Isu-Isu PERNIKAHAN SEJENIS
http://www.gky.or.id/buletin/detail/292.htm
Janganlah engkau tidur dengan laki-laki……karena itu
suatu kekejian" (Imamat 18 : 22)
"Perusahaan tidak mendiskriminasikan dan memecat
Andrew Beckett karena dia mengidap AIDS ataupun karena selera seksualnya,
melainkan karena kecerobohan kerjanya," Charles Wheeler, seorang pimpinan
kantor pengacara terkenal di Philadelphia, menjawab singkat sebagai saksi di
pengadilan. Tiba-tiba pengacara berkulit hitam, Joe Miller, memborbardirnya
dengan serangkaian pertanyaan spekulatif, "Apakah anda gay?".Charles
Wheeler terkejut."Apa?" tanyanya. "Apakah Anda punya kencan
sejenis? Apakah orientasi seks anda adalah homoseksual?" pengacara Miller
mengulangi. "What?! Apa-apaan ini! Saya bukan gay!!" teriak Charles
Wheeler. Wajahnya merah padam karena emosi.
Sepotong dialog di atas adalah cuplikan adegan film
Philadelphia yang meraih Oscar 1993. Andrew Beckett (Tom Hanks), seorang
pengacara yang sedang menanjak karirnya, mendadak diberhentikan begitu saja
dengan alasan kecerobohan kerja. Memang ada yang dengan sengaja menghapus file
hasil kerjanya dari komputer kantor.
Dialog di atas merupakan gambaran sikap orang Amerika
terhadap kaum homoseksual. Baik Kristen maupun non-Kristen, banyak orang yang
terjebak dalam dualisme ini. Di satu pihak mereka harus menerima keberadaan
kaum homoseksual karena Undang-Undang Pelanggaran Seksual tahun 1967 menyatakan
bahwa ‘perbuatan homoseksual yang berlangsung atas dasar suka sama suka antara
2 orang dewasa di atas usia 21 thn dalam ruang pribadi, mereka tidak lagi
merupakan pelanggaran kriminal." Homoseksual lebih dianggap sebagai gaya
hidup (lifestyle) atau selera seksual (orientasi seksual). Di pihak lain banyak
yang tidak menerima mereka, Kristen atau non-Kristen. Tahun 1983, di Amerika
sudah ada yang namanya Gerakan Gay Kristiani, yang mengkampanyekan kesetaraan
perkawinan homoseksual dan heteroseksual, karena keduanya mengasumsikan
kelembutan, kematangan, dan kesetiaan yang sama. Tidak ada salahnya jika kita
mengetahui sedikit perkembangan mengenai masalah ini di Amerika.
HOMO
Berikut adalah cuplikan berita dari majalah Kristen
bernama Christianity Today edisi tahun 1994:
"Penugasan Seorang Pendeta Homoseksual
Menyebabkan Jemaat Pergi."
William Beasley, seorang pendeta Gereja Episkopal
daerah pinggiran Chicago, walaupun aktif dalam pelayanan untuk kaum
homoseksual, akhirnya menyatakan diri meninggalkan Gereja Episkopal setelah
berselisih dengan Bishop wilayah Chicago yang terang-terangan menugaskan
seorang pendeta homoseksual. Pendeta itu, pelayan-pelayan lain dan hampir semua
anggota jemaat meninggalkan gereja itu setelah si Bishop tak mau mengubah
pendiriannya. "Kita telah dipermalukan oleh skandal yang dilakukan gereja
wilayah ini dengan mengabaikan Firman Tuhan sebagai sumber kebenaran dan
otoritas dalam hal iman, doktrin dan praktek. Kehendakmu untuk menugaskan dan
mempertahankan seorang yang mempraktekkan homoseksualitas hanyalah satu
indikasi bahwa gereja wilayah Chicago telah bergerak di luar Alkitab dan
tradisi Alkitabiah," demikian isi surat yang dikirim Dan Easley, penilik
jemaat senior, kepada si Bishop, Frank T.Groswald III.
