalah cuplikan berita dari majalah Kristen bernama Christianity Today edisi tahun 1994:

"Penugasan Seorang Pendeta Homoseksual Menyebabkan Jemaat Pergi."

William Beasley, seorang pendeta Gereja Episkopal daerah pinggiran Chicago, walaupun aktif dalam pelayanan untuk kaum homoseksual, akhirnya menyatakan diri meninggalkan Gereja Episkopal setelah berselisih dengan Bishop wilayah Chicago yang terang-terangan menugaskan seorang pendeta homoseksual. Pendeta itu, pelayan-pelayan lain dan hampir semua anggota jemaat meninggalkan gereja itu setelah si Bishop tak mau mengubah pendiriannya. "Kita telah dipermalukan oleh skandal yang dilakukan gereja wilayah ini dengan mengabaikan Firman Tuhan sebagai sumber kebenaran dan otoritas dalam hal iman, doktrin dan praktek. Kehendakmu untuk menugaskan dan mempertahankan seorang yang mempraktekkan homoseksualitas hanyalah satu indikasi bahwa gereja wilayah Chicago telah bergerak di luar Alkitab dan tradisi Alkitabiah," demikian isi surat yang dikirim Dan Easley, penilik jemaat senior, kepada si Bishop, Frank T.Groswald III.

Sejak lama para pemimpin gereja ini mengajarkan bahwa Tuhan memampukan Kristen homoseksual untuk hidup selibat (tak berhubungan seks) dan, dalam banyak kasus, bahkan mengubahnya menjadi heteroseksual. Griswold mendukung beberapa aspek pelayanan mereka kepada kaum homo, tetapi dia juga percaya tidak semua Kristen homo terpanggil untuk hidup selibat atau menjadi sembuh. Kata Griswold, "Pertanyaan penting untuk seksualitas mereka (kaum homo) adalah :Bagaimana kehidupan seksual mereka bisa diintegrasikan ke dalam diri mereka dan sekaligus iman mereka?" Bagi Beasley masalah ini lebih merupakan masalah pastoral (penggembalaan jemaat) ketimbang alasan untuk melegitimasi (mengesahkan) homoseksualitas.

Gereja Episkopal telah memperdebatkan masalah homoseksualitas sejak tahun 70-an. Sejumlah bishop Episkopal telah menugaskan secara terbuka pendeta-pendeta homoseksual. Tahun 1979, konvensi umum menyatakan penugasan pendeta homo tidak diijinkan. Tapi Griswold dan beberapa bishop lain mengatakan bahwa resolusi itu masih dapat dirundingkan karena bukan hukum kanon. Tahun 1991, konvensi umum meneguhkan ajaran tradisional denominasi bahwa, "ekspresi seksual fisik diijinkan hanya dalam perkawinan heteroseksual", tapi mengakui adanya "ketidaksesuaian antar ajaran ini dan pengalaman banyak jemaat." Dalam konvensi umum berikutnya, 2 wilayah, Massachussets dan Rhode island, mendesak untuk menyetujui pengangkatan pendeta homo dan mengesahkan liturgi untuk pemberkatan pernikahan seks sejenis.

Michael Youssef, gembala gereja wilayah Atlanta, memimpin 1200 jemaatnya keluar dari Episkopal setelah konvensi 1991, membentuk Association of Evangelical Anglican Churches di Amerika Utara, untuk menyatukan jemaat Episkopal yang tercerai-berai. "Sebagian orang merasa kita perlu bertahan di dalam dan menjadi terang. Mereka adalah sahabat-sahabat terbaik saya, tapi itu seperti katak di dalam ketel yang mendidih dan mati tanpa disadarinya," kata Youssef.

WAJAH-WAJAH MEREKA

Berikut ini adalah kutipan tulisan dari Stanton L.Jones di Christianity Today Juli 1993:

Sewaktu saya mengkonfrontasi masalah homoseksualitas, saya tidak langsung berpikir tentang teologi seksualitas manusia, tentang etika seksual Kristen atau pendapat-pendapat pemimpin gereja. Saya berpikir tentang manusianya-- orang-orang yang saya kenal dan saya kasihi.

Saya ingat akan Tom, yang memohon kepada saya untuk membantunya meraih iman Kristennya kembali dan menghentikan nafsunya memburu pengalaman-pengalaman seksual sekaligus godaan dari pria-pria seusianya. Sebelum saya sempat mengenalnya lebih jauh, Tom mengatakan bahwa dia tidak mau mengontrol dirinya lagi. Beberapa waktu kemudian dia menyurati saya tentang kehidupannya keluar masuk tempat mandi kaum gay di San Francisco. Sekarang Tom sudah mati karena AIDS.