Sejak lama para pemimpin gereja ini mengajarkan bahwa
Tuhan memampukan Kristen homoseksual untuk hidup selibat (tak berhubungan seks)
dan, dalam banyak kasus, bahkan mengubahnya menjadi heteroseksual. Griswold
mendukung beberapa aspek pelayanan mereka kepada kaum homo, tetapi dia juga
percaya tidak semua Kristen homo terpanggil untuk hidup selibat atau menjadi sembuh.
Kata Griswold, "Pertanyaan penting untuk seksualitas mereka (kaum homo)
adalah :Bagaimana kehidupan seksual mereka bisa diintegrasikan ke dalam diri
mereka dan sekaligus iman mereka?" Bagi Beasley masalah ini lebih
merupakan masalah pastoral (penggembalaan jemaat) ketimbang alasan untuk
melegitimasi (mengesahkan) homoseksualitas.
Gereja Episkopal telah memperdebatkan masalah
homoseksualitas sejak tahun 70-an. Sejumlah bishop Episkopal telah menugaskan
secara terbuka pendeta-pendeta homoseksual. Tahun 1979, konvensi umum
menyatakan penugasan pendeta homo tidak diijinkan. Tapi Griswold dan beberapa
bishop lain mengatakan bahwa resolusi itu masih dapat dirundingkan karena bukan
hukum kanon. Tahun 1991, konvensi umum meneguhkan ajaran tradisional denominasi
bahwa, "ekspresi seksual fisik diijinkan hanya dalam perkawinan
heteroseksual", tapi mengakui adanya "ketidaksesuaian antar ajaran
ini dan pengalaman banyak jemaat." Dalam konvensi umum berikutnya, 2
wilayah, Massachussets dan Rhode island, mendesak untuk menyetujui pengangkatan
pendeta homo dan mengesahkan liturgi untuk pemberkatan pernikahan seks sejenis.
Michael Youssef, gembala gereja wilayah Atlanta,
memimpin 1200 jemaatnya keluar dari Episkopal setelah konvensi 1991, membentuk
Association of Evangelical Anglican Churches di Amerika Utara, untuk menyatukan
jemaat Episkopal yang tercerai-berai. "Sebagian orang merasa kita perlu
bertahan di dalam dan menjadi terang. Mereka adalah sahabat-sahabat terbaik
saya, tapi itu seperti katak di dalam ketel yang mendidih dan mati tanpa
disadarinya," kata Youssef.
WAJAH-WAJAH MEREKA
Berikut ini adalah kutipan tulisan dari Stanton
L.Jones di Christianity Today Juli 1993:
Sewaktu saya mengkonfrontasi masalah homoseksualitas,
saya tidak langsung berpikir tentang teologi seksualitas manusia, tentang etika
seksual Kristen atau pendapat-pendapat pemimpin gereja. Saya berpikir tentang
manusianya-- orang-orang yang saya kenal dan saya kasihi.
Saya ingat akan Tom, yang memohon kepada saya untuk
membantunya meraih iman Kristennya kembali dan menghentikan nafsunya memburu
pengalaman-pengalaman seksual sekaligus godaan dari pria-pria seusianya.
Sebelum saya sempat mengenalnya lebih jauh, Tom mengatakan bahwa dia tidak mau
mengontrol dirinya lagi. Beberapa waktu kemudian dia menyurati saya tentang
kehidupannya keluar masuk tempat mandi kaum gay di San Francisco. Sekarang Tom
sudah mati karena AIDS.
Saya ingat Gail, seorang lesbian yang mempunyai
hubungan monogami, yang bicara dengan penuh gairah tentang iman Kristennya. Dia
berpendapat bahwa iman Kristen sejati tidak terbenam dalam pertobatan dan
pengampunan tapi dikuatkan oleh berbagai jenis kasih. Gail merasakan
ke-lesbian-annya bukanlah halangan untuk mengalami pengalaman seorang ibu.
Beberapa temannya mendonorkan spermanya sehingga dia dapat hamil oleh
inseminasi buatan. Gail melahirkan seorang bayi yang sangat dicintainya.
Saya ingat Fred, yang dipermainkan secara homoseksual
oleh kakaknya selama masa pubertasnya. Setelah itu dia melemparkan diri selama
6 tahun ke lingkungan gay. Dia tidak merasa tertarik pada wanita. Sewaktu
Kristus masuk ke dalam hidupnya, dia segera meninggalkan tingkahlaku homonya
dan secara sederhana taat pada apa yang dipercayainya sebagai panggilan Tuhan.
Setelah beberapa tahun menjadi murid yang taat dan banyak menderita, Fred
bertumbuh rohaninya dan dia menikahi Debbie. Debbie mencintainya dan tahu
sepenuhnya masalahnya. Barulah di ujung masa pacaran mereka, Fred merasakan
ketertarikan seksual pada Debbie Setelah 14 tahun menikah, banyak doa dan
konseling, Fred merasa sembuh total dari penyimpangan seksualnya.
Saya ingat Peter, yang memulai eksperimen homonya pada
waktu Kamp Alkitab kelas tujuh. Pengalaman Pertama itu membuatnya menduga bahwa
dia ‘berbeda’. Semasa SMU dan kuliahnya penuh dengan pengalaman-pengalaman
homoseks yang diselingi dengan minggu-minggu atau bulan-bulan penderitaan
dimana dia mencoba bertobat, berdoa dan bergumul keras menyangkal perasaan
homoseksnya. Dia menikahi Denise di akhir masa kuliah, tanpa memberitahukan
persoalannya. Di dalam hatinya dia berharap pengalaman seksual dalam pernikahan
dapat menyembuhkannya. 15 tahun kemudian, Denise menemukan bukti penyelewengan
homoseks suaminya, mereka lalu bercerai. Peter sekarang hidup di komunitas gay,
merasa bahwa dia sudah mencoba segala usaha untuk berubah dan akhirnya merasa
penggilannya sekarang adalah menjadi seorang gay Kristen monogami, walaupun ia
tidak lagi ke gereja.
Saya juga ingat Mark, pengusaha Kristen yang hidup
melajang. Dia menyadari penyimpangan seksualnya sejak pertama kali dia mengenal
perasaan seksual. Pada umur 20-an, Mark mengumbar nafsu seksualnya di toko-toko
buku porno. Dia sekarang menoleh ke masa lalunya dengan perasaan malu, marah
dan jijik. Dalamnya komitmen Mark pada Kristus dan ketaatannya sungguh tak
tergoyahkan. Mark sudah tidak beraktivitas homoseksual lagi selama 15 tahun.
Tapi deritanya berat. Dia seringkali merasa hidup dalam bayang-bayang senja di
gereja---- gereja yang tidak tahu bagaimana menggembalakan orang-orang yang
hidup melajang, gereja yang bersikap murka kepada sedikit saja tanda
homoseksual, gereja yang di dalamnya dia merindukan persekutuan yang erat,
namun tanpa kesempatan untuk jujur.
Itulah wajah-wajah yang terbayang di mata saya sewaktu
saya menulis ini.
Kabar Dari
Negeri Belanda:Cinta Pada Pandangan Pertama ( Pasangan Homo: Cor Boef &
Rick Nuninga )
Tak seorangpun yang memperhatikan kedatangan dua orang
turis pria asal Belanda bernama Cor Boef dan Rick Nuninga di Jepang. Mereka
muncul dengan baju rompi dengan topi yang berhiaskan bunga-bunga. Di bagian
dada pakaian mereka terjepit sekuntum sebagaimana layaknya sepasang
pengantin." Orang-orang di Jepang menduga bahwa kami datang dengan pakaian
kebangsaan kami. Mereka tak menduga sedikitpun kalau kami merupakan sepasang
pengantin yang baru saja menikah " kata mereka.
Cor Boef (54 tahun) dan pendampingnya yang berusia 16
tahun lebih muda, Rick Nuninga, adalah pasangan pengantin sejenis, karena
keduanya laki-laki. Menceritakan percintaan mereka yang berakhir sampai ke
pernikahan, tanpa malu-malu Cor berkata, "Saya jatuh cinta pada pandangan
pertama"
Lalu," Saya masih ingat betul bagaimana brewoknya
menutupi pipinya sedemikian rupa. Tapi, lepas dari segala-galanya saya pikir
dia memang merupakan hadiah dari Sinterklas yang paling tepat bagi saya! "
kata Cor yang kebetulan berkenalan dengan Rick di bulan Desember lalu.
Lain lagi komentar Rick mengenai Cor. "Antara
saya dan Cor memiliki banyak hal yang cocok. Dia cakep, sabar, enggak
neko-neko. Cor benar-benar merupakan idaman hati saya" katanya.