Saya ingat Gail, seorang lesbian yang mempunyai hubungan monogami, yang bicara dengan penuh gairah tentang iman Kristennya. Dia berpendapat bahwa iman Kristen sejati tidak terbenam dalam pertobatan dan pengampunan tapi dikuatkan oleh berbagai jenis kasih. Gail merasakan ke-lesbian-annya bukanlah halangan untuk mengalami pengalaman seorang ibu. Beberapa temannya mendonorkan spermanya sehingga dia dapat hamil oleh inseminasi buatan. Gail melahirkan seorang bayi yang sangat dicintainya.

Saya ingat Fred, yang dipermainkan secara homoseksual oleh kakaknya selama masa pubertasnya. Setelah itu dia melemparkan diri selama 6 tahun ke lingkungan gay. Dia tidak merasa tertarik pada wanita. Sewaktu Kristus masuk ke dalam hidupnya, dia segera meninggalkan tingkahlaku homonya dan secara sederhana taat pada apa yang dipercayainya sebagai panggilan Tuhan. Setelah beberapa tahun menjadi murid yang taat dan banyak menderita, Fred bertumbuh rohaninya dan dia menikahi Debbie. Debbie mencintainya dan tahu sepenuhnya masalahnya. Barulah di ujung masa pacaran mereka, Fred merasakan ketertarikan seksual pada Debbie Setelah 14 tahun menikah, banyak doa dan konseling, Fred merasa sembuh total dari penyimpangan seksualnya.

Saya ingat Peter, yang memulai eksperimen homonya pada waktu Kamp Alkitab kelas tujuh. Pengalaman Pertama itu membuatnya menduga bahwa dia ‘berbeda’. Semasa SMU dan kuliahnya penuh dengan pengalaman-pengalaman homoseks yang diselingi dengan minggu-minggu atau bulan-bulan penderitaan dimana dia mencoba bertobat, berdoa dan bergumul keras menyangkal perasaan homoseksnya. Dia menikahi Denise di akhir masa kuliah, tanpa memberitahukan persoalannya. Di dalam hatinya dia berharap pengalaman seksual dalam pernikahan dapat menyembuhkannya. 15 tahun kemudian, Denise menemukan bukti penyelewengan homoseks suaminya, mereka lalu bercerai. Peter sekarang hidup di komunitas gay, merasa bahwa dia sudah mencoba segala usaha untuk berubah dan akhirnya merasa penggilannya sekarang adalah menjadi seorang gay Kristen monogami, walaupun ia tidak lagi ke gereja.

Saya juga ingat Mark, pengusaha Kristen yang hidup melajang. Dia menyadari penyimpangan seksualnya sejak pertama kali dia mengenal perasaan seksual. Pada umur 20-an, Mark mengumbar nafsu seksualnya di toko-toko buku porno. Dia sekarang menoleh ke masa lalunya dengan perasaan malu, marah dan jijik. Dalamnya komitmen Mark pada Kristus dan ketaatannya sungguh tak tergoyahkan. Mark sudah tidak beraktivitas homoseksual lagi selama 15 tahun. Tapi deritanya berat. Dia seringkali merasa hidup dalam bayang-bayang senja di gereja---- gereja yang tidak tahu bagaimana menggembalakan orang-orang yang hidup melajang, gereja yang bersikap murka kepada sedikit saja tanda homoseksual, gereja yang di dalamnya dia merindukan persekutuan yang erat, namun tanpa kesempatan untuk jujur.

Itulah wajah-wajah yang terbayang di mata saya sewaktu saya menulis ini.

Kabar Dari Negeri Belanda:Cinta Pada Pandangan Pertama ( Pasangan Homo: Cor Boef & Rick Nuninga )

Tak seorangpun yang memperhatikan kedatangan dua orang turis pria asal Belanda bernama Cor Boef dan Rick Nuninga di Jepang. Mereka muncul dengan baju rompi dengan topi yang berhiaskan bunga-bunga. Di bagian dada pakaian mereka terjepit sekuntum sebagaimana layaknya sepasang pengantin." Orang-orang di Jepang menduga bahwa kami datang dengan pakaian kebangsaan kami. Mereka tak menduga sedikitpun kalau kami merupakan sepasang pengantin yang baru saja menikah " kata mereka.