Sebulan setelah pertemuan mereka yang pertama kali,
Cor dan Rick merasa bahwa mereka saling membutuhkan satu sama lain. Mereka
sukar dipisahkan satu sama lain lagi. Namun, jalan yang ditempuh agar mereka
tetap bersama tak semudah yang mereka pikirkan. Mereka harus berpikir panjang
mengenai hari depan mereka berdua. "Kamipun harus memikirkan mengenai uang
pensiun hari tua kami" kata Cor, yang sehari-harinya bertugas sebagai
seorang resepsionis sebuah hotel.
Kemudian, tibalah saat yang bersejarah di antara
mereka berdua. Setelah sekian lama, Cor menanti jawaban dari Rick, akhirnya ia
memperoleh kepastian. Rick menelponnya dan mengatakan "Ya!". Mereka
lalu mencatatkan diri sebagai pasangan "suami istri sejenis" di kantor
catatan sipil Belanda. Itulah sebabnya ketika keduanya ditanya tentang status
mereka berdua, tanpa ragu mereka menjawab," Kami sudah menjadi pasangan
resmi lho. Ini buktinya!". Kata mereka bangga sambil memperlihatkan
"Buku Nikah".
"Yang
penting kami saling mencintai…." ( Pasangan Lesbian: Petra & Gertie )
Seperti pasangan Cor dan Rick yang sudah mendapat
pengesahan dari Pemerintah Belanda sebagai " pasangan suami istri yang
resmi", maka Petra dan Gertie segera mendapat pengakuan yang resmi pula
sebagai "pasangan suami istri" pula. Petra mempunyai dua orang anak,
laki-laki dan perempuan. Secara polos Gertie mengakui bahwa bukan masalah besar
jika kedua anak Petra memiliki dua orang ibu dalam hidup mereka sehari-hari.
"Saya tahu Petra sudah mempunyai dua orang anak.
Ini berarti dengan sendirinya saya mempunyai dua orang anak pula. Satu cowok
dan satu lagi cewek!" kata Gertie sambil tertawa ngakak kepada seorang
wartawan kota setempat yang mewawancarainya.
Gertie dan Petra pernah bertemu delapan tahun yang
silam. "Setiap ia pergi berenang pada tiap hari Senin malam, terlebih
dahulu ia duduk minum-minum" mengaku Gertie ketika menceritakan awal
perkenalannya .Lalu Gertie melanjutkan,"Saya ingat betul saat itu ia
memesan pakaian renang berwarna biru" . Namun pada waktu itu Gertie masih
terikat dalam suatu hubungan dengan seorang wanita lain. Sedangkan Petra masih
berstatus istri orang lain.Toh, hubungan mereka tetap berlangsung secara
langgeng.
Setahun kemudian, mereka tak bisa bertahan terhadap
omongan para tetangga yang mengetahui hubungan mereka berdua.
"Saya tak tahan lagi. Saya berkemas dan segera
pergi. Padahal saya sungguh-sungguh mencintainya!" mengaku Gertie.
Hubungan mereka terputus sampai di situ. Namun, rupanya mereka sulit untuk
melupakan satu sama lain. Tiga setengah tahun kemudian, Gertie mempunyai
"pacar" baru. Tetapi, ketika suatu hari ketika Petra datang mengetuk
pintu rumahnya, "api asmara" yang nyaris padam kembali berkobar. Ini
terjadi pada bulan Desember bertepatan dengan hari Natal. Kemudian Pertra
muncul lagi dan keduanya mengakui bahwa mereka saling membutuhkan."Sudah
tentu kamipun harus memikirkan hari depan anak-anak kami. Namun, hal ini
nampaknya bisa dengan mudah bisa diatasi" kata Petra.
Ucapan Petra segera ditimpali oleh Gertie dengan kata
yang lebih bersemangat."Harap maklum. Biarlah selurun dunia mengetahui apa
yang telah kami lakukan. Aku akan memasang sebuah spanduk di sebuah pesawat
terbang. Bunyi spanduk itu cuma tiga kata. Aku Cinta Kamu!". Nah, lu!
( Kiriman: Rudhy Ko, Amsterdam )
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home