Cor Boef (54 tahun) dan pendampingnya yang berusia 16 tahun lebih muda, Rick Nuninga, adalah pasangan pengantin sejenis, karena keduanya laki-laki. Menceritakan percintaan mereka yang berakhir sampai ke pernikahan, tanpa malu-malu Cor berkata, "Saya jatuh cinta pada pandangan pertama"

Lalu," Saya masih ingat betul bagaimana brewoknya menutupi pipinya sedemikian rupa. Tapi, lepas dari segala-galanya saya pikir dia memang merupakan hadiah dari Sinterklas yang paling tepat bagi saya! " kata Cor yang kebetulan berkenalan dengan Rick di bulan Desember lalu.

Lain lagi komentar Rick mengenai Cor. "Antara saya dan Cor memiliki banyak hal yang cocok. Dia cakep, sabar, enggak neko-neko. Cor benar-benar merupakan idaman hati saya" katanya.

Sebulan setelah pertemuan mereka yang pertama kali, Cor dan Rick merasa bahwa mereka saling membutuhkan satu sama lain. Mereka sukar dipisahkan satu sama lain lagi. Namun, jalan yang ditempuh agar mereka tetap bersama tak semudah yang mereka pikirkan. Mereka harus berpikir panjang mengenai hari depan mereka berdua. "Kamipun harus memikirkan mengenai uang pensiun hari tua kami" kata Cor, yang sehari-harinya bertugas sebagai seorang resepsionis sebuah hotel.

Kemudian, tibalah saat yang bersejarah di antara mereka berdua. Setelah sekian lama, Cor menanti jawaban dari Rick, akhirnya ia memperoleh kepastian. Rick menelponnya dan mengatakan "Ya!". Mereka lalu mencatatkan diri sebagai pasangan "suami istri sejenis" di kantor catatan sipil Belanda. Itulah sebabnya ketika keduanya ditanya tentang status mereka berdua, tanpa ragu mereka menjawab," Kami sudah menjadi pasangan resmi lho. Ini buktinya!". Kata mereka bangga sambil memperlihatkan "Buku Nikah".

"Yang penting kami saling mencintai…." ( Pasangan Lesbian: Petra & Gertie )

Seperti pasangan Cor dan Rick yang sudah mendapat pengesahan dari Pemerintah Belanda sebagai " pasangan suami istri yang resmi", maka Petra dan Gertie segera mendapat pengakuan yang resmi pula sebagai "pasangan suami istri" pula. Petra mempunyai dua orang anak, laki-laki dan perempuan. Secara polos Gertie mengakui bahwa bukan masalah besar jika kedua anak Petra memiliki dua orang ibu dalam hidup mereka sehari-hari.

"Saya tahu Petra sudah mempunyai dua orang anak. Ini berarti dengan sendirinya saya mempunyai dua orang anak pula. Satu cowok dan satu lagi cewek!" kata Gertie sambil tertawa ngakak kepada seorang wartawan kota setempat yang mewawancarainya.

Gertie dan Petra pernah bertemu delapan tahun yang silam. "Setiap ia pergi berenang pada tiap hari Senin malam, terlebih dahulu ia duduk minum-minum" mengaku Gertie ketika menceritakan awal perkenalannya .Lalu Gertie melanjutkan,"Saya ingat betul saat itu ia memesan pakaian renang berwarna biru" . Namun pada waktu itu Gertie masih terikat dalam suatu hubungan dengan seorang wanita lain. Sedangkan Petra masih berstatus istri orang lain.Toh, hubungan mereka tetap berlangsung secara langgeng.

Setahun kemudian, mereka tak bisa bertahan terhadap omongan para tetangga yang mengetahui hubungan mereka berdua.

"Saya tak tahan lagi. Saya berkemas dan segera pergi. Padahal saya sungguh-sungguh mencintainya!" mengaku Gertie. Hubungan mereka terputus sampai di situ. Namun, rupanya mereka sulit untuk melupakan satu sama lain. Tiga setengah tahun kemudian, Gertie mempunyai "pacar" baru. Tetapi, ketika suatu hari ketika Petra datang mengetuk pintu rumahnya, "api asmara" yang nyaris padam kembali berkobar. Ini terjadi pada bulan Desember bertepatan dengan hari Natal. Kemudian Pertra muncul lagi dan keduanya mengakui bahwa mereka saling membutuhkan."Sudah tentu kamipun harus memikirkan hari depan anak-anak kami. Namun, hal ini nampaknya bisa dengan mudah bisa diatasi" kata Petra.

Ucapan Petra segera ditimpali oleh Gertie dengan kata yang lebih bersemangat."Harap maklum. Biarlah selurun dunia mengetahui apa yang telah kami lakukan. Aku akan memasang sebuah spanduk di sebuah pesawat terbang. Bunyi spanduk itu cuma tiga kata. Aku Cinta Kamu!". Nah, lu!

( Kiriman: Rudhy Ko, Amsterdam )

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